Opini

Membangun Integritas Personal dan Kelembagaan: Antara Harapan dan Kenyataan

Eddy Mawardi (Analisis Kebijakan Ahli Madya dan Ketua Tim Kerja Hukum pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)

Eddy Mawardi (Analisis Kebijakan Ahli Madya dan Ketua Tim Kerja Hukum pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)

Di dunia birokrasi atau pemerintahan, kata integritas sangat popular digunakan, dari pejabat tertinggi hingga lapisan terrendah. Integritas menjadi sarapan sehari-hari, bagi pegawai, terlebih bagi pegawai yang bekerja di satuan kerja yang memiliki tugas menegakkan integritas, laiknya Inspektorat Jenderal.

Orang yang memiliki integritas, tidak akan mudah untuk mengeluarkan kata-kata, sebelum yakin bahwa ia telah melaksanakan apa yang dikatakan. Namun ada kalanya, sebagian orang sangat mudah untuk melontarkan kata-kata ‘integritas’, sehingga mampu menyihir pendengar. Walaupun belum dapat melaksanakannya. Berniat untuk melaksanakannyapun belum. Ia hanya pandai memainkan kata-kata di muka publik, namun sesungguhnya dialah aktor utama ketidakjujuran itu.

Realitas ini terkadang membuat kita berpikir, bagaimana bisa seseorang ASN atau orang yang sudah masuk di instansi pemerintah, bisa melakukan perilaku yang kurang memiliki nilai integritas? Padahal untuk menjadi ASN, telah melewati serangkaian uji integritas. Ketika sudah menjadi ASN, biasanya instansi melakukan assement, untuk menilai tingkat integritasnya, apalagi bagi yang akan dipromosikan untuk menduduki jabatan tertentu.

Mungkin benar apa yang dikatakan Bung Hatta, Sang Proklamotor RI: “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman, namun tidak jujur itu sulit diperbaiki.”

Pernyataan tersebut, menunjukan bahwa bersikap jujur adalah sesuatu yang tidak mudah. Namun, kita harus tetap optimis dan semangat untuk terus meningkatkan integritas (kejujuran). Karena inti utama integritas adalah pada diri ASN sendiri dan bagaimana kita menciptakan habit.

Pentingnya Integritas

Kata integritas diserap dari bahasa Inggris yaitu integrity. Biasanya digunakan untuk melabeli kualitas sesorang individu terkait dengan kejujuran dan sikap yang padu antara perkataan dengan perbuatan yang diwujudkan dengan sesorang yang telah bekerja sesuai dengan ketentuan. Selain itu integritas juga sering digunakan sebagai standard kelaikan bagi seseorang untuk menduduki suatu jabatan tertentu dalam sebuah organisasi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan dengan mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan kejujuran. Semengara Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) Nomor 38 Tahun 2017, integritas didefinisakan sebagai konsisten berperilaku selaras dengan nilai, norma dan/atau etika organisasi, dan jujur dalam hubungan dengan manajemen, rekan kerja, bawahan langsung, dan pemangku kepentingan, menciptakan budaya etika tinggi, bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan beserta resiko yang menyertainya.

Tingkat integritas seorang ASN jika mengacu pada PMA tersebut, ada di berbagai level, antara lain: Pertama, mampu bertindak sesuai nilai, norma, etika organisasi dalam kapasitas pribadi; Kedua, mampu mengingatkan, mengajak rekan kerja untuk bertindak sesuai nilai, norma, dan etika organisasi; Ketiga, mampu memastikan, menanamkan keyakinan bersama agar anggota yang dipimpin bertindak sesuai nilai, norma, dan etika organisasi.

Integritas harus kita jadikan pegangan dan pedoman dalam berorganisasai, apalagi dalam lingkungan birokrasi. Integritas akan membekas dalam jiwa secara genuine, bahkan menjadi hebit, bukan sebatas omon-omon semata, hanya untuk mendapatkan popularitas dan pencitraan.

John Maxwell melalui karyanya Developing The Leader with You (2014), menyampaikan bahwa integritas berperan penting untuk membangun kepercayaan, memiliki nilai pengaruh yang tingg dan mempunyai standar yang tinggi.

Inspektur Jenderal Kementerian Agama Faisal Ali Hasyim, di banyak kesempatan menyampaikan bahwa kepercayaan (trust) adalah sangat penting dalam dunia pengawasan. Sementara integritas adalah kunci untuk menumbuhkan kepercayaan. Tokoh Pengawasan kata Faisal mengatakan, integrtitas adalah mahkotanya seorang auditor, apabila integritas itu sudah hilang, maka hilanglah kebanggaan dan marwah seorang auditor.

Integritas memiliki nilai pengaruh yang tinggi atas kepercayaan (trust) seseorang. Sosok ASN harus dapat membangun diri menjadi aparatur yang berdedikasi terhadap pekerjaan, jujur, disiplin dan harus menghindari perbuatan yang kurang terpuji. Dia harus tampil dalam sosoknya yang tahan menghadapi godaan integritas dan dilema integritas.

Melalui trust yang terbangun, akan membuat rasa nyaman, optimis dan motivasi positif kepada ASN. Akan lahir lingkungan kerja yang sehat, inspiratif, kreatif dan inovatif pada tugas-tugas Pembangunan.

Harapan dan Kenyataan

Banyak program yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menumbuhkan sikap integritas di kalangan ASN. Program capacity building, assesment dan pelbagai bentuk pembinaan pegawai. Juga program Kementerian/Lembaga lainnya yang diorientasikan pada penciptaan integritas baik personal maupun kelembagaan, seperti program zona integritas yang dilaksanakan oleh Kemenpan RB, program penilaian kapabilitas APIP oleh BPKP, maupun program survey penilaian integritas (SPI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Program-progam tersebut dinilai sudah bagus dan ideal. Namun terkadang masih terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Di antara penyebabnya adalah: Pertama, pelaksanaan kegiatan terkadang hanya lips service alias basa basi. Penguatan integritas hanya untuk menunjukkan bahwa lembaganya sangat peduli pada integritas, tetapi sesungguhnya hanya untuk mengejar popularitas dan pencitraan.

Kedua, pelaksanaannya bersifat formalitas. Point utama yang dikejar hanya nilai secara formil, berupa angka atau predikat, belum pada nilai-nilai (value), yang dibangun dalam hubungan dan tata kerja. Masih di rasa, instansi berlomba-lomba untuk meraih nilai terbaik dari sebuah kontestasi yang diadakan, tetapi terkadang kurang menyentuh substansi utama dalam membangun budaya kerja yang berintegritas.

Kita tak boleh menyerah, harus terus semangat dan menjadi inspirasi dan motivasi bagi komunitas. Program pengembangan budaya dan nilai integritas, dapat diantisipasi dengan beberapa cara, diantaranya melalui keteladanan dari pimpinan (uswah hasanah), menghidupkan dan mengembangkan budaya kerja yang profesional dan berintegritas dan melalui reward dan punishman kepada ASN.

Bagi ASN, integritas merupakan hal yang sangat penting karena akan mendorong kualitas dalam bekerja. Birokrasi yang memiliki pegawai dengan integritas bagus, akan menjadikan organisasi berjalan dengan cepat, optimal melayani dan potensi kerugian negara akan lebih kecil.

Harus Dilakukan

Bagaimana cara untuk membangun integritas, baik secara individu ataupun dalam organisasi. Trias Ismi, seorang penulis konten berpengalaman di media digital, mengulas tentang kiat membangun integritas bagi individu. Diantara adalah selalu menepati janji, memegang nilai-nilai yang dimiliki, memikirkan konsekuensi dari setiap tindakan yang dilakukan, melatih tindakan yang mendukung integritas dan mendekatkan diri dengan pengaruh yang tepat.

Sementara Mc Farlin dalam karyanya How to Improve Integrity in the Workplace (2016), memberikan resep agar integritas dapat berjalan dengan baik, melalui beberapa cara; (1). Menyampaikan pentingnya dan urgensi integritas di tempat kerja; Wujudkan keterkaitan antara kebijakan - proses - prosedur integritas; (2). Menunjukkan keteladanan; (3). Tangani cepat pelanggaran integritas; (4). Sosialisasikan terus-menerus tentang integritas.

Dalam persepektif individu, beberapa hal yang bisa kita lakukan dan diingat untuk membangun budaya integritas individu yaitu: Pertama, mengingat bahwa semua perbuatan akan dimintakan pertanggungjawaban. Semua agama pasti mengajarkan kejujuran, tidak boleh berbeda antara perkataan dan perbuatan (muthabaqah al kalam li al waqi).

Beberapa ayat Al-Qur’an sangat shorih menganjurkan agar kita menjadi manusia yang jujur (berontegritas. Al-Ahzab:15, “... dan sungguh, mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah, tidak akan berbalik ke belakang (mundur). Dan perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungjawabannya;”. Lihat juga Al Isra:36 dan QS Yasin: 65.

Kedua, mensyukuri nikmat yang telah diberikan. Menumbuhkembangkan sikap syukur atas nikmat dalam kehidupan adalah jalan untuk mencapai kebahagiaan. Dengan syukur nikmat, akan membentuk sikap diri menjadi tidak ngoyo, ambisius, serakah, dzolim dan terhindar dari perbuatan yang melampaui batas kewajaran.

Ketiga, sadar diri dan sadar posisi. Belajar tahu diri dan dan sadar posisi akan mengajarkan kita untuk sering berintrospeksi diri dan tidak banyak berharap yang berlebihan, sehingga terhindar diri dari rasa kecewa dan sakit hati.

Keempat, membaca dan mempelajari kisah-kisah inspiratif terkait dengan integritas/kejujuran. Tumbuhnya komitmen dan keyakinan dalam membangun integritas juga dapat diperoleh dari mempelajari kisah-kisah inspiratif para tokoh dan melihat keteladanan dari orang-orang yang memang laik dijadikan teladan (best practices).

Kementerian Agama melalui Inspektorat Jenderal terus berbenah menjadi bagian mengembangkan dan membudayakan sikap integritas. Komitmen pimpinan sangat kuat dengan memberikan suri tauladan, pengalokasian anggaran yang relative cukup untuk assessment pegawai, dan praktek-praktek baik yang berjalan dalam derap tugas-tugas pengawasan. Semoga Itjen menjadi Lembaga yang menginspirasi bagi unit eselon lainnya untuk menjadikan Kemenag yang bersih dan melayani, karena memiliki para aparatur yang berintegritas. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Eddy Mawardi (Analisis Kebijakan Ahli Madya dan Ketua Tim Kerja Hukum pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua