Khonghucu

Moderasi Beragama Menurut Perspektif Agama Khonghucu

Ws. Liem Liliany Lontoh, SE., M.Ag. (Dosen Sekolah Tinggi Khonghucu Indonesia dan Pengurus FKUB Prov. DKI Jakarta)

Ws. Liem Liliany Lontoh, SE., M.Ag. (Dosen Sekolah Tinggi Khonghucu Indonesia dan Pengurus FKUB Prov. DKI Jakarta)

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna dikarenakan mempunyai kelebihan-kelebihan yang tidak dipunyai makhluk lainnya. Selain mempunyai jiwa dan raga, manusia juga mempunyai sifat sebagai makhluk sosial di samping sebagai makhluk individu. Sebagai makhluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari tentu membutuhkan orang lain. Manusia tidak dapat hidup sendiri karena mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lainnya.

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki arti bahwa manusia membutuhkan manusia lain. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat menjalankan hidupnya sendiri. Bahkan, dalam memenuhi kebutuhannya, manusia memerlukan orang lain untuk membantunya Hal ini berlaku untuk semua manusia.

Setiap manusia dalam bermasyarakat pasti melakukan komunikasi, sosialisasi dan juga interaksi dengan masyarakat lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial sudah terjadi sejak lahir. Seorang manusia yang akan lahir pun membutuhkan manusia lain untuk memberikan pertolongan.

Tujuan hidup manusia harusnya sesuai hakikat dirinya sendiri, yaitu mencapai kebahagiaan lahir dan bathin. Untuk mencapai tujuan yang mulia itu, tentunya manusia tidak terlepas dari rintangan, baik dari diri sendiri maupun dari luar dirinya. Dalam bermasyarakat, manusia dituntut untuk dapat hidup dalam suasana rukun dan damai, suasana yang bahagia, tentram, adem, aman sehingga manusia dapat mencapai kebahagiaan.

Seperti yang kita ketahui bahwa manusia yang ada di bumi ini terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras, bahasa, dan masih banyak lagi. Dengan berbagai macam perbedaan yang ada, tentunya tidak dapat dipungkiri bila dapat terjadi konflik, apakah konflik agama, suku, budaya, dan lain sebagainya. Adanya bermacam-macam perbedaan inilah penanda kebesaran Tian (sebutan Tuhan untuk Agama Khonghucu). Perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Perbedaaan yang ada merupakan anugerah bagi kita.

Kerukunan hidup beragama sebenarnya sesuai dengan hakikat manusia yang seharusnya. Hidup harmonis bersama manusia lainnya adalah syarat mutlak agar manusia dapat hidup tenteram dan damai.

Moderasi Beragama merupakan strategi untuk merawat Indonesia yang multikultural. Moderasi sangat erat kaitannya dengan toleransi dan keanekaragaman. Tanpa dilandasi toleransi yang tinggi tentunya akan dapat menimbulkan konflik.

Seruan untuk selalu menggaungkan moderasi, mengambil jalan tengah, melalui perkataan dan tindakan, nyatanya bukan hanya kebutuhan warga Kemenag atau warga Negara Indonesia saja, melainkan juga kebutuhan seluruh umat manusia di muka bumi.

Moderasi adalah proses, dan kerukunan adalah hasil. Seringkali kita hanya terpaku pada keinginan menggapai hasil, yakni kerukunan, tanpa memerdulikan dan seringkali abai dengan proses membentuk cara pandang, membangun kesadaran dan perilaku, yakni moderasi.

Pandangan Agama Khonghucu
Keyakinan Konfuciani menempatkan iman kepada Tuhan sebagai akar dan landasan dalam belajar, mawas diri dan membina diri membangun rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bahkan dunia. “Maka seorang Junzi tidak boleh tidak membina diri. Bila berhasrat membina diri, tidak boleh tidak mengabdi kepada orang tua. Bila berhasrat mengabdi kepada orang tua, tidak boleh tidak mengenal manusia. Dan bila berhasrat mengenal manusia, tidak boleh tidak mengenal kepada Tian (Tuhan Yang Maha Esa)” (Tiong Yong / Tengah Sempurna Bab XIX:7).

Adapun yang dinamai untuk membina diri, harus lebih dahulu meluruskan hati. Diri yang diliputi geram dan marah, tidak dapat berbuat lurus. Diri yang diliputi takut dan khawatir, tidak dapat berbuat lurus. Diri yang diliputi suka dan gemar, tidak dapat berbuat lurus. Diri yang diliputi sedih dan sesal tidak dapat berbuat lurus. (Thai Hak/Ajaran Besar : Bab VII:1)

Gembira, marah, sedih, senang, sebelum timbul itu dinamai Tengah, setelah timbul tetapi masih tetap di dalam batas Tengah dinamai Harmonis. Tengah itulah pokok besar daripada dunia dan keharmonisan itulah cara menempuh Jalan Suci di dunia. (TS Bab Utama:4)

Adapun yang dikatakan untuk membereskan rumah tangga harus lebih dahulu membina diri’ itu ialah di dalam mengasihi dan mencintai biasanya orang menyebelah; di dalam menghina dan membenci biasanya orang menyebelah; di dalam menyedihi dan mengasihi biasanya orang menyebelah dan di dalam merasa bangga dan agungpun biasanya orang menyebelah. Sesungguhnya orang yang dapat mengetahui keburukan pada apa-apa yang disukainya dan dapat mengetahui kebaikan pada apa-apa yang dibencinya, amat jaranglah kita jumpai di dalam dunia ini.(TH Bab VIII:1)

Bila dalam keluarga saling mengasihi niscaya seluruh Negara akan di dalam Cinta Kasih. Bila dalam tiap keluarga saling mengalah, niscaya seluruh negara akan di dalam suasana saling mengalah. Tetapi bilamana orang tamak dan curang, niscaya seluruh Negara akan terjerumus ke dalam kekalutan, demikianlah semuanya itu berperanan. Maka dikatakan sepatah kata dapat merusak perkara dan satu orang dapat berperanan menenteramkan Negara. Maka teraturnya Negara itu sesungguhnya berpangkal pada keberesan dalam rumah tangga. ((TH Bab IX:3,4)

Pemantapan kehidupan keimanan ini wajib senantiasa menjiwai segala upaya di dalam membina dan membangun kehidupan beragama. “Seorang Junzi (luhur budi / insan kamil) memuliakan tiga hal: memuliakan Firman Tuhan Yang Maha Esa, memuliakan orang-orang besar (Para Suci) dan memuliakan Sabda Para Nabi”. (Lun Yu XVI :8). Ternyata biar Nabi Purba maupun Nabi kemudian, haluannya serupa” (Mengzi IV B : 1 ). Dari ungkapan ini jelaslah pandangan ajaran Kongzi yang universal, yang menghormati dan menjunjung tinggi ajaran agama lainnya, sebagaimana juga orientasi ajaran agama Khonghucu mengarah pada perdamaian dunia.

“Firman Tuhan Yang Maha Esa itulah dinamai Watak Sejati. Hidup mengikuti Watak Sejati itulah dinamai menempuh Jalan Suci, dan bimbingan menempuh Jalan Suci itulah dinamai AGAMA” (Kitab Tengah Sempurna Bab Utama:1).

Ayat suci dalam Kitab Sishu Agama Khonghucu ini jelas menunjukkan bagaimana seorang umat Khonghucu beriman terhadap Tuhan Yang Maha Esa. “Sungguh Maha Besar Tuhan Yang Maha Sempurna, yang menjadi mula dan akhir Khalik Semesta, semua berasal dan kembali kepadaNya”

“Iman itu harus disempurnakan sendiri dan Jalan Suci itu harus dijalani sendiri pula. Iman itulah pangkal dan ujung segenap wujud, tanpa Iman suatupun tiada” (TS XXIV:1-2)

“Yang benar-benar dapat menyelami hati, akan mengenal Watak Sejatinya, yang mengenal Watak Sejatinya akan mengenal Tuhan Yang Maha Esa. Menjaga hati, merawat Watak Sejati, demikianlah mengabdi kepada Tuhan. Usia pendek atau panjang jangan bimbangkan. Siaplah dengan membina diri. Demikianlah menegakkan Firman”. “Kalau memeriksa diri ternyata penuh iman, maka tiada kebahagiaan lebih dari itu.” (Kitab Mengzi VIIA:1,4)

Firman Tuhan atas penjadian manusia diwujudkan dalam pengalaman hidupnya di dunia, dengan menjalankan hubungan kepada sesama manusia, demikian dalam Kodrat, Takdir dan Nasib, manusia menjalani jalan hidupnya dengan selalu beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam bermasyarakat terkadang timbul percikan konflik karena berbeda sudut pandang, sebagai umat Khonghucu bagaimana harus bersikap ? Dari aspek pembinaan diri Kongzi bersabda : “mengendalikan diri sendiri dan kembali kepada kesusilaan adalah kebajikan sempurna”. Dapat mengendalikan diri sendiri dengan kata-kata dan perbuatan dengan tidak melanggar norma moral masyarakat.

Kepada salah seorang murid, Nabi Kongzi memberitahu bahwa Jalan SuciNya hanya satu tapi menembusi semuanya. Pokok Ajaran agama Khonghucu adalah Satya dan Tepasalira, yakni : Satya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan melaksanakan Firman yang diemban kepada kita dalam kehidupan ini, menegakkan dan menggemilangkan Kebajikan dan Tenggang Rasa, artinya mencintai terhadap sesama manusia, sesama makhluk dan lingkungan hidupnya. Ajaran Kongzi universal, tidak terbatas pada satu bangsa atau satu negara tertentu tapi bagi semua orang dan segala jaman sebagaimana telah dinyatakan oleh banyak orang yang sudah mempelajarinya dengan seksama. “Di empat penjuru lautan semuanya saudara” (Lun Yu XII:5) mengandung seruan atau ajakan kepada semua orang, semua bangsa-bangsa dimuka bumi ini agar berusaha mencapai kerukunan nasional dan keseduniaan. Ajaran Nabi Kongzi mengutamakan kerukunan. UjaranNya yang lain :”Apa yang diri sendiri tiada inginkan, janganlah diberikan kepada orang lain.” Disini tersirat, bila diri sendiri ingin tegak/maju, bantulah orang lain agar tegak / maju. (Lunyu Jilid VI:30,3)

Nabi Kongzi ingin mewujudkan suatu masyarakat yang penuh kerukunan, kebahagiaan dan kemakmuran, yang dimulai dengan membina diri, mendidik diri sendiri menempuh Jalan Suci atau Jalan Kebenaran agar menjadi seorang Junzi, manusia yang berbudi luhur, manusia yang memanusiakan dirinya sendiri dan orang lain, cinta kepada sesamanya, kepada bangsa dan negaranya. Adanya bermacam-macam perbedaan pandangan hidup diantara berbagai bangsa dan masyarakat itulah menandakan kebesaran Tuhan. Kerukunan hidup beragama sebenarnya sesuai hakekat manusia yang seharusnya hidup harmonis, baik sebagai pribadi maupun kelompok masyarakat, bangsa dan negara. Kerukunan hidup khususnya hidup beragama adalah syarat mutlak agar manusia dapat hidup tentram dan damai.

Seorang umat Khonghucu adalah orang yang dapat beradaptasi, di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung. Nabi Kongzi bersabda,”Seorang Junzi berdiam di manapun, tiada tempat yang buruk baginya” (Lun Yu IX:14.3) Seorang Junzi memuliakan para bijaksana dan bergaul dengan siapa pun (Lun Yu XIX:3.2). Untuk itu Nabi Kongzi memberikan enam pedoman agar dapat senantiasa mengasihi sesama manusia, agar dapat diterima di mana pun berada, yakni: berperilaku Hormat, Lapang Hati, Dapat Dipercaya, Cekatan, Bermurah Hati dan Adil. Orang yang berperilaku Hormat, niscaya tidak terhina; yang ber Lapang Hati, niscaya mendapat simpati banyak orang; yang Dapat Dipercaya, niscaya mendapat kepercayaan orang; yang Cekatan, niscaya berhasil dalam pekerjaannya; yang Bermurah Hati niscaya diturut perintahnya; yang Adil niscaya mendapat sambutan yang menggembirakan” (Sabda Suci, Lun Yu XVII:6.2; XX:1.9). Namun dalam kenyataannya tidak semua manusia itu luhur budinya, ada juga yang rendah budi, oleh karena itu kalau boleh memilih Nabi Kongzi menasihati agar memilih bertempat tinggal dekat tempat kediaman orang yang berperi Cinta Kasih, agar dapat belajar bagaimana menjadi orang yang bijaksana. Karena Cinta Kasih itu adalah Anugerah TIAN yang sangat mulia; Cinta Kasih adalah kemanusiaan, rumah sentosa bagi manusia. (MengZi IIA:7.2; VIIB:16).

Ajaran Nabi Kongzi mewajibkan umatnya untuk berperi Cinta Kasih, menjunjung tinggi Kebenaran / keadilan / kewajiban, berperilaku Susila, bertindak Bijaksana dan Dapat Dipercaya. Dengan demikian semua insan yang berakal budi akan dapat menerimanya sebagai hal yang baik untuk penghidupan ini karena ajaran ini untuk semua umat manusia. “Seorang Junzi dapat rukun meski tidak dapat sama, seorang rendah budi dapat sama meskipun tidak dapat rukun”, ( Lunyu XIII:23) “Kalau berlainan Jalan Suci, tidak usah saling berdebat” (Lunyu XV:40)

Menurut Nabi Kongzi , seorang Junzi (luhur budi) nama itu harus sesuai dengan yang diucapkan dan kata-kata harus sesuai dengan perbuatannya. “Jangan hanya namanya bersatu tapi perbuatannya tidak bersatu. Bila ingin hidup dalam persatuan maka didalam perbuatan wujudkanlah persatuan itu. Disini jelas bahwa persatuan yang harmonis itulah yang didambakan mulai dari keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Jikalau keluarga rukun, masyarakat akan rukun dan bila masyarakat rukun maka negara dan bangsa akan rukun.

Nabi Kongzi mengajarkan Lima Hubungan Kemasyarakatan : Hubungan antara Raja (Kepala Negara) dengan menteri, orang tua dengan anak, suami dengan istri, kakak dengan adik dan teman dengan sahabat. “Lima Hubungan Kemasyarakatan itu mencakup hubungan manusia secara vertikal dan horisontal dan sebagai hubungan yang manusiawi dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kulminasi Ajaran Nabi Kongzi yang menuju ke kerukunan terlihat pada jawaban Nabi Kongzi kepada Pangeran King dari Negeri Cee atas pertanyaan tentang pemerintahan yang baik : Raja adalah Raja, Menteri adalah Menteri, Ayah adalah Ayah, Anak adalah Anak.” “Bila Raja berdiri diatas kepercayaan sebagai raja barulah menteri menduduki kewajaran sebagai menteri. Bila ayah (orang tua) menepati kewajiban sebagai orang tua sejati barulah anak menginsyafi bakti anak sejati. Bila para pembesar menyadari hubungan-hubungan antar manusia ini, niscaya rakyat jelata yang dibawahnya akan saling mencinta. Tanpa kerukunan keluarga, masyarakat tidak akan rukun, bila masyarakat tidak rukun, maka negara tidak akan rukun dan persatuan bangsa tidak mungkin tercapai. Perdamaian dunia terancam bila bangsa-fdebatbangsa di dunia tidak rukun.

Seorang Junzi memegang Kebenaran sebagai Pokok pendiriannya. Kesusilaan sebagai pedoman perbuatannya, mengalah dalam pergaulan dan menyempurnakan diri dengan Laku Dapat Dipercaya. Demikianlah Junzi. ( Lunyu/Sabda Suci : Jilid XV:18)

Dengan moderasi beragama kiranya masing-masing orang dapat menjaga kerukunan dan kedamaian agar senantiasa harmonis, hidup lebih bahagia, aman, nyaman, tentram, damai dan sejahtera.

Maha Besar Tian Khalik Semesta Alam yang melindungi Kebajikan. Huang Yi Shang Di, Wei Tian You De. Shanzai.


Ws. Liem Liliany Lontoh, SE., M.Ag. (Dosen Sekolah Tinggi Khonghucu Indonesia dan Pengurus FKUB Prov. DKI Jakarta)


Fotografer: Istimewa

Khonghucu Lainnya Lihat Semua

Js Jenny Sudjiono (Rohaniwan Khonghucu)
Berkah di Jalan Tian

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan