Pojok Gusmen

Takbiran dan Kerendahhatian

Menag Yaqut Cholil Qoumas

Menag Yaqut Cholil Qoumas

Alhamdulillah, setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh selama Ramadan, kita semua menyambut Hari Raya Idulfitri 1443 H. Semoga Allah SWT menerima puasa dan amal ibadah lainnya yang kita jalani selama Ramadan. Menyambut Idulfitri, semoga kita kembali pada fitrah kemanusiaan yang mampu menjalankan fungsi spiritual kita sebagai hamba Allah, sekaligus fungsi sosial kita dalam menebarkan kemaslahatan bagi sesama.

Salah satu tradisi yang lazim dilangsungkan selama bulan Syawal adalah Halalbihalal. Tradisi ini menjadi momentum untuk menyempurnakan ibadah kita selama Ramadan dengan saling membuka pintu maaf bagi sesama. Kesediaan untuk meminta maaf menjadi sikap yang sangat penting dalam menjalani kehidupan mendatang.

Meminta maaf adalah bentuk sikap keterbukaan, egaliter, persaudaraan, dan juga kerendahhatian. Sikap rendah hati ini menjadi salah satu buah penting dari ibadah puasa yang kita jalani selama Ramadan.

Kita semua tahu bahwa sejarah kemanusiaan kita diwarnai dengan kisah kesombongan iblis. Merasa lebih baik, iblis membangkang perintah Allah untuk hormat kepada Nabi Adam. Sejarah kemanusiaan kita juga diwarnai dengan kisah kecongkakan Qarun, Fir’aun, dan Haman. Bahkan, kesombongan Fir’aun memuncak sampai mendaulat dirinya sebagai Tuhan. Semua kisah kesombongan ini berakhir dengan kehinaan dan kebinasaan.

Sementara itu, setelah menyempurnakan bilangan puasa di bulan Ramadan, kita diperintah menyambut Idulfitri dengan menggemakan takbir, mengagungkan asma Allah. Menegaskan bahwa hanya Allah lah yang Maha Besar.

Kalimat takbir adalah bentuk pengagungan akan kebesaran Allah. Pada saat yang sama, ini adalah ungkapan kesadaran bahwa kebesaran itu hanya milik Allah. Ungkapan ini membawa pada kesadaran akan fitrah kita sebagai manusia. Sehebat apa pun kita, setinggi apa pun derajat kita, sekuat apa pun kekuasaan kita, sebanyak apa pun harta kekayaan kita, fitrah kita sebagai manusia adalah hamba Allah. Kita adalah makhluk dan karenanya tidak sepantasnya menyandang beragam bentuk kesombongan yang itu adalah pakaian Allah.

Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berkata: “Kesombongan adalah kain selendang-Ku dan kebesaran adalah kain sarung-Ku. Barang siapa melawan Aku pada salah satu dari keduanya, niscaya Aku melemparkannya ke dalam neraka jahanam.”

Ramadan telah mengajarkan kepada kita akan kekuasaan Allah. Pelajaran yang sudah seharusnya menumbuhkan sikap tawadhu. Yaitu, senantiasa merendahkahkan diri kepada Allah dan tidak berbuat semena-mena atau memandang remeh terhadap sesama. Orang rendah hati, tulus dalam menjalin persaudaraan dan mencintai, menjunjung tinggi kebenaran, serta bersedia membantu orang lain.

Semoga momentum Ramadan dan Idulfitri ini dapat meningkatkan kesadaran kita bersama untuk terus merajut persaudaraan, menyudahi segala bentuk perselisihan dan caci maki, dan menggantinya dengan sikap saling mendoakan untuk kemaslahatan umat Islam, kebaikan semua, dan juga kemajuan Indonesia.

Selamat Hari Raya Idulfitri 1443 H. Rasulullah mengajarkan kita untuk menyambut Idul Fitri dengan saling mendoakan. Taqabalallahu minna wa minkum taqabbal yaa karim. Semoga amal baik kita semua diterima oleh Allah dan Yang Maha Karim. Amin.

*Tulisan ini sebelumnya terbit pada Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat edisi Sabtu, 30 Mei 2022.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: M Rusydi Sani

Pojok Gusmen Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua