Kristen

Layak Dipercaya

Pdt. Dr. Andreas Agus (Rohaniwan Kristen)

Pdt. Dr. Andreas Agus (Rohaniwan Kristen)

Beriman pada dasarnya adalah mempercayai sesuatu yang diimani. Namun sayangnya secara faktual iman sering dimengerti secara subyektif belaka. Subyektif di sini, hanya dipahami dari sudut pandang kita, manusia saja, lupa memahaminya dari sudut pandang Tuhan.

Tragisnya lagi, subyektifitas pemahaman tentang iman tersebut, sering hanya berkutat pada pengertian bahwa iman adalah ‘cara manusia untuk mendapatkan segala sesuatu yang mustahil dalam hidupnya’, cara mengubah apa yang mustahil menjadi tidak mustahil. Itulah pemahaman subyektif dan sering menjadi satu-satunya pemahaman mayoritas tentang iman.

Kehadiran umat Tuhan ke rumah-rumah ibadah yang kita sebut dengan gereja, hampir sebagian besar demi mengubah apa yang mustahil menjadi tidak mustahil. Hanya selalu menekankan pengalaman-pengalaman adikodrati: lumpuh-berjalan, buta-melihat, miskin-menjadi kaya, susah-menjadi senang, dan lain-lain. Lalu bagi mereka yang tidak mendapatkan semuanya itu dianggap sebagai orang-orang yang tidak beriman, atau paling tidak dianggap imannya tipis. Sungguh menyedihkan!

Progresifitas Makna Iman

Iman dalam Bahasa Ibrani, bahasa asli yang dipakai untuk menulis kitab-kitab Perjanjian Lama, disebutkan dengan kata emunah. Kata ini berasal dari kata aman, yang arti literalnya adalah ‘mendukung dengan tangan’, ‘membawa seorang anak kecil’. (Bilangan 11:12, Ratapan 4:5). Hampir sebagian besar dari kisah yang diceritakan tentang umat Israel di dalam Perjanjian Lama, sebenarnya mewakili cara Allah hendak membangkitkan terlebih dahulu rasa percaya diri dari bangsa Israel. Allah seolah ‘memanjakan’ mereka dengan berbagai perlakuan-perlakuan istimewa yang Ia janjikan dan buktikan kepada mereka.

Sejak dari Tanah Mesir hingga mendiami Tanah Kanaan (dari Kitab Kejadian hingga Kitab Ulangan): Laut Kolsom terbelah; Mengirim manna ketika bangsa Israel kelaparan; Mengalahkan bangsa-bangsa kafir dan memenangkan peperangan bagi Israel; Menjadikan Tanah Kanaan menjadi tanah yang sungguh-sungguh berlimpah dengan susu dan madu, dan lain sebagainya. Tindakan-tindakan ini dilakukan demi membangkitkan rasa percaya dari sebuah bangsa yang sudah ratusan tahun diperbudak dan ditindas oleh bangsa Mesir di bawah kekuasaan Firaun. Walaupun berbagai aturan ketat juga diberikan, dalam bentuk Taurat, demi menata dan mengelola bangsa yang banyak jumlahnya ini, agar dapat menyelesaikan perjalanannya dari Mesir menuju Tanah Kanaan, serta demi dapat dimulainya sebuah pemerintahan baru di tanah yang dijanjikan Tuhan kepada nenek moyang mereka. Sebuah upaya demi meningkatkan martabat bangsa yang Tuhan jadikan menjadi umat pilihan-Nya.

Sebuah pemahaman yang ternyata berbeda sekali dengan apa yang dimiliki oleh Perjanjian Baru. Pada bagian ini kita melihat bahwa ternyata terdapat progresifitas pemahaman yang meningkat dari konsep iman di dalam keseluruhan isi Alkitab. Jika Perjanjian Lama, nampak pemahamannya berada pada konsep atau level yang jauh lebih kekanak-kanakan, sementara Perjanjian Baru mengajak kita untuk jauh lebih dewasa dalam memaknai iman. Dalam Perjanjian Baru, iman disebutkan dengan kata pistis, atau pisteuo dari akar kata peitho, yang memiliki arti: Matius 9:22, Ibrani 11:1

Conviction

A conviction or beliaef respecting man’s relationship to God and divine things. Keyakinan atau sebuah kepercaaan yang menghargai hubungan antara manusia dengan Tuhan atau sesuatu yang ilahi. Memahami hal ini kita menjadi sangat perlu menggarisbawahi kata menghargai, bukan memanfaatkan, atau mengakali hubungan yang kita miliki dengan Tuhan. Sikap-sikap yang luhur dan berkuaitas seharusnya ditunjukkan ketika kita mengaku diri sebagai manusia yang beriman. Menjunjung tinggi realitas keberadaan Allah, dan menghormati kehadiran Sang Kristus bagi keselamatan hidup manusia.

Seharusnya manusia tahu bahwa Allah adalah Pribadi yang tidak mungkin bisa dicurangi atau diakali, hanya saja acap kali manusia menjadi buta dan lupa realita. Hanya gara-gara keinginan daging semata, yaitu demi terselesaikannya permasalahan hidupnya, ia dengan berani datang dan merayu Tuhan dengan uang persembahannya, dengan tangisan, dan dengan berbagai hal lainnya. Ia pikir Tuhan serupa jin atau penunggu tempat keramat yang bisa disuap dengan berbagai benda atau aktifitas fana sehingga Ia terpaksa mengabulkan doa manusia. Betapa rendah pemahaman iman yang demikian, padahal bukti seseorang beriman adalah ketika ia sangat menghargai hubungan yang terjalin antara dirinya dengan Tuhan Sang Pencipta alam semesta ini. Ia akan selalu berusaha mendahulukan kehendak Sang Pencipta dibandingkan dengan segala kehendak dirinya.

Fidelity

Arti atau makna kedua dari pistis adalah ‘kesetiaan’. Bagian yang tidak dapat dilihat hanya dalam waktu satu dua hari saja. Tidak mungkin diakui hanya melalui satu atau dua peristiwa kehidupan saja. Namun keberadaan yang akan dapat dilihat ketika seseorang telah melewati masa panjang kehidupan, bahkan hingga akhir hayatnya. Serta melalui berbagai macam peristiwa, barulah seseorang mampu membuktikan diri sebagai manusia yang berkualitas. Manusia yang tidak bisa dianggap remeh keberadaannya. Ia tidak berpindah ke lain hati, sekalipun rumput tetangga nampak lebih hijau. Kita tetap menjadi pengikut setia dari Sang Kristus.

Dalam istilah media sosial kita mengenal apa yang disebut dengan viewer (penonton) dan subscriber (pelanggan). Seorang viewer hanya sekadar melihat atau menonton saja, namun berbeda bagi seorang subscriber.

Seorang subscriber akan selalu setia mengikuti dan memperhatikan akun orang yang ia kagumi. Apapun yang dilakukan oleh pribadi yang Ia kagumi, dengan penuh semangat akan ia perhatikan, dan bahkan akan ia tiru dan peragakan di dalam kehidupan nyata. Pada chanel media sosial, youtube misalnya, dengan sukarela ia akan menekan lonceng, supaya setiap kali ada notifikasi, pemberitahuan tentang hal baru yang diunggah oleh pribadi yang ia kagumi itu, dapat setiap saat ia ketahui. Sehingga ia tidak ketinggalan berita berkaitan dengan pribadi tersebut. Lebih setia lagi ketika ia dengan penuh semangat, tanpa menunggu notifikasi, selalu mencari tahu terlebih dahulu tentang informasi-informasi terbaru mengenai pribadi yang ia kagumi tersebut. Ia tidak puas, sebelum mengetahui unggahan terbaru dari sang pujaan.

Demikian pula salah satu makna esensial dari iman, bahwa kesetiaan kita kepada Allah, sudah seharusnya ada pada tingkat subscriber, ‘pelanggan setia’ Tuhan, yang tidak pernah mau ketinggalan untuk selalu memperhatikan, mencari tahu, dan juga selalu menantikan ‘unggahan terbaru’ dari-Nya. Dengan sukarela dan penuh sukacita, selalu menantikan kehendak-Nya dinyatakan di dalam kehidupan kita, yang selanjutnya menjadi patron hidup yang akan senantiasa kita peragakan di dalam realitas hidup kita, kita jadikan kehendak-Nya sebagai gaya hidup kita.

Faithfulness

Arti atau makna ketiga adalah ‘kepatuhan’. Kata ini nampak sederhana, namun sebenarnya sulit dilakukan. Nampak gampang diucapkan namun rumit untuk dibuktikan. Untuk patuh, membutuhkan kerelaan memendam dalam-dalam berbagai macam hasrat keinginan dan ego yang kita miliki dan menggantikannya dengan kalimat, “Kehendak-Mu yang jadi.” (Mat. 26:29, 42). Sebuah bukti hidup yang tidak mudah untuk dilakukan, namun wajib untuk diperjuangkan.

Ada sebuah kisah tentang jangkrik bernama Rambo. Jangkrik Rambo ini adalah jangkrik yang dilatih dengan gaya militer oleh pemiliknya. Kebetulan pemiliknya adalah seorang Madura. Hasilnya, betul, jangkrik ini selalu menang jika diadu dengan jangkrik yang lainnya.

Suatu kali karena Pak Madura ini membutuhkan sejumlah uang, maka ia terpaksa harus menjual Si Rambo. Dengan gaya dan logat Madura-nya yang kental, bapak ini menawarkan kepada setiap orang yang berlalu lalang di pasar. Lalu mampirlah seorang anak muda ke lapak Pak Madura, karena tertarik atas tawaran khas dari Pak Madura. Dibelilah Si Rambo dengan harga fantastis, limapuluh juta rupiah karena kebetulan si anak muda ini adalah seorang penggemar jangkrik.

Pergilah Si Anak Muda itu dengan riang dan penuh harapan bahwa jangkrik yang baru dibelinya itu akan selalu menang jika diadu dengan jangkrik lainnya. Hari-hari berikutnya adalah hari-hari penuh petualangan bagi si anak muda itu dan Rambo, si jangkrik tak pernah kalah. Lima kali, sepuluh kali, lima belas kali, sembilan belas kali, Si Jangkrik Rambo bertarung melawan jangkrik-jangkrik lainnya, dan dia selalu menang.

Namun anehnya pada pertarungan yang ke-20, Si Rambo mengalami kekalahan, dan hal itu mengagetkan Si Anak Muda tadi. Untuk menjawab rasa penasarannya, ia meminta pertarungan ulang antara Si Rambo dan lawan ke-20 nya. Dua kali, tiga kali hingga ke empat kali pun Si Rambo tetap kalah.

Si Anak Muda ini langsung teringat Pak Madura, yang menjual Jangrik Rambo itu kepadanya. Ia merasa tertipu oleh ulah Pak Madura tersebut, lalu ia bergegas menemui Pak Madura di pasar kota itu, karena ternyata Pak Madura telah beralih profesi sebagai penjual jangkrik, karena menurutnya menjual jangkrik ternyata lebih menguntungkan dibandingkan dengan profesi lainnya.

Demi melihat Pak Madura yang sedang memasarkan jangkrik-jangkrik lainnya, Si Anak Muda itu segera mencecar Pak Madura dengan pertanyaan dan omelan yang diakibatkan oleh kalahnya Si Rambo dalam pertandingannya yang ke-20. Namun dengan tenang Pak Madura berkata, bahwa ia ingin melihat jangrik macam apa yang mampu mengalahkan Si Rambo. Mereka berdua dengan membawa Si Jangkrik Rambo tadi berjalan bersama-sama untuk menemui si jangkrik yang mampu mengalahkan Rambo.

Pertarungan pun dimulai. Pertarungan pertama, Rambo kalah telak, pertarungan kedua sama saja, pertarungan ketiga apalagi. Masih penasaran, Pak Madura meminta pertarungan hingga yang kelima kalinya, dan tetap saja Rambo kalah telak. Lalu dengan penuh ketenangan Pak Madura itu mengambil jangkrik yang telah mengalahkan Rambo hingga sembilan kali tersebut, dan melihatnya dengan dekat. Dengan gaya yang meyakinkan Pak Madura itu berucap, “Lho, inikan komandannya Rambo dik. Ya Rambo ‘ndak bakal menang, Rambo pasti kalah, dik.” “’Ndak, mungkin Rambo berani ‘nglawan komandannya, dia pasti tunduk, patuh sama komandannya, dik.”

Kisah ini hendak mengingatkan kepada kita, bahwa manusia jauh lebih cerdas dan berkualitas kemampuan berpikir dan bersikapnya. Untuk itu, sudah seharusnya ketaatan dan kepatuhan yang berkualitas pula yang ditunjukkannya kepada Tuhan, saat manusia mengaku diri sebagai makhluk yang beriman.

Merangkum semua penjelasan di atas, sadarlah kita, bahwa ketiga nilai utama dari iman inilah yang wajib kita perjuangkan. Menjadi sebuah pembeda yang utama dari nilai esensial iman milik Perjanjian Lama. Nilai esensial iman yang ternyata jauh berproses mengarah kepada kedewasaan, menjadi sebuah kondisi yang mewakili karakter mulia dari ciptaan Allah. The character of one who can be relied on. Sebuah karakter dari seseorang yang dapat diandalkan. Selamat berjuang! Tuhan Yesus memberkati!

Pdt. Dr. Andreas Agus (Rohaniwan Kristen)


Fotografer: Istimewa

Kristen Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua