Buddha

Sati Bala

Ilustrasi

Ilustrasi

Utthanavato satimato, Sucikammassanisammakarino, Sannatassa ca dhammajivino, Appamattassa yaso’bhivaddhati.

Bersemangat dan penuh perhatian, suci dalam perbuatan dan menjaga tingkah laku, mengendalikan diri dengan baik dan hidup secara benar, maka orang yang sadar ini akan maju dengan cepat. (Dhammapada, Syair: 24)

Sadar, waspada, dan penuh perhatian terhadap hal-hal yang baik dan bermanfaat merupakan bentuk kondisi batin yang dalam agama Buddha disebut Sati. Sati dalam ‘Jalan Mulia Berunsur Delapan’ diartikan sebagai Perhatian Benar. Sati senantiasa disertai dengan sampajanna, yaitu kewaspadaan terhadap fenomena jasmani dan batin.

Dalam Angutara Nikaya Pancaka Nipata, Guru Agung Buddha menjelaskan bahwa Sati (perhatian) merupakan salah satu dari lima kekuatan (panca bala) yang menunjang kehidupan sebagai samana (pertapa/bhikkhu). Namun demikian, Sati juga sangat bermanfaat apabila dilakukan dan dikembangkan oleh umat Buddha awam/perumah tangga (gharavasa).

Perumah tangga (gharavasa) sangat dianjurkan untuk senantiasa menjaga perhatian (sati) tehadap batin dan jasmani bukan hanya saat mereka berlatih meditasi dalam bimbingan para bhikkhu, namun juga dalam kehidupan keseharian mereka.

Perhatian (sati) tehadap batin berarti waspada terhadap bentuk-bentuk pikiran, baik pada saat senang dan gembira maupun di saat-saat sedih dan tertekan. Mendapatkan rezeki yang berlimpah-limpah secara tiba-tiba, mendapatkan promosi naik jabatan tinggi, dan sebagainya, dapat membuat seseorang gembira meluap-luap. Mereka yang tidak dapat mengendalikan emosi kegembiraan yang meluap-luap tersebut cenderung lengah dan tidak berhati-hati menjaganya. Harta yang diperolehnya akan digunakan secara boros, bekerja serampangan, dan pada akhirnya kebahagiaan yang diperoleh cepat berakhir, berganti kesedihan.

Sebaliknya, mereka yang sedang tertimpa musibah, kehilangan harta benda, ditinggalkan orang-orang yang disayangi, bekerja dalam tekanan, dan sebagainya, cenderung meluapkan kesedihan dan kemarahannya. Ketidakmampuan mengendalikan kesedihan dan kemarahan ini dapat menimbulkan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain. Ia dapat mencederai dirinya sendiri, membenci, menyalahkan dan mencelakai orang lain sebagai bentuk pelampiasan kesedihan dan kemarahannya.

Selain itu, perhatian terhadap batin juga waspada terhadap segala bentuk keinginan yang timbul dari keserakahan, kebencian, dan kebodohan yang dapat menjerumuskan kita kepada perbuatan jahat.

Perhatian (sati) terhadap jasmani berarti waspada terhadap tubuh dan panca indera. Kita harus menjaga, memelihara, mengendalikan dan memperlakukan jasmani ini secara baik dan seimbang agar dapat dicapai kehidupan yang sehat dan bugar. Duapuluh empat jam dalam sehari dapat dibagi secara sederhana untuk kebaikan jasmani dan pikiran kita, sepertiga untuk bekerja, sepertiga untuk olah raga dan rekreasi (termasuk aktivitas spiritual), dan sepertiga waktu lainnya untuk tidur atau istirahat.

Memanjakan badan jasmani dengan berbagai kesenangan, atau menyiksa diri secara ekstrem untuk alasan spiritual dan alasan lainnya, merupakan praktik kehidupan yang oleh Sang Buddha dikatakan tidak berharga tidak bermanfaat dan tidak menguntungkan. Dua praktik ekstrem tersebut wajib dihindari oleh setiap umat Buddha, baik pabbajjita (bhikkhu) maupun umat awam (gharavasa) di manapun mereka berada. Buddha telah mengajarkan Jalan Tengah sebagai bentuk penghindaran terhadap dua jalan ekstrem yang tidak berharga, tidak bermanfaat, dan tidak menguntungkan itu.

Kekuatan perhatian (sati) berarti menjaga perhatian terhadap batin dan jasmani agar senantiasa sadar sehingga terhindar dari segala bentuk perbuatan jahat dan tidak menguntungkan. Dengan demikian kita akan memperoleh kemajuan batin dan jasmani yang signifikan dalam hidup kita.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.


Fotografer: Istimewa

Buddha Lainnya Lihat Semua

Ilustrasi
Kasih Sayang Ibu

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua