Nasional

Semangat Keagamaan Bisa Timbulkan Efek Negatif

Mataram, 29/5 (Pinmas) - Miftahul Huda staf IAIN Mataram dan anggota Research Associate pada Nusa Tenggara Centre (NTC) Mataram menyatakan, semangat keagamaan bisa menimbulkan efek negatif seperti kecenderungan eksklusivisme yang melahirkan cara pandang negatif. "Pada masyarakat religius, ajaran dan simbol keagamaan dapat menjadi energi sosial yang dasyat, karena agama adalah `the ultimate concern`," katanya dalam forum seminar "Hasil Survey Nasional Tentang Agama, Kekerasan dan Demokrasi" oleh PPIM Jakarta, di Mataram, Senin.

Dikatakan, klaim-klaim kebenaran eksklusif yang tidak diartikulasikan secara santun, juga mendorong reaksi, ketegangan dan konflik antar warga masyarakat serta memicu terjadinya tindak kekerasan, kebencian komunal dan dendam sejarah lintas generasi.Sejarah mencatat banyak malapetaka kemanusiaan yang terkait dengan semangat keagamaan semacam itu, misalnya pembantaian dan pengusiran orang di Spanyol, Bosnia, Palestina dan juga kejadian di Maluku.

Termasuk pembasmian orang-orang Budha dari bumi India, perusakan tempat ibadah serta intimidasi terhadap komunitas kaum Syiah maupun Ahmadiyah. Tindak kekerasan yang dilakukan secara individu oleh kaum beragama juga banyak terjadi misalnya terhadap istri, anak-anak dan kaum kerabat lain, celakanya sebagian diantaranya justru dilakukan atas legitimasi "panggilan" keagamaan.Namun begitu, untuk memastikan suatu tindak kekerasan adalah disebabkan elemen ajaran agama yang berkembang, memerlukan kajian yang cermat dari berbagai sisi.

"Hal itu karena kejadian semacam itu pada umumnya tidak berdiri sendiri, melainkan kait-mengait dengan faktor-faktor sosial lainnya yang berkembang dalam masyarakat," katanya.Mengenai agenda anti kekerasan, Miftahul Huda menyatakan ada sejumlah agenda yang dapat dilakukan untuk memerangi berbagai bentuk kultur kekerasan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, terutama yang bernuansa spirit keagamaan. Pertama menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin elemen-elemen ajaran syariah yang memperkuat argumen dan sikap penolakan terhadap cara-cara kekerasan maupun pemaksaan dalam mengatasi setiap masalah.

Termasuk didalamnya melakukan reinterpretasi dan kajian ulang terhadap sejumlah pendapat ulama-ulama dimasa lalu, dan teks syariat yang digunakan untuk melegitimasi tindak kekerasan. Kedua menggalang aksi pengarusutamaan (mainstreaming) untuk membangun opini publik yang lebih memihak pada paham anti kekerasan, aksi itu harus dilakukan melalui sebuah jaringan kerjasama berdimensi luas.Sedang ketiga melakukan penataan menyeluruh berbagai segi kehidupan di semua tingkatan untuk membangun tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan politik yang lebih mencerminkan nilai-nilai keadilan.

Penghargaan atas martabat manusia, persamaan derajat, kesejahteraan dan keselamatan bersama serta nilai-nilai luhur kemanusiaan secara keseluruhan."Banyak pengalaman menunjukkan kegagalan negara mengelola aspirasi warga dapat menimbulkan anarki sosial, yang lebih gawat lagi jika dibumbui dengan nuansa dan simbol keagamaan." demikian Miftahul Huda. (Ant/Ba)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua