Opini

Memahami Zakat dalam Perspektif Bernegara

M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang

M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang

K.H.M. Saleh Suaidy yang dikenang sebagai tokoh pengusul pembentukan Kementerian Agama, pernah menulis mengenai perundang-undangan zakat. Menurut Saleh Suaidy, dipandang dari segi psikologis, karena wajib zakat tak ada sanksi hukumnya oleh negara, maka terpenuhinya kewajiban zakat oleh para wajib zakat dipengaruhi oleh dua hal yaitu; Pertama, kepercayaan kepada Allah, dan Kedua, kepercayaan kepada amil yang akan mengumpulkan dan membagi-bagi zakat itu.

Dengan demikian, hubungan pembayar zakat (muzakki) dengan organisasi pengelola zakat dan petugas zakat (amil) dibangun di atas kepercayaan atau trust. Begitu pula dalam melihat hubungan penerima zakat yang berhak (mustahik) dengan amil dan lembaga yang menyalurkan zakat juga hubungan kepercayaan. Untuk itu sifat amanah dan integritas amil menjadi faktor penentu perkembangan sebuah organisasi pengelola zakat dan keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan berbasis kebutuhan dasar mustahik.

Gerakan zakat yang menggerakkan aspek sosial-ekonomi masyarakat menjadi salah satu isu penting dalam akselerasi pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah di negara kita dewasa ini. Pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah serta pemulihan ekonomi nasional yang disumbang antara lain oleh instrumen zakat, wakaf dan dana sosial keagamaan lainnya perlu ditempatkan dalam konteks memakmurkan bangsa.

Menurut hasil penghitungan BAZNAS yang dirilis Maret 2024, potensi zakat Indonesia mencapai Rp 327 triliun di tahun 2022, sedangkan realisasi dana zakat yang terkumpul sebesar Rp 33 triliun di tahun 2023 atau baru mencapai 10 persen dari total potensi tersebut. Dari segi besaran nominal zakat yang terhimpun, muzaki dari kelompok usia di atas 40 tahun mendominasi. Namun dari segi jumlah muzakki, generasi milenial atau Gen-Z lebih mendominasi dibanding generasi pendahulunya.

Dalam buku Pengelolaan Zakat Yang Efektif: Konsep dan Praktik Di Beberapa Negara terbitan Bank Indonesia (2016) diungkapkan dari 56 negara anggota Islamic Development Bank (IDB) baru ada 11 negara yang memiliki peraturan atau perundang-undangan tersendiri tentang zakat dengan berbagai variasi kewenangan, lingkup dan institusi pendukungnya. Kesebelas negara yang dimaksud adalah Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Saudi Arabia, Kuwait, Yordania, Libya, Sudan, Bahrain, Pakistan, dan Bangladesh.

Arsitektur pengelolaan zakat Indonesia lebih tertata setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Sesuai kerangka hukum dan regulasi perundang-undangan, pemerintah membentuk organisasi pengelola zakat terdiri dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) secara berjenjang sampai tingkat kabupaten/kota dan mengakomodir peran masyarakat dalam pengelolaan zakat dengan memberi izin atau legalitas kepada Lembaga Amil Zakat (LAZ) sesuai persyaratan tertentu. Sistem akuntansi keuangan dan pelaporan pengelolaan zakat telah memiliki pedoman baku yaitu PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 109 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Pembentukan BAZNAS di tingkat pusat pada tahun 2001 dan sejak 2015 bertransformasi menjadi lembaga pemerintah nonstruktural yang bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Peran institusi negara dalam menerbitkan legalitas organisasi pengelola zakat, perlindungan hukum dan memfasilitasi umat Islam untuk dapat menunaikan kewajiban zakat secara teratur bukan dalam konteks memasuki wilayah privat kehidupan beragama. Tetapi substansi yang diatur, dilindungi dan difasilitasi oleh negara adalah dimensi publiknya.

Tidak ada sanksi hukum bagi umat Islam yang tidak membayar zakat melalui lembaga zakat resmi, namun ketika dana zakat, termasuk infaq, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dikelola secara terlembaga dikorupsi, tidak disalurkan sebagaimana mestinya atau diselewengkan oleh pengelolanya, maka aparat penegak hukum bisa bertindak.

Sedikitnya terdapat tiga pertanyaan mendasar yang pernah dibahas di dalam sidang Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia VI tahun 2018 di Banjarmasin, yaitu:

Pertama, apakah Pemerintah (ulil amri) berkewajiban untuk menetapkan aturan yang mengikat bagi muzakki untuk membayar zakat?

Kedua, apakah boleh Pemerintah (ulil amri) melakukan pemotongan langsung gaji pegawai untuk dialokasikan sebagai zakat yang bersangkutan?

Ketiga, apakah kewenangan tersebut bersifat mutlak atau ada batasan-batasannya?

Menyangkut tiga pertanyaan di atas Komisi Fatwa MUI menetapkan sebagai berikut:

Pertama, pemerintah (ulil amri) berkewajiban secara syar’i untuk menetapkan aturan yang mengikat bagi muzakki untuk membayar zakat.

Kedua, pemerintah (ulil amri) mempunyai kewenangan secara syar’i untuk memungut dan mengelola zakat, termasuk zakat aparatur negara.

Ketiga, negara dalam menjalankan kewenangan harus sejalan dengan prinsip syariah.

Keempat, jika sudah ada aturan terkait dengan pengelolaan zakat oleh negara, maka umat Islam wajib mematuhinya.

Kementerian Agama, baik secara fungsi maupun kelembagaan tidak mengelola zakat, tetapi melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan zakat yang dilaksanakan oleh BAZNAS dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sesuai perundang-undangan. Kendati demikian, Kementerian Agama sebagai institusi negara memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran berzakat di tengah masyarakat dan mensinergikan peran antarlembaga dalam sebuah ekosistem perzakatan secara nasional.

Menarik digarisbawahi pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ketika memberikan sambutan dalam acara BAZNAS Awards 2024 di Jakarta, Februari lalu, bahwa melalui zakat, berbagai aspek kehidupan dapat dibangun mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat. Program dan inovasi zakat telah merambah isu-isu seputar pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya, dan ini menunjukkan betapa besar pengaruh zakat dalam pembangunan nasional. Saat ini zakat telah memberikan perannya dengan ikut mendorong fasilitas kesehatan, pendidikan, hingga kelestarian lingkungan hidup. Dengan memperkuat peran zakat, diharapkan masyarakat semakin sadar akan kekuatan kolaborasi dalam menciptakan perubahan positif bagi kesejahteraan bersama. Wallahu a’lam bisshawab.

M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua