Islam

Memperkokoh Solidaritas Dan Persaudaraan Di Tengah Ancaman Krisis Kemanusiaan 

Ilustrasi

Ilustrasi

الخطبة الأولى
لعيد الفطر المبارك


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر الله أكبر الله أكبر X3 لاإله إلاّ الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد. الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات الذي هدانا لهذا وما كنّا لنهتدي لولا أن هدانا الله. أشهد أن لاإله إلاّ الله وحده لاشريك له الذي خصّنا بخير كتاب أنزل وأكرمنا بخير نبىّ أرسل وأتمّ علينا النعمة بأعظم دين شرع دين الإسلام, اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا, وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله الذي أدّى الأمانة وبلّغ الرّسالة ونصح الأمّة وجاهد في الله حقّ جهاده وتركنا على المحجّة البيضاء ليلها كنهارها لايزيغ عنها إلاّ هالك.

اللهم صلّ وسلّم وبارك على سيدنا محمد النبيّ الكريم وعلى آله وصحابته المجاهدين الطّاهرين أجمعين. أمّا بعد,

فيا عباد الله ! اتّقوا الله حقّ تقاته ولا تموتنّ إلاّ وأنتم مسلمون, واعلموا أن يومكم هذا يوم عظيم وعيد كريم, قال عزّ وجلّ : ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكم تشكر
وقال صلّى الله عليه وسلم : زَيّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْرِ. (الطبراني، غريب، في نيل الاوطار)

صدق الله العظيم وصدق رسوله النبيّ الكريم ونحن على ذالك من الشاهدين والشّاكرين


Dalam pelaksanaan ibadah shalat idul fitri yang khidmat berselimut rahmat dan kemenangan ini, marilah kita menghaturkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas curahan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, sehingga pada pagi yang cerah ini, kita dapat berkesempatan mensyiarkan dan menunaikan salat idul fitri 1445 H dalam keadaan sehat walafiat.

Hari raya idul fitri yang disambut oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia dengan kumandang takbir, tahlil dan tahmid yang menyeruak di setiap sudut kehidupan, di masjid, di surau, di lapangan, di jalan, di gunung dan di seluruh atmosfir kehidupan, menggema memenuhi seluruh angkasa raya -sesungguhnya- adalah wujud kemenangan dan ekspresi rasa syukur kaum muslimin kepada Allah atas keberhasilannya menaklukkan hawa nafsu dan mengembalikan fithrah (kesucian jiwa) melalui serangkaian aktifitas ibadah, amal shaleh dan mujahadah selama sebulan penuh di Ramadlan yang baru saja kita lewati. Allah SWT berfirman :

ولتكملوا العدّة ولتكبّروا الله على ما هداكم ولعلّكم تشكرون

“Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu, semoga kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Baqarah : 185).

Ma’asyiral Muslimin wal ‘Aidin, As’adakumullah.

Dalam suasana hari raya kemenangan ini, marilah kita hayati kembali makna dan pesan penting kefithrahan manusia, baik sebagai ‘ibadullah (hamba Allah) mupun sebagai khalifatullah fil ardli (khalifah di bumi), terlebih dalam situasi masyarakat dan bangsa Indonesia yang baru saja menggelar hajatan nasional pesta demokrasi pemilihan umum dan dinamika krisis kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan dunia .

Pertama: ‘Idul Fithri mengandung arti kembali kepada kesucian rohani, atau ‘kembali ke asal kejadian’, atau ‘kembali kepada sikap keberagamaan yang benar’. Makna ini mengisyaratkan bahwa setiap muslim yang merayakan Idul fithri sebenarnya dia sedang merayakan kesucian rohaninya dan menikmati sikap keberagamaan yang benar. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:

..... ومن تزكّى فإنّما يتزكّى لنفسه وإلى الله المصير (18) وما يستوي الأعمى والبصير (19) ولا الّظلمات ولا النّور (20) ولا الظلّ ولا الحرور (21).

“Barang siapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya dia telah mensucikan diri untuk memperoleh kebahagiaannya sendiri. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembalimu. Bukankah tidak sama (antara) orang yang buta dengan orang yang melihat ? Bukankah pula tidak sama gelap-gulita dengan terang-benderang ? Dan bukankah juga tidak sama yang teduh dengan yang panas ?” (QS. Al-Fathir : 18-21).

Mari kita perhatikan, betapa Allah SWT membandingkan orang yang mensucikan dirinya dengan orang yang mengotori-nya laksana orang yang melihat dengan orang yang buta, laksana terang berbanding gelap, laksana teduh berlawan panas. Sungguh sebuah metafora yang patut kita renungkan. Allah seakan hendak menyatakan bahwa manusia yang fitri itu adalah yang mau melihat persoalan masyarakatnya secara empatik, kemudian berupaya mengurainya untuk terciptanya tatanan kehidupan yang adil, damai dan berkesejahteraan. Ia mampu menjadi lentera di kala gelap, menjadi payung di kala panas, menjadi garam bagi kehidupan dengan berupaya menghadirkan kemaslahatan dan prestasi untuk peradaban manusia yang lebih baik. Mereka inilah pemilik agama yang benar, hanifiyyah wa al-samhah – yang santun, tolerans dan penuh kasih sayang kepada sesama.

Allah Akbar x3 Walillahilhamdu, Hadirin Jama’ah shalat ‘Idul Fithri, Rahimakumullah.

Kedua: bahwa fithrah manusia dapat berubah dari waktu ke waktu, berubah karena pergaulan, karena pengaruh lingkungan, karena pendidikan, karena bacaan dan tontonan, bahkan karena asupan makanan dan minuman, maka agar fithrah itu tetap terpelihara dan terus bersemi dalam diri, hendaknya manusia mengacu pada pola kehidupan yang islami, yaitu pola kehidupan yang bernafaskan nilai-nilai spiritualitas dan akhlak mulia, sehingga darinya diharapkan mampu membangun insan kamil yang memiliki keteguhan iman, keluasan ilmu pengetahuan serta terampil dalam menjawab berbagai peluang dan tantangan dengan prestasi dan amal kebajikan. Untuk itu segala kebiasaan baik yang telah kita jalankan di bulan suci Ramadlan berupa pengendalian hawa nafsu, tilawah Al-Quran, berderma kepada sesama, peduli kepada sesama, bertutur kata yang jujur serta berbagai amal kebajikan lain hendaknya tetap dirawat dan ditingkatkan sedemikian rupa agar menjadi tradisi yang mulia dalam diri, keluarga dan masyarakat, terlebih di tengah disrupsi kehidupan manusia yang semakin krisis spiritualitas dan empati kemanusiaan. Umat beragama harus mampu tampil terdepan menjadi pionir perubahan dalam menegakkan kebajikan, perdamaian dan terwujudnya kemaslahatan.

Dengan menghayati pesan esensial ajaran agama, mari kita tegaskan kembali bahwa segala aktifitas ibadah yang kita laksanakan hendaknya tidak terjebak pada rutinitas ritual yang kering makna, akan tetapi amaliyah ibadah yang kita laksanakan seharusnya mampu mengaktualisasikan maqashid (tujuan asasi) dan hikmah tasyri’ di balik setiap pelaksanaan ibadah, yaitu untuk menata dan memuliakan harkat dan martabat kemanusiaan. Sebab seluruh amal ibadah yang disyariatkan Islam sesungguhnya oleh dan untuk kemaslahatan manusia itu sendiri, :

اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.

Ramadlan adalah madrasah kehidupan, sukses Ramadhan sesungguhnya tidak diukur pada saat sedang berlangsung akan tetapi justru dilihat dari sebelas bulan yang akan dijalaninya ke depan. Adakah ia mampu melakukan perubahan dan perbaikan dirinya menjadi pribadi muttaqin?, adakah ia tetap konsisten menjaga amaliah kebajikan selama Ramadlan untuk tegaknya keluhuran diri serta kebaikan lingkungannya? Semua berpulang kepada penghayatan dan komitmen dirinya. Para ulama mengajarkan dalam petuah mulianya: “Kun Ilahiyyan wala takun Ramdlaniyyan”, jadilah engkau sebagai hamba Allah yang sejati, bukan hamba Ramadlan yang datang dan pergi.

Allahu Akbar X3, Walillahilhamdu, Hadirin yang dirahmati Allah…

Ketiga: adalah merupakan sunnatullaah bila dinamika kehidupan diwarnai dengan susah dan senang, peluang dan tantangan, tangis dan tawa, anugrah dan musibah yang acap kali menghiasi perjalanan hidup. Orang bijak menyatakan, “kehidupan laksana roda berputar”, sekali waktu bertengger di atas, waktu lain tergilas di bawah, ia laksana samudra yang tak pernah sepi dari deburan gelombang. Segala yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan dari Yang Maha Kuasa, tidak ada sesuatu apapun yang abadi, apalagi untuk disombongkan. Berapa banyak orang kemaren sebagai penguasa dengan segala kemewahannya, sekarang hidup dibalik jeruji penjara, kemaren bergelimang harta, saat ini miskin papa, kemaren mereka yang kita cinta masih berkumpul bercengkrama, saat ini telah meninggalkan kita selama-lamanya. Itulah lingkaran roda kehidupan dan kita semua sedang berputar bersamanya. Sungguh betapa amat lemahnya manusia di hadapan kuasa dan kebesaran Allah SWT.

Sebagai seorang mukmin, kita meyakini bahwa tidak ada peristiwa apapun berlalu dengan sia-sia begitu saja tapi ia sarat dengan pelajaran dan makna. Tidak ada celah kata menyerah akan tetapi harus tetap optimis menggapai rahmatNya, bekerja keras seraya mengharap pertolonganNya. Orang mukmin akan terus berusaha menegakkan dakwah, merajut ukhuwah, menebar marhamah dan menjawab segala tantangan kehidupan dengan penuh kesungguhan, karena ia menyedari bahwa segala amal dan perbuatannya adalah wujud pengabdian dan ibadah sebagai khalifatullah fil ardli.

Dalam puasa terkandung pesan ibadah ritual dan sosial sekaligus. Orang yang sedang melaksanakan puasa, ketika merasakan lapar dan dahaga, maka pada saat itulah mereka merasakan betapa sulit dan pahitnya kehidupan orang-orang yang lemah dan miskin papa, supaya hatinya tergerak dan bangkit menyayangi dan menyantuni mereka. Itulah sebabnya, pada akhir Ramadhan kita diwajibkan mengeluarkan zakat sebagai wujud kepedulian dan solidaritas kita untuk menghadirkan kebahagiaan dan kesejahteraan kepada sesama.

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Pada sisi lain, dalam konteks masyarakat Indonesia yang sangat majemuk ini, keragaman tafsir keagamaan dan pilihan politik seringkali melahirkan potensi konflik yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan. Sebagai umat beragama, memang kita menyadari sepenuhnya bahwa keragaman tafsir dan politik adalah hal yang niscaya, justru berkat keragaman itu kita dapat mewarisi peradaban bangsa yang sangat kaya. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, dan jika masing-masing ingin menang sendiri, dan jika masing-masing hanya dapat menuntut, bukan memberi, maka alih-alih membawa rahmat, keragaman itu bukan tidak mungkin menimbulkan kerusakan dan mafsadat.

Untuk itu, mari kita jadikan momentum Idulfitri ini sebagai trigger agar kita mampu menjadi pribadi yang lebih baik, menjadi umat yang lebih baik, menjadi bangsa yang lebih baik, yang lebih mengedepankan kebersamaan, gotong royong, guyub dan rukun ketimbang pertikaian dan perselisihan yang justru merendahkan kita sendiri. Terlebih antarsesama muslim, kita memiliki tanggungjawab personal dan sosial untuk merawat tali persaudaraan itu. Setajam apapun perbedaan tafsir keagamaan dan baju politik, kita adalah saudara. Perbedaan memang sebuah keniscayaan, namun kasih sayang dan cinta sebagai sesama saudara, apalagi yang didasarkan pada satu keyakinan yang sama, seyogyanya dapat mempersatukan, meski tanpa harus menyamakan. Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman:

وَجَبَت مَحَبَّتِي لِلمُتَحَابِّين فِيَّ، وَالمُتَجَالِسِينَ فِيَّ، وَالمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ، وَالمُتَبَاذِلِينَ في

“Cinta-Ku (Allah Swt) Kupersembahkan bagi orang yang saling menyayangi karena Aku, orang yang mau duduk bersama karena Aku, orang yang sukahati saling mengunjungi karena Aku, dan orang yang ikhlas bergantian berbagi karena Aku.”

Idul fitri adalah momentum emas untuk memperkuat solidaritas kemanusiaan kita dengan saling peduli, berbagi dan menghargai, saling merajut silaturrahmi, menyapa dan memaafkan serta mengaktualisasikan nilai-nilai fithrah dalam perbuatan nyata dan prilaku mulia.

Semoga Allah SWT senantiasa menganugrahi kekuatan dan bimbingan kepada kita agar tergolong sebagai hamba-hamba-Nya yang mampu menghiasi diri dengan sifat dan prilaku orang-orang muttaqin, juga berhasil merawat kesucian diri dan memperoleh kemenangan di hari raya yang fitri. Semoga momentum idul fitri juga benar-benar mampu mengantarkan tatanan kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai agama, akhlak mulia, kebersamaan dan kasih sayang dan saling peduli demi terciptanya tatanan masyarakat yang bermartabat, berkeadilan, bersejahteraan dan berkeadaban di bawah naungan ridla, maghfirah dan kasih sayang Allah SWT. Amin, Ya Mujibassaailiin.


الخطبة الثانية
لعيد الفطر المبارك

الله أكبر X7 الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا. الحمد لله الذي أعاد العيد وكرّر نحمده سبحانه أن خلق وصوّر. أشهد أن لا إله إلاّ الله وحده لا شريك له شهادة يثقل بها الميزان في المخشر وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله المبعوث إلى كافة البشر. اللهمّ فصلّ وسلّم وبارك على سيّدنا محمّد وعلى آله وأصحابه الشّرف الأفخر. أمّا بعد,

فيا أيّها المؤمنون ! اتقواالله فيما أمر وانتهوا عمّا نهى عنه وحذر, واعلموا أنّ الله تعالى صلّى على نبيّه قديما فقال تعالى : إنّ الله وملائكته يصلّون على النّبي يا أيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ صلّ على سيّدنا محمد خير الخلق صاحب الصدق الأمين وارض اللهمّ عن كلّ الصحابة أجمعين وعن التابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين ويا أرحم الرّاحمين,

أَللّهُمَّ اغْفِرْلَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ, رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ بِاْلأِيْماَنِ كاَمِلِيْنَ وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ وَلِلدَّعْوَةِ حَامِلِيْنَ وَبِاْلإِسْلاَمِ مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِي اْلآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ وَلِلنِّعاَمِ شاَكِرِيْنَ وَعَلَى اْلبَلاَءِ صاَبِرِيْنَ.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ بِلاَدَنَا هَذَا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ سَخَاءً رَخاَءً، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَ بِناَ سُوْأً فَاَشْغِلْهُ فِي نَفْسِهِ وَمَنْ كَادَنَا فَكِدْهُ وَاجْعَلْ تَدْمِيْرَهُ تَدْبِيْرَهُ, اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ فِيْ ضَمَانِكَ وَأَمَانِكَ وَبِرِّكَ وَاِحْسَانِكَ وَاحْرُسْ بِعَيْنِكَ الَّتِيْ لاَ تَناَمُ وَاحْفَظْناَ بِرُكْنِكَ الَّذِيْ لاَ يُرَامُ. اَللَّهُمَّ اَعِزِّ الإسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَاَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَنَا وَأَعْدَاءَ الدِّيْنِ, ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلاّ للذين آمنوا ربّنا إنك غفور رحيم, ربنا هب لنا من أزواجنا وذرّيّاتنا قرّة أعين واجعلنا للمتّقين إماما, ربنا لاتزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهّاب, ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار والحمد لله ربّ العالمين. آمين.

Dr. KH. Khoirul Huda Basyir, Lc. M.Si (Kabag Kerjasama Luar Negeri Kementerian Agama RI, Pengurus Lembaga Dakwah PBNU dan Pengasuh PPTQ. Al Kaukab Bojong Nangka Gunung Putri Bogor.)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Islam Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua