Nasional

Mengenal Jetty Maynur, Sosok di Balik Kelas Digital dan Lingkungan Belajar Menyenangkan di Madrasah

Jetty Maynur,  Kepala MIN 3 Kota Tangerang Selatan, Banten

Jetty Maynur, Kepala MIN 3 Kota Tangerang Selatan, Banten

Tangerang Selatan (Kemenag) - Jetty Maynur adalah seorang perempuan yang telah lama berkiprah di dunia pendidikan. Kariernya bermula sejak mendirikan madrasah swasta di Pamulang pada 1993. Menjadi pegawai negeri pada 1999 dan diamanahi sebagai Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kabupaten Tangerang (kini MTSN 1 Kota Tangerang Selatan) selama hampir tujuh tahun.

Selanjutnya, Jetty ditugaskan sebagai Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Cempaka Putih Ciputat (yang kemudian berubah nama menjadi MIN 2 Kota Tangerang Selatan) sejak 2007 hingga 2019. Semula MIN 2 Kota Tangerang Selatan sepi peminat, tetapi berkat keterampilan dan kegigihan Jetty, madrasah tersebut akhirnya menjadi favorit.

Mulai dari menjaga kebersihan, menciptakan kedisiplinan guru, hingga membuat lingkungan belajar yang nyaman bagi peserta didik menjadi perhatian Jetty. Hal itu berdampak positif bagi MIN 2 Kota Tangerang Selatan yang saat ini memiliki banyak torehan prestasi gemilang. Kesuksesan Jetty itu kemudian dituliskannya dalam buku yang telah ia terbitkan berjudul ‘Mimpi Besar’.

Kesuksesan Jetty tak berhenti sampai di situ. Seorang perempuan yang kerap mengucap subhanallah sebagai rasa takjub dan alhamdulillah sebagai wujud syukur kepada Allah itu memang nyata-nyata memiliki mimpi besar untuk berperan aktif di dunia pendidikan.

Pada Februari 2019, Jetty mendapatkan amanah menjadi Kepala MIN 3 Kota Tangerang Selatan yang terletak di Villa Dago Tol Raya Blok H RW 20 Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat. Baginya, madrasah ini bukan hal baru karena merupakan filial atau kelas jauh dari MIN 2 Kota Tangerang Selatan, tempat ia mengabdi sebelumnya.

Sebenarnya, Jetty memiliki dua tugas sekaligus saat masih bertugas di MIN 2 Kota Tangerang Selatan. Ia harus membangun madrasah inti sekaligus mengembangkan filialnya. Jetty merasa, awal membangun filial itu tidak mudah lantaran tidak ada dananya.
Kemudian ia menyiasati dengan cara cemerlang. Satu gedung dimasukkan ke dalam perencanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) MIN 2 Kota Tangerang Selatan sementara satu gedung lainnya mendapat sumbangsih dari masyarakat saat menyekolahkan anaknya ke filial itu.

Proses penegerian MIN 3 Kota Tangerang Selatan pun berjalan panjang, yakni selama delapan tahun sejak didirikan pada 2010. Pada Desember 2018, Kementerian Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) yang menetapkan sekolah filial itu menjadi MIN 3 Kota Tangerang Selatan.

Pekerjaan Pertama

Saat pertama kali ditugaskan menjadi Kepala MIN 3 Kota Tangerang Selatan, Jetty mendapati kedisiplinan guru yang masih cukup longgar dan sikap para guru yang kurang ramah anak. Misalnya, terdapat ungkapan kasar kepada siswa dan towelan guru ke kepala siswa. Ia kerap menerima komplain dari para wali murid mengenai hal itu.

“Itu sedih banget. Karena bagi saya, seharusnya seorang guru tidak melakukan hal demikian. Ini menjadi tantangan bagi saya,” kata Jetty dengan raut wajah yang menampakkan ekspresi kesedihan.

Ia lalu mengajak semua dewan guru untuk bersama-sama membenahi MIN 3 Kota Tangerang Selatan itu. Jetty mendorong para guru melek terhadap prinsip madrasah ramah anak.

Bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Anak (PPPA) Kota Tangerang Selatan, ia beserta para guru di MIN 3 Kota Tangerang Selatan membuat Deklarasi Ramah Anak. Dari sini tercipta komitmen untuk bisa melindungi hak anak-anak di madrasah. Setelah itu, guru-guru sudah tak lagi berani mengatakan atau berbuat sesuatu yang tidak baik kepada siswa.

Smart Digital Class

Saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada Maret 2020, ia bercerita, para guru sempat bingung karena seluruh kegiatan sekolah harus dihentikan. Kegiatan belajar mengajar dilakukan dari rumah melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kondisi tersebut memicu Jetty berpikir keras bagaimana menciptakan pembelajaran di masa pandemi yang efektif.

Ia memulai dengan mencoba mengembangkan Home Based Learning (HBL), kurikulum berbasis rumah. Hal ini merupakan cara agar seluruh kegiatan di dalam rumah bisa mengikat KI/KD (Kompetensi Inti/Kompetensi Dasar) sehingga pembelajaran menjadi aman dan menyenangkan dari rumah.

Melalui HBL, ia berharap tugas anak yang dilakukan bersama orang tuanya seperti membersihkan kamar, mencuci piring, menanam tanaman, membuang sampah, dan mengolah sampah menjadi pupuk merupakan kegiatan yang menarik di dalamnya.

Namun HBL ini ternyata menimbulkan masalah, terutama saat memastikan pembelajaran KD seperti matematika, sains, hafalan Al-Qur’an, dan pendidikan karakter bisa tetap berjalan di rumah.

Sebagai solusi, ia mencetuskan Smart Digital Class atau Kelas Digital Cerdas. Cara ini dibuat dengan sangat sederhana, terlebih seluruh kelas di MIN 3 Kota Tangerang Selatan ini sudah memiliki infokus dan LCD. Dari berbagai tutorial yang disaksikan melalui Youtube, Jetty kemudian memahami cara membuat kelas digital ini.

“Kalau kita punya infokus, bisa dikembangkan dan ditambahkan dongle, web, dan segala macam perangkat. Nanti anak-anak bisa belajar di rumah dan guru-guru mengajar dari kelas. Ketika guru mengajar, anak-anak bisa melihat berbagai kegiatan yang ada di dalam kelas. Itu menjadi obat rindu bagi mereka,” kata Jetty.

Proses pembuatan kelas digital ini berlangsung selama dua bulan dengan berbagai kegagalan yang dialami. Namun Jetyy yakin, hal tersebut merupakan tantangan, hingga akhirnya berhasil. Menurutnya, pembuatan kelas digital ternyata tidak mahal.

“Jadi ketika kita sudah punya LCD, tinggal beli alat-alat itu tidak sampai Rp1 juta, akhirnya kita kembangkan. Kami punya 14 kelas, kami coba semua kelas itu dengan alat tersebut, sehingga hanya membutuhkan sekitar Rp14 juta untuk bisa melakukan Digital Class,” tambah Jetty.

Kelas digital ini menjadi inspirasi karena diceritakan kepada para kepala madrasah lain. Semula mereka tidak percaya dengan keberhasilan Jetty ini karena bisa dibuat dengan biaya murah, sehingga mereka mendatangi MIN 3 Kota Tangerang Selatan dan melihat cara kerja kelas digital, terlebih saat melihat papan cerdas.

“Papan cerdas itu papan tulis biasa bagi kami, papan tulis kami kan sudah kaca, lalu kita membelikan sebuah alat untuk bisa touch screen (layar sentuh). Jadi kami menyebutnya papan tulis cerdas,” terang Jetty.

Jetty bercerita, pada 2006 pernah melakukan studi banding ke Australia, karena membawa madrasah swasta yang ia dirikan mampu berprestasi sampai tingkat nasional. Di Negeri Kangguru itu, Jetty melihat ada papan tulis cerdas. Namun saat itu, baginya, harga untuk membuat kelas digital berupa papan tulis cerdas itu sangat mahal dan mustahil bisa dimiliki madrasah.

Akan tetapi, pandemi Covid-19 memiliki hikmah tersendiri karena membuat Jetty harus berpikir out of the box. Ia merasa dipaksa keluar dari zona nyaman untuk mencari terobosan baru sehingga mimpinya pada 2006 untuk membuat kelas digital itu bisa diwujudkan pada 2021 di MIN 3 Kota Tangerang Selatan.

Saat ini, kelas digital dengan papan tulis cerdas tersebut menjadi inspirasi bagi para Kepala MAN yang kemudian banyak berdatangan ke MIN 3 Kota Tangerang Selatan. Mereka menyatakan tidak malu belajar dari MIN dan mencoba sendiri membuat papan tulis cerdas di madrasahnya masing-masing.

Salah satu Kepala MAN di Jawa Barat, setelah pulang dari MIN 3 Kota Tangerang Selatan dan melihat cara kerja kelas digital itu akhirnya membuat kelas digital di semua kelasnya. Bahkan beberapa sekolah lain pun ingin mencoba kelas digital tersebut.

Mereka tertantang karena kelas digital ini ternyata menjadi jawaban ketika pandemi, terutama saat diberlakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas yang dihadiri 50 persen siswa di kelas dan 50 persen lainnya belajar dari rumah.

Kata Jetty, kalau pemberlakuan PTM Terbatas itu tidak menerapkan digital kelas sebagaimana yang terdapat di MIN 3 Kota Tangerang Selatan, maka para guru akan direpotkan dengan membuat dua metode pembelajaran sekaligus, yakni metode untuk PTM dan PJJ. Tetapi dengan kelas digital itu, guru bisa belajar dengan para siswa di kelas dan di rumah dalam waktu bersamaan. Kemajuan yang luar biasa ini mendapat apresiasi dari orang tua siswa.

Pengalamannya membuat kelas digital itu dituliskannya dalam buku yang akan diterbitkan Gramedia dan diluncurkan pada 25 November 2021, bertepatan dengan Hari Guru Nasional. Di buku itu, terdapat 19 Kepala MIN yang menulis best practice. Sementara Jetty menuliskan best practice tentang kelas digital dan HBL yang merupakan kreasi kurikulum ketika anak-anak belajar dari rumah.

Gerakan Sekolah Menyenangkan

Selain sukses menerapkan kelas digital, Jetty juga mengembangkan berbagai metode pembelajaran dan lingkungan belajar yang menyenangkan dari Gerakan Sekolah Menyenangkan, sebuah komunitas para penggerak pendidikan yang berpusat di Yogyakarta.

Ia lolos sebagai fasilitator dan dikirim ke Yogyakarta untuk mengikuti pelatihan selama satu pekan. Bahkan ada beberapa guru dari Australia yang memberikan materi-materi untuk mengembangkan bakat dan minat anak-anak, sehingga menghasilkan attitude yang baik.

Setelah mengikuti pelatihan, Jetty mengembangkan Gerakan Sekolah Menyenangkan di MIN 3 Kota Tangerang Selatan. Gerakan ini mengajarkan kedisiplinan, baik ke pada siswa maupun guru, tetapi dengan cara sederhana yang menyenangkan.

Jetty menerapkan nilai yang terdapat dalam Gerakan Sekolah Menyenangkan, salah satunya mengajarkan kepada para guru agar mampu menjadi madrasah sebagai life skill (keterampilan hidup) dan social skill (keterampilan sosial).

Life skill mengajarkan anak pada kehidupan, sedangkan social skill mengajarkan pada anak-anak sebagai makhluk sosial, sehingga para guru tidak lagi terjebak pada content skill (keterampilan konten) yang hanya mengajarkan kepandaian dan kecerdasan saja tetapi mereka tidak terasah dalam rasa, olah pikir, juga olah raga yang baik.

Di Gerakan Sekolah Menyenangkan, ada hal-hal prinsip yang bisa dikembangkan. Pertama, menciptakan lingkungan belajar yang etis dan positif. Itu bisa dimulai dengan disiplin tanpa kekerasan. Salah satunya, para siswa bisa menghafal Al-Qur’an dengan cara menyenangkan melalui dompet hafalan.

Setiap anak, saban hari, akan berlomba untuk memasukkan namanya di dalam dompet hafalan yang menjadi pemicu para siswa untuk mau menghafal Al-Qur’an tanpa paksaan. Melainkan timbul dari kesadaran diri masing-masing untuk menghafal surat-surat di dalam kitab suci.

Kemudian ada pula Bintang Kebaikan. Setiap siswa diajak untuk berlomba berbuat kebaikan sehingga akan diganjar tanda bintang. Ketika mereka mendapatkan bintang kebaikan setiap hari, secara otomatis mereka akan melaporkannya kepada orang tua.

“Ini adalah aura positif, menanamkan karakter nilai-nilai kebaikan pada anak tanpa sadar, mereka dengan ‘bermain’ tetapi ternyata bisa menghasilkan karakter yang baik. Ini yang dikatakan menciptakan lingkungan belajar yang etis dan positif,” kata Jetty.

Jetty juga membuat berbagai kegiatan untuk membentuk karakter baik pada anak. Dalam hal ini, Gerakan Sekolah Menyenangkan menyatu dengan konsep sekolah ramah anak, sehingga tidak ada lagi perilaku bullying di sekolah. Kakak kelas akan menghargai adiknya. Hal ini disebut dengan konsep body student.

Saat upacara bendera setiap Senin, misalnya, siswa kelas enam diminta untuk mendampingi adik kelas satu. Sementara kelas lima mendampingi adik kelas dua dan kakak kelas empat mendampingi adik kelas tiga.

Dari cara kerja seperti itu, terciptalah perasaan saling menghargai dan membentuk rasa saling asah-asih-asuh. Ketika kakak kelas akan memeriksa gigi dan kuku adik kelasnya, secara otomatis akan menimbulkan kesadaran bahwa seorang kakak harus menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya. Begitu pula adik kelas yang dengan sendirinya meniru keteladanan kakak kelas.

“Pembinaan karakter pada body student ini, betul-betul menyetop bullying. Semua saling menghargai satu sama lain,” terang Jetty.

MIN 3 Kota Tangerang Selatan juga menerapkan Project Based Learning untuk melatih para siswa dalam membuat berbagai kegiatan berbasis project. Saat PJJ, anak-anak melakukan kegiatan bersama orang tua di rumah. Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua siswa dalam menyelesaikan Project Based Learning yang diberikan.

Misalnya, ujar Jetty, ketika anak belajar menanak nasi, diberikan pemahaman tentang proses pembuatan nasi mulai dari perjuangan para petani saat menanam padi, dipanen, diolah, lalu dijual oleh pedagang di pasar, dibeli ibu di rumah, kemudian nasi ditanak, hingga pemahaman mengenai kandungan gizi yang terdapat di dalam nasi.

“Pembelajaran Project Based Learning ini membuat anak-anak tertantang untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat,” tegas Jetty.

Kemudian ada Problem Based Learning untuk menyelesaikan sebuah masalah. Saat musim hujan tiba, anak-anak akan mendapatkan pemahaman baru tentang sebab terjadinya banjir. Misalnya, ternyata permukiman sudah jarang resapan air karena rata-rata sudah disemen sehingga ketika air hujan turun tidak bisa menyerap lagi ke tanah.

Terobosannya, anak-anak diajarkan membuat biopori di sekitar rumah dengan kedalaman satu meter untuk dijadikan sebagai tempat menanam pupuk. Dedaunan yang ada pada tanaman di rumah dimasukkan ke lubang biopori itu, lalu sekitar 3-4 bisa panen pupuk. Hal itu dapat menghindari banjir sekaligus bisa memperoleh pupuk.

Tak hanya itu, MIN 3 Kota Tangerang Selatan juga menerapkan Social Emotional Learning. Menurut Jetty, hal ini sering dilupakan para guru di Indonesia bahwa anak-anak juga memiliki perasaan. Sebelum memasuki ruang kelas, anak-anak akan diberikan pilihan ingin dipeluk, tos, atau adu tinju bersama gurunya. Aktivitas ini dapat menggambarkan perasaan anak-anak saat baru tiba di sekolah pada pagi hari.

Jetty juga menerapkan Social Emotional Learning yang diberi nama ‘Pagi Berbagi. Ketika anak masuk kelas, bapak dan ibu guru meminta mereka duduk di karpet lalu bercerita sekaligus berbagi inspirasi denganteman-temannya.

Suatu ketika pernah seorang anak mengangkat tangan dan bercerita, “Aku hari ini sedih sekali, ibuku sakit. Jadi ibuku nggak bisa bikin sarapan untuk aku. Aku kasihan, aku mau ke sekolah tetapi ibuku sakit.”

Teman-temannya kemudian merangkul seraya mengatakan, “Kita doakan ya, semoga ibunya bisa sembuh. Angkat tangan kita baca Al-Fatihah lalu kita doakan supaya dia sehat.”

Saat sesi berbagi makanan, anak tersebut ternyata tidak memiliki bekal makan karena ibunya sedangsakit. Lalu teman-temannya muncul perasaan empati dan kasih sayang untuk berbagi makanan. Di sinilah pentingnya Social Emotional Learning.

Kedisiplinan Siswa dan Guru

Di dalam Gerakan Sekolah Menyenangkan juga diajarkan soal kedisiplinan para siswa dan guru denga ncara yang sangat sederhana. Dibuatkan wadah dari botol bekas minuman fermentasi Yakult dan stik es krim yang ditulis nama siswa.

Jumlah stik disesuaikan dengan total siswa yang ada di setiap kelas. Lalu di botol yakult itu dituliskan nomor 1-30, misalnya. Setiap anak jika datang paling pertama ke madrasah maka stik es krimnya akan ditaruh di nomor satu.

Dampaknya, anak-anak kerap merengek kepada orang tuanya karena selalu ingin datang pagi hari ke madrasah. Bahkan orang tua banyak yang tidak percaya dan penasaran dengan yang terjadi di madrasah. Ternyata hanya karena permainan sederhana yang menyenangkan itu.

“Ternyata semua anak merasa kalau berada di urutan nomor satu, berarti telah berhasil. Mereka akhirnya berlomba. Alhamdulillah tidak ada anak terlambat. Itu ketika mendisiplinkan anak-anak,” katanya.

Sementara cara mendisiplinkan guru, Jetty mengembangkan kembali cara yang dilakukan saat mengemban amanah di MIN 2 Kota Tangerang Selatan, yaitu briefing pagi hari, pada pukul 06.45. Pada pukul 07.00, Jetty menerapkan hidden curriculum atau kurikulum tersembunyi yang bertujuan membangun akhlak dan karakter anak-anak. Ia ingin, anak-anak merasa bahagia sebelum masuk kelas.

Hidden curriculum pada pagi hari itu dilakukan di lapangan sekolah dengan digelar plastik biru. Kemudian anak-anak duduk, di masa pandemi Covid-19 dan pemberlakuan PTM Terbatas ini para siswa duduk dengan menjaga jarak.

Pada setiap Jumat, misalnya, anak-anak diajak membaca asmaul husna. Setelah itu, mereka menghafal mufradat atau vocabulary. Jika pekan ini menghafal mufradat maka pekan depan, anak-anak menghafal vocabulary sehingga mereka bisa bercakap-cakap dalam bahasa Arab dan Inggris dengan cara yang menyenangkan.

Lalu pada Jumat itu juga ada aktivitas morning inspiration (inspirasi pagi). Di setiap sesi ini, akan ada salah satu orang tua siswa yang mengisi acara dan menjadi inspirasi bagi anak-anaknya. Tujuan diadakan ini adalah agar orang tua memiliki tanggung jawab keterikatan.

Dalam sesi morning inspiration ini, orang tua sangat senang. Sebab dapat menanamkan kebanggaan anak terhadap orang tua, sehingga anak merasa bangga dan menceritakan segala kebaikan yang terdapat dalam diri orang tuanya kepada teman-teman yang lain. Selanjutnya, mereka akan berlomba agar orang tuanya dapat tampil di pekan-pekan berikutnya.

“Akhirnya kekerasan pada anak di dalam kelas atau kata-kata buruk dari guru, sudah tidak terdengar lagi, sehingga madrasah ramah anak dan Gerakan Sekolah Menyenangkan yang ada di MIN 3 Kota Tangerang Selatan ini menjadi brand juga,” ujarnya.

Program Hijau Madrasah

Dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan, Jetty menciptakan program Go-Green di MIN 3 Kota Tangerang Selatan. Berbagai tanaman memenuhi lapangan dan ruang parkir dekat mushala. Disebutlah sebagai Taman Adiwiyata.

Jetty bersama para guru dan siswa bersama-sama merawat tanaman-tanaman apotek hidup, bunga-bunga, dan tanaman kubis. Anak-anak sejak dini, memang harus dibiasakan untuk menanam, menyiram, dan memberi makan ikan.

Di dekat mushala, Jetty membuat Kolam Sedekah Wudhu. Kalau para siswa dan guru berwudhu, airnya akan mengalir ke kolam tersebut dan menghidupi ikan-ikan yang dipelihara. Ikan lele yang ada di sana dalam waktu dekat sudah siap panen.

Hal tersebut diciptakan untuk menanamkan nilai kepada anak-anak sedari dini untuk bisa mencintai makhluk hidup, sehingga mereka bisa menjaga bumi tetap bersih karena peduli terhadap lingkungannya sendiri.

Pada 2020, MIN 3 Kota Tangerang Selatan memperoleh Juara 1 Adiwiyata tingkat kota. Tahun ini, 2021, Jetty sedang mempersiapkan diri untuk masuk ke tingkat provinsi. Ia memohon doa dan berharap agar seluruh kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mencintai lingkungan bisa terus ditanamkan kepada anak-anak didik di sana.

Meski berbagai torehan prestasi telah diraih, Jetty tetap rendah hati. Ia merasa bahwa prestasi dan hadiah hanya sebuah reward atau penghargaan semata. Sebab yang terpenting dan paling mahal adalah menanamkan berbagai nilai tentang peduli terhadap lingkungan, menjaga kebersihan, membuang sampah pada tempatnya, mendaur ulang sampah, dan membuat pupuk sendiri.

“Itu menjadi life skill anak-anak yang kelak akan sangat bermanfaat dalam kehidupan mereka,” kata Jetty.

Terus Belajar dan Berbenah

Jetty berharap, MIN 3 Kota Tangerang Selatan terus berbenah dan belajar. Sebab torehan prestasi tidak lantas membuatnya berhenti bergerak, tetapi berbagai tantangan di depan akan selalu ada dan harus siap dihadapi.

Ia selalu mengingatkan kepada anak didik dan para guru agar selalu siap menjadi insan pembelajar. Karena kehidupan akan mengajarkan banyak hal dan menjadi sebuah keberkahan bersama, sehingga mampu benar-benar mewujudkan hadits Rasulullah yaitu, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.

Lebih jauh, Jetty ingin MIN 3 Kota Tangerang Selatan tidak hanya besar untuk dirinya sendiri, tetapi harus bisa berimbas positif bagi madrasah-madrasah swasta yang ada di Tangerang Selatan. Hal itu sudah dibuktikan melalui program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi kepala madrasah. Ia mengajak para kepala madrasah di Kota Tangerang Selatan untuk sama-sama belajar dan terus berbenah.

Karena itulah ia mengharapkan agar madrasah-madrasah swasta pun akan sama baiknya dengan madrasah-madrasah negeri. Saat semua madrasah memiliki kualitas yang baik maka keberuntungan akan diraih oleh umat Islam.

Anak-anak bisa bersekolah di mana saja dan setiap anak yang masuk madrasah akan mendapatkan guru-guru terbaiknya yang bisa mengolah rasa, olah pikir, dan olah raga sehingga bisa menghasilkan anak-anak yang berkualitas.

“Madrasah hebat, bermartabat, berprestasi, dan mandiri dengan guru-guru yang hebat akan hadir di semua madrasah kita. Itu harapan saya,” pungkas Jetty. (Aru Lego Triono/Fathoni)


Editor: Dodo Murtado
Fotografer: Istimewa

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua