Kristen

Yesus Bangkit Damai Sejahtera Bagi Dunia

Pdt. Alfred Dj. Samani, STh,MSi (Ketua Sinode Gereja Kristen Sumba)

Pdt. Alfred Dj. Samani, STh,MSi (Ketua Sinode Gereja Kristen Sumba)

Kita akan bersama-sama membaca Firman Tuhan yang terambil dari Yohanes 20:19-23 yang berbunyi sebagai berikut:

“Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: "Damai sejahtera bagi kamu!" Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan. Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: "Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada."

Saudara-saudaraku sebagai umat Kristen kita masih berada dalam suasana perayaan Paskah dan secara khusus dalam momen-momen penampakan Yesus. Dalam perayaan Paskah, kita mengenang kebangkitan Tuhan Yesus dari salib atau kematian. Kebangkitan adalah kekuatan pengharapan kita di tengah situasi-situasi yang berat yang mungkin masih kita alami.

Kita hidup di zaman yang semakin sulit dengan rupa-rupa permasalahan yang datang silih berganti. Pandemi Covid-19, harga barang yang semakin tinggi, bbm yang semakin langka dan semakin sulit terjangkau, masalah pertanian dan lain-lain. Dengan kata lain di tengah-tengah segala pergumulan yang ada, kita tetap beriman kepada Kristus dan menghadapi segala tantangan yang ada dengan mengharapkan karena Kristus yang bangkit.

Dengan kebangkitan, kita harus mengatakan bahwa iman Kristen tidak berpusat pada kematian ataupun penderitaan, iman Kristen tidak memuja penderitaan. Penderitaan yang dilalui Yesus melalui salib yang mengerikan itu adalah realitas yang harus dihadapi Yesus. Demikian pula penderitaan yang kita alami adalah realitas yang harus kita hadapi, akan tetapi iman Kristen tidak memuja penderitaan. Salib itu, derita itu adalah tanda kasih Allah kepada kita.

Saudara-saudaraku, penekanan ini penting. Sebab kita sering menyaksikan betapa luar biasa aksi kekerasan yang terjadi dalam hidup kita. Begitu mudah orang melakukan kekerasan demi apapun. Boleh dikata kita tengah berada dalam budaya kematian, culture of death. Dalam budaya kematian, hidup manusia tidak dihargai. Kekerasan bahkan disambut sebagai solusi dengan gempita.

Bukankah hal itu yang kita lihat saat Yesus disalibkan? Ketika orang banyak berseru salibkan dia, salibkan dia. Gemuruh sorak seolah menyambut kematian seorang manusia sebagai sebuah kemenangan bersama. Budaya kematian menghasilkan kehidupan yang tidak manusiawi, yang dengan sengaja menggunakan penderitaan untuk menciptakan trauma. Demikianlah adegan kengerian salib berhasil menciptakan trauma, menimbulkan ketakutan yang mencekram sebagaimana yang dialami oleh para murid.

Saudara-saudara sekalian harus diakui budaya kematian terus merambahi kehidupan kita hingga saat ini. Berbagai bentuk pelanggaran kemanusiaan terus terjadi di mana-mana. Bahkan kita menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa. Justru karena itu kisah Paskah menggugah kita. Melalui kebangkitan Yesus, Allah mengajak kita menghadirkan semangat kehidupan, semangat kehidupan adalah semangat yang memanusiakan, semangat belas kasih, semangat damai sejahtera. Bahkan di salib itu, Yesus telah menggemakan semangat kehidupan. Misalnya ucapan Yesus: ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Kata ampunilah menjadi tanda semangat kehidupan, semangat itu semakin dikukuhkan dengan narasi kebangkitan dan penampakan Tuhan Yesus.

Saudara-saudara sekalian semangat kehidupan yang menjadi sentral kehidupan kekristenan dapat terbaca dari kesaksian Injil Yohanes, dalam kisah penampakan Yesus kepada murid-murid-Nya (Yohanes 20:19-23). Kita tahu bersama suasana yang meliputi para murid, adalah suasana ketakutan oleh karena peristiwa yang mendahului, yaitu penyaliban Yesus. Suasana takut dan mencekam itu digambarkan dengan jelas oleh Yohanes dalam ayat 19, di mana para murid berkumpul dengan pintu-pintu yang terkunci karena rasa takut mereka terhadap orang-orang Yahudi. Dapatlah dikatakan suasana ketakutan sungguh-sungguh menguasai kehidupan para murid-murid Yesus. Dengan suasana yang meliputi mereka saat itu, mereka hampir tidak dapat berbuat apa-apa, di hadapan mereka yang ada adalah bayang-bayang ketakutan, bayang-bayang kematian atau hal-hal buruk lainnya yang dapat terjadi. Inilah contoh dari apa yang disebut dengan kultur kematian, di mana kehidupan seseorang terbelenggu oleh satu keadaan tertentu yang sedang menyelimuti. Kehidupan di tengah-tengah peperangan misalnya permusuhan, kekerasan, pembodohan adalah contoh kehidupan di mana manusia terbelenggu kehidupannya.
Dalam situasi seperti itu, Yesus hadir menampakkan diri kepada mereka. Ia hadir di tengah-tengah mereka dengan kata-kata damai sejahtera. Kata-kata ini adalah ungkapan salam yang disampaikan Yesus kepada murid-murid-Nya. Salam ini adalah kebiasaan orang Yahudi yang di dalamnya mengandung itikad baik dalam relasi antara sesama manusia. Salam adalah perwujudan relasi antara sesama manusia yang bermartabat. Salam juga mengandung makna ucapan berkat yang disampaikan kepada orang-orang lain. Jadi dengan salam, ada ungkapan relasi, ada ungkapan relasi kemanusiaan yang bermartabat dari satu pihak ke satu pihak lain. Dengan demikian, dengan salam itu Yesus hendak menyatakan kasih dan rahmatNya dan bahwa Allah selalu ada dalam relasi dengan umatNya yang tak terbatas.

Dalam ayat 19, kata salam yang diucapkan Yesus artinya damai sejahtera bagi kamu. Damai itu adalah suatu kondisi dimana seseorang menemukan keadaan ketenangan batin, sukacita persaudaraan. Sedangkan sejahtera adalah suatu bentuk kehidupan yang penuh dengan sukacita, kemakmuran dan kebahagiaan.

Saudara-saudara sekalian. Dari kisah penampakan Yesus yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebangkitan Yesus, kita menemukan spirit kehidupan yang membentuk kehidupan atau kultur kehidupan. Dalam kisah penampakan Yesus, kita menemukan budaya kehidupan mengalahkan budaya kematian. Atau salam damai sejahtera mengalahkan rasa takut. Karena itu saudara-saudara sekalian, iman Kristen adalah iman yang pro kehidupan dan bukan pro kematian. Iman Kristen adalah iman yang mengusung nilai-nilai kehidupan dan bukan kematian.

Kisah Paskah menjadi salah satu bukti lewat kebangkitan Yesus bukan penderitaan dan salib yang menjadi puncak iman Kristen. Penderitaan dan salib adalah bukti cinta kasih yang menjadi tanda semangat kehidupan. Sebagai persekutuan yang mengimani kebangkitan Yesus, orang percaya turut dipanggil untuk menghidupi budaya kehidupan dalam seluruh kehidupan orang percaya. Karena itu, mari bersama-sama kita mengusung semangat kehidupan dengan menghadirkan salam damai sejahtera, persaudaraan dengan sesama tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan.

Sebagai gereja, kita harus melihat manusia dan sesama dalam kedudukan yang sama sebagai umat ciptaan Tuhan. Sebagai gereja, kita memperlakukan manusia dalam semangat cinta kasih tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Karena itu, dengan kisah penampakan Yesus, marilah kita bercermin untuk terus menerus berefleksi diri, apakah sebagai gereja budaya kehidupan telah hadir di tengah-tengah kehidupan kita? Di tengah-tengah keluarga, gereja dan masyarakat? Jika kita mengimani Yesus yang bangkit maka kita dipanggil untuk menghadirkan semangat kehidupan dan prinsip-prinsip kehidupan di dalam kehidupan kita.

Saudara-saudara sekalian. Umat Kristen ada di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia yang kita cintai ini. Bangsa kita adalah bangsa yang besar dan perbedaan-perbedaan yang ada adalah salah satu bukti dari kebesaran bangsa ini. Perbedaan-perbendaan yang ada ini dapat membawa kita ke dalam perpecahan dan disintegrasi. Budaya kematian yang diwujudkan dalam budaya kekerasan dalam bentuk intoleransi, pemaksaan kehendak dan lain-lain dapat membawa kita kepada kehancuran tetapi semangat kehidupan yang diwujudkan dalam budaya kehidupan akan membawa kita semua dalam satu kesatuan sebagai anak bangsa.

Marilah kita saling menjaga hubungan kemausiaan kita sebagai sesama ciptaan Tuhan. Menjadi pembawa damai, menjadi pejuang kehidupan yang penuh damai sejahtera di negeri yang kita cintai ini Indonesia. Selamat menikmati kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dan salam damai sejahtera untuk kita semua. Amin

Pdt. Alfred Dj. Samani, STh,MSi (Ketua Sinode Gereja Kristen Sumba)


Fotografer: Istimewa

Kristen Lainnya Lihat Semua

Pdt. Dr. Andreas Agus (Rohaniwan Kristen)
Layak Dipercaya

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan