Buddha

Menjaga Batin yang Seimbang

Menjaga Batin yang Seimbang

Menjaga Batin yang Seimbang

Paravajjanupassissa, niccam ujjhanasannino. Asava tassa vaddhanti, ara so asavakkhaya. Barangsiapa yang selalu memperhatikan dan mencari-cari kesalahan orang lain, maka kekotoran batin dalam dirinya akan bertambah, dan ia semakin jauh dari penghancuran kekotoran-kekotoran batin. (Dhammapada, Syair 253)

Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang kita jalani, kita tidak selalu dapat membayangkan keharmonisasan dan ketenteraman sampai akhir hayat. Suatu saat, mungkin sanak saudara kita, sahabat kita, teman sekerja kita, baik yang kita kenal ataupun yang belum dikenal, berbuat sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita.

Dengan berbagai macam alasan perbuatan tidak menyenangkan itu dilakukan. Mungkin karena irihati, tidak senang karena kita sedang maju dalam karir atau sedang mendapatkan kepercayaan dari pimpinan, namun dapat juga karena salah faham atau memang kita melakukan kesalahan. Atas kondisi itu, kita kemudian mendapatkan hinaan, hujatan, tekanan psikis, atau tindak kekerasan yang kita alami, dan mungkin juga terjadi terhadap orang lain disekitar kehidupan kita.

Semua tindakan yang tidak menyenangkan, yang merugikan, yang menyakitkan akan tercatat dalam pikiran kita. Kesemua daftar nama orang-orang yang melakukan tindakan itu akan selalu muncul dalam pikiran dan mengganggu ketenangan hidup kita. Secara manusiawi nafsu untuk membalas kebencian kepada mereka semua akan berkecamuk dalam batin. Tidak ada lagi rasa peduli mana yang benar dan mana yang salah. Semua yang dilakukan orang lain yang menjadikan diri kita menderita akan tercatat untuk menerima pembalasan.

Persoalan akan muncul, jika pikiran sudah terbelenggu rasa dendam, menjadikan kita susah tidur, kegelisahan akan terus menyelimuti, mudah tersinggung, dan batin menjadi tidak tenang. Sebagai umat Buddha, apa yang dapat kita lakukan, jika kondisi semacam itu menimpa kita?

Dalam pandangan agama Buddha, tidak ada satupun kejadian, baik itu yang merugikan ataupun yang menyenangkan, terjadi begitu saja. Semua kejadian yang kita alami merupakan hasil dari perbuatan masing-masing. Baik itu perbuatan pada kehidupan saat ini ataupun dalam kehidupan lampau yang telah kita lakukan.

Karena itu, tidak perlu ada dendam pada orang lain yang diduga telah melakukan tindakan tidak menyenangkan. Janganlah kemudian menyalahkan orang lain, apalagi membenci, atau membalas menyakiti orang lain. Yang harus dimengerti adalah apapun yang terjadi pada diri kita adalah buah perbuatan kita masing-masing, bukan dilakukan oleh orang lain. Itulah kebenaran dharma yang diajarkan Guru Agung Buddha yaitu hukum kesunyataan, hukum karma yang universal.

Sebagai umat Buddha, kita justru harus mengerti bahwa pengalaman yang kita alami merupakan hasil dari perbuatan kita, baik melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan jasmani, baik dalam kehidupan saat ini ataupun kehidupan sebelumnya. Setiap kali kita diajarkan untuk senantiasa memancarkan sifat-sifat batin yang luhur (brahmaviharapharana), khususnya dalam hal ini adalah keseimbangan batin (upekkha), yakni: Semua makhluk adalah pemilik perbuatannya sendiri (kammassaka), terwarisi oleh perbuatannya sendiri (kammadayada), lahir dari perbuatannya sendiri (kammayoni), berhubungan dengan perbuatannya sendiri (kammabandhu), tergantung pada perbuatannya sendiri (kammapatisarana). Perbuatan apapun yang akan dilakukan baik ataupun buruk, perbuatan itulah yang akan mereka warisi.

Jika kita dapat membaca pesan dari setiap pengalaman yang terjadi, maka baik itu kebahagiaan ataupun penderitaan akan dapat menjadi sahabat yang penuh kebenaran dan berniat baik yang memperingatkan kita atas jurang penderitaan yang ada di hadapan kita. Melalui pemahaman yang benar terhadap ajaran hukum karma dapat memberikan kita kekuatan batin untuk membebaskan diri dari perbuatan-perbuatan yang membawa kita dalam penderitaan kelahiran yang berulang.

Kita juga dapat terbebas dari keakuan. Keakuan yang menciptakan penderitaan dan mengganggu keseimbangan batin. Kita dapat mengikis pikiran yang mengganggu batin, seperti: aku disalahkan, pekerjaanku telah gagal, apa yang menjadi milikku telah hilang, dan sebagainya. Manakala kita mampu melepaskan diri dari sifat keakuan itu pula, kita dapat bebas dari pikiran membenci dan dendam, yang akan menuntun kita dalam jalan pembebasan menuju batin yang seimbang.

Inilah yang menjadi tantangan hidup kita. Bagaimana membuat batin kita untuk senantiasa tenang dan seimbang dalam menghadapi setiap pengalaman dalam kehidupan ini. Tidak perlu membanding-bandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain, namun yang utama adalah kita harus memiliki batin yang seimbang, batin yang teguh dalam kebenaran Dhamma.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Caliadi (Dirjen Bimas Buddha)

Buddha Lainnya Lihat Semua

Ilustrasi
Kasih Sayang Ibu
Buddha Wacana
Keyakinan Benar

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan