Katolik

Pemimpin yang Konsisten Dalam Kata dan Perbuatan

Ilustrasi

Ilustrasi

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Tahun 2024 bangsa Indonesia akan menyelenggarakan pemilu sebagai sarana demokrasi untuk memilih pemimpin sebagai representasi dari masyarakat. Di tingkat pusat telah dideklarasikan bakal calon presiden dan wakil presiden. Para bakal calon yang dideklarasikan adalah putera-putera terbaik bangsa dan pantas diberikan apresiasi atas kesediaan mereka untuk mengemban amanat sebagai calon pemimpin masa depan bangsa dan negara.

Di mana-mana isu seputar para bakal calon presiden mulai didiskusikan dalam pelbagai lapisan kalangan masyarakat. Kondisi ini atas salah satu cara dimaknai sebagai bentuk kepedulian dan harapan masyarakat untuk mendapatkan pemimpin yang tepat.

Pemimpin yang dapat memajukan kesejahteraan umum. Pemimpin yang tidak hanya berjuang untuk kepentingan diri dan golongannya. Pemimpin yang tidak hanya pandai bebicara tetapi juga mampu berbuat. Pemimpin yang tidak hanya menipu dan memampukan masyarakat dengan rupa-rupa janji dan harapan palsu tetapi pemimpin yang mampu mewujudkan apa yang menjadi mimpi dan harapan masyarakat. Pemimpin yang tidak hanya sekadar menikmati kekuasaan yang diberikan dengan segalah fasiltas yang tersedia tetapi pemimpin yang mampu melayani dan memperjuangkan terlaksananya aspirasi masyarakat.

Pemimpin yang tidak hanya melahirkan rupa-rupa peraturan perundang-undangan hasil dari koalisi pihak penguasa dan para pemilik modal, tetapi peraturan perundang-undangan yang berpihak kepada masyarakat umum terutama masyarakat kecil, miskin, dan terpinggirkan. Pemimpin yang mampu mengatasi persoalan korupsi, persoalan lingkungan hidup yang kian hari mulai rusak akibat perluasan pembangunan.

Bagaimana alam ini dirawat dan dimanfaatkan secara bertanggung jawab lintas generasi? Begitu juga dengan persoalan trans-ideologi yang bertentangan dengan ideologi Pancasila sehingga mengancam integritas bangsa. Sebagai satu bangsa yang plural dalam pelbagai dimensi kehidupan, maka kita harus memiliki pemimpin yang moderat, pemimpin yang berjiwa pancasilais, yaitu pemimpin yang mampu menjembatani kepelbagaian perbedaan yang menjadi hakikat sekaligus konsensus bangsa.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Dalam Injil Matius 23: 1- 12 juga berbicara perihal pemimpin. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah kelompok terpandang dalam konteks masyarakat Yahudi pada zaman Yesus. Mereka dipandang sebagai orang-orang yang paham tentang hukum Taurat sehingga pembicaraan dan pembahasaan mereka dapat menjadi rujukan, referensi dari masyarakat sekitar.

Sebagai kelompok yang berpengetahuan dan terpandang maka kerap tampil dengan pelbagai busana yang memberikan ciri tersendiri dan membawa pesan sebagai orang-orang religius yang harus dihormati dan didengarkan. Padahal mereka adalah orang-orang munafik yang membalut kemunafikan mereka dengan ekspresi lahiriah yang hanya mengelabui orang- orang yang berada di sekitarnya. Mereka hanya berbicara tentang kebenaran tetapi mereka sendiri tidak melaksanakan kebenaran itu. Bahkan lebih ironis dan tragis karena posisi mereka sebagai orang-orang yang dianggap mengetahui hukum Taurat maka mereka dijadikan rujukan atau standar norma dalam berperilaku.

Kondisi ini tentunya menjadi batu sandungan bagi para murid Yesus yang baru mencoba untuk mengenal dan memahami ajaran Yesus sebagai penggenapan hukum Taurat. Kepada para murid, Yesus mengingatkan “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” Yang dikehendaki oleh Yesus bukan hanya sebatas rangkaian kata tetapi yang lebih penting adalah perbuatan.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Di Indonesia dengan pelbagai kemajuan sarana-prasarana komunikasi, kita dimungkinkan untuk dihadapkan dengan pelbagai sosok, figur yang menempatkan diri sebagai guru, pengajar, pendidik yang menempatkan diri sebagai pencerah, sebagai penawar nilai, norma, ideologi. Bahkan tak jarang selimut agama digunakan untuk memperjuangkan kepentingan ekonomi, politik.

Dalam momen menjelang pemilu mulai muncul pelbagai promosi, iklan-iklan terhadap figur dan pribadi tertentu. Sebagai masyarakat Katolik Indonesia, sekiranya apa yang diajarkan itu benar maka ajarannya diterima. Tetapi jika ajarannya bertentangan dengan iman, merusak tataranan hidup bersama maka harus ditolak. Begitu juga figur-figur yang pantas untuk didekati, diikuti, diteladani hanyalah figur-figur yang konsisten dalam kata dan pebuatan yang benar.

Yoserisel Dirwot Wokanubun (Penyuluh Agama Katolik Kankemenag Kota Ambon)


Fotografer: Istimewa

Katolik Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua