Opini

Santri dan Dakwah Media Sosial

Pesantren di Radio

Pesantren di Radio

Belakangan ini ada kemajuan fungsi penggunaan media sosial yang sangat pesat di masyarakat terutama sebagai media dakwah. Apalagi ketika pandemi Covid-19 mengharuskan orang banyak untuk tidak bertemu secara fisik, sehingga forum keagamaan secara signifikan mulai beralih diselenggarakan via digital.

Sejauh ini pesantren di Indonesia sudah pro aktif menjawab perkembangan zaman. Dari pesantren yang berskala kecil hingga yang besar, lalu dari pesantren model salaf hingga yang modern, mayoritas sudah memiliki akun-akun media sosial, seperti Instagram, Youtube, Facebook, dan lain sebagainya. Kanal-kanal tersebut sudah cukup masif digunakan oleh kalangan pesantren sebagai sarana untuk menyebarkan dakwah Islam dan kajian keilmuan ala pesantren.

Secara khusus, ketika ditanya soal peran pesantren dalam menghadapi dakwah dari kelompok berpaham ekstem, maka hal itu tentu bisa langsung dikikis habis oleh dakwah ala pesantren. Sejauh ini dakwah atau kajian dari pesantren di media sosial semakin cukup mengimbangi narasi-narasi keagamaan yang cenderung puritan dan konservatif.

Fenomena ini berbeda dengan beberapa tahun dulu, saat narasi Islam moderat belum banyak ditemukan di kanal media sosial. Belakangan tren tersebut sudah semakin menggembirakan dengan banyaknya tokoh-tokoh dari pesantren dan akun-akun dari pesantren yang ikut eksis dalam menyebarkan dakwah Islam yang berpaham moderat.

Pada dasarnya memang harus ada kontra isu terhadap paham ekstrem, tetapi berproses tidak langsung head to head. Dalam konteks ini memang harus diakui pesantren cukup sedikit terlambat untuk terjun dakwah di media sosial. Namun, kini keterlambatan tersebut disusul dengan kemajuan yang sangat cepat dan signifikan. Seperti hari ini kita saksikan bagaimana konten Youtube dan Instagram berseliweran dan dibanjiri kajian-kajian keislaman dari tokoh pesantren, di antaranya adalah KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang dikenal dengan sebutan Gus Baha.

Tantangan dan Kendala
Tentu saja, mayoritas kalangan pesantren menghendaki masifnya kajian kitab kuning serta perkembangan dakwah di media sosial. Hanya saja, ada beberapa tantangan terutama terkait kondisi internal di pesantren.

Pertama, perubahan pola pikir (mindset) dan paradigma dari orang-orang pesantren bahwa dakwah di media digital jangan dipandang sebelah mata. Hal ini sebab ada kecenderungan orang-orang zaman sekarang hidup di dunia maya lebih lama. Apalagi pola dunia maya seperti seperti pasar, sehingga semua orang bisa mencari apa saja, termasuk soal agama.

Ketika fenomena ini tidak diperhatikan dengan serius dan paradigma kita masih memandang sebelah mata terhadap dunia digital, maka orang-orang yang mencari kajian atau narasi keagamaan tidak akan tersentuh dengan kajian atau narasi keilmuan yang diajarkan oleh ulama pesantren.

Kedua, ketika ingin memasifkan kajian kitab kuning secara luas, maka kendala yang harus dihadapi di antaranya tradisi segan. Artinya kalau seorang santri belum matang secara usia, maka tidak mudah untuk tampil di publik. Beruntung, sekarang kalangan kiai-kiai muda sudah mulai banyak yang tampil di depan layar digital.

Ketiga, soal durasi waktu mengaji di media sosial yang cenderung pendek. Ini bertolak belakang dengan tradisi pesantren yang mana proses mengaji ilmu-ilmu tidak dengan instan. Jadi, itulah tantangan dunia pesantren bagaimana dapat memproduksi konten-konten ajaran agama secara singkat, padat, jelas, dan mudah diterima oleh masyarakat, namun tetap dapat dipertanggungjawabkan.

Keempat, minimnya peralatan-peralatan untuk produksi konten. Belum lagi kondisi jaringan internet, karena banyak pesantren yang lokasinya di pedesaan yang masih kesulitan akses jaringan internet.

Kelima, manajemen waktu bagi para santri yang masih berada di dalam pesantren dimana sebagian besar kegiatan pesantren berlangsung selama 24 jam, sehingga perlu kebijakan khusus terkait agar santri-santri ini memiliki waktu cukup untuk belajar memproduksi konten-konten dakwah dan pengajian.

Tulisan ini merupakan intisari dialog dalam program "Pesantren di Radio" bersama Ahmad Husain Fahasbu (Alumnus Ma'had Aly Salafiyah Syafi'yah Situbondo dan Pegiat media Sosial) yang disiarkan secara live oleh Radio di Elshinta pada Rabu, 27 April 2022 M. / 25 Ramadhan 1443 H. pukul 16.00 - 16.30 WIB.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat