Kolom

Berpancasila dan Beragama dengan Benar

Riswadi, M.Pd (Dosen FTIK UINSI Samarinda)

Riswadi, M.Pd (Dosen FTIK UINSI Samarinda)

Bangsa Indonesia telah merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke-78 dengan penuh semangat. Energi positif ini terlihat dari berbagai aktivitas masyarakat, baik di daerah terpencil maupun di kota-kota. Perayaan kemerdekaan telah diisi dengan beragam kegiatan, misalnya perlombaan, pawai, upacara, syukuran, doa bersama, serta inisiatif- inisiatif positif lainnya. Tujuan dari rangkaian peringatan ini adalah menghidupkan semangat komitmen kebangsaan dan rasa cinta tanah air di hati setiap individu.

Euforia perayaan kemerdekaan ini mencerminkan persatuan masyarakat, semangat gotong royong, kesiapan untuk berkorban, serta kemampuan untuk meredam perbedaan dan menghormati sesama anak bangsa. Semua ini diupayakan dengan tujuan mengenang pengorbanan pahlawan dan seluruh rakyat Indonesia dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Sikap yang tercermin dalam perayaan ini sesungguhnya mencerminkan esensi ajaran Pancasila yang dijunjung tinggi.

Pancasila, sebagai dasar negara Republik Indonesia, telah menjadi panduan bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai luhur Pancasila tidak hanya berkaitan dengan ranah politik dan sosial, tetapi juga memiliki dimensi yang sangat dalam pada konteks keberagamaan. Sebagai bangsa yang beragam dalam suku, agama, budaya, dan bahasa, Indonesia menghadapi tantangan untuk memadukan nilai-nilai Pancasila dengan praktik beragama yang benar. Berpancasila hakikatnya adalah merangkul dan mengaktualisasikan beragama yang benar dalam konteks keragaman.

Agama dan Pancasila
Terdapat perbedaan yang mencolok antara agama dan Pancasila, dua hal yang sulit untuk dipadukan karena aspek substansialnya yang berbeda. Agama berperan sebagai panduan keyakinan yang bersumber dari kitab suci, sementara Pancasila adalah dasar negara yang mengatur prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara, diakui dalam konteks konstitusional. Pengakuan terhadap keduanya memiliki perbedaan mendasar. Pengakuan terhadap agama sebagai panduan berasal dari Tuhan, sedangkan pengakuan terhadap Pancasila sebagai landasan negara berasal dari peraturan konstitusional yang dibentuk oleh kehendak manusia. Namun, pertanyaannya adalah apakah nilai-nilai agama dan Pancasila dapat tetap hidup dan relevan dalam jiwa bangsa yang kita cintai ini?

Agama memiliki cakupan yang sangat luas, mengatur dan mengajarkan prinsip-prinsip serta hal-hal penting dalam kehidupan manusia, dari urusan pribadi hingga tataran bernegara dan berbangsa. Menurut Prof. Dr. Nurcholis Majid, Pancasila sebagai landasan dan falsafah bangsa Indonesia dapat diterima oleh umat beragama di Indonesia. Beberapa alasan mendukung hal ini adalah nilai-nilai Pancasila disetujui oleh semua ajaran agama, serta fungsinya sebagai titik kesepakatan antar kelompok untuk mencapai persatuan politik bersama.

Dalam sejarah perkembangan politik umat beragama, seperti Islam, terdapat konstitusi dan dokumen politik yang dikenal sebagai Piagam Madinah. Meskipun tidak bisa dianggap setara dengan Pancasila, tetapi ada kesamaan nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Ini mencakup gagasan-gagasan modern seperti kebebasan beragama, hak setiap kelompok untuk mengatur kehidupan sesuai keyakinannya, serta kebebasan dalam hal ekonomi antar kelompok. Oleh karena itu, meskipun agama dan Pancasila memiliki perbedaan, namun ada nilai dan prinsip yang serupa yang tidak dapat dipisahkan, yaitu ajaran tentang nilai-nilai universal kemanusiaan sebagai makhluk Tuhan. Agama dan Pancasila keduanya membawa nilai-nilai kemanusiaan, yang pada intinya tetap ada dalam nurani bangsa dan tidak akan hilang seiring waktu. Nilai-nilai ini akan tetap relevan dalam masyarakat Indonesia yang heterogen.

Pancasila sebagai Landasan Beragama
Pancasila, sebagai suatu pandangan hidup, memiliki potensi untuk menjadi dasar beragama yang kokoh dan inklusif. Sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa", menyiratkan pengakuan akan keberadaan Tuhan sebagai sumber segala kehidupan dan kebijaksanaan. Namun, sila ini tidak mengikat pada suatu agama tertentu, melainkan mengajarkan toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman keyakinan agama. Oleh karena itu, berpancasila dalam konteks beragama adalah menerima keberagaman dan mengakui bahwa ketaatan pada agama masing-masing merupakan hak asasi yang harus dihormati.

Pancasila sebagai Jembatan Keberagaman
Keragaman agama di Indonesia adalah keniscayaan yang harus dikelola dengan bijak. Pancasila, dengan sila-silanya yang mendorong persatuan dan kesatuan, seharusnya menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai keyakinan agama. Berpancasila dalam konteks beragama berarti menghilangkan sekat-sekat pemisah antaragama dan membangun dialog antarumat beragama untuk saling memahami dan menghormati perbedaan-perbedaan tersebut.

Bersikap Toleran dan Menghormati
Berpancasila hakekatnya beragama yang benar juga mencerminkan sikap toleransi dan penghormatan terhadap setiap individu, tanpa memandang latar belakang agama yang dianut. Masyarakat Indonesia seharusnya mampu melampaui perbedaan dan memahami bahwa ajaran agama mengajarkan kebaikan, kedamaian, dan kasih sayang. Dalam praktiknya, ini berarti menerima bahwa setiap agama memiliki kontribusi untuk membangun masyarakat yang adil, makmur, dan harmonis.

Beragama Dalam Kerangka Kemanusiaan
Berpancasila hakekatnya beragama yang benar juga mencakup prinsip kemanusiaan yang universal. Sila kelima, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia", menekankan pentingnya memperhatikan kesejahteraan bersama dan mengatasi kesenjangan sosial. Dalam konteks beragama, ini mengingatkan kita bahwa ajaran agama sejatinya mengajarkan empati, keadilan, dan perhatian terhadap sesama manusia. Oleh karena itu, berpancasila dalam beragama adalah berpraktik agama dengan cara yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Kesimpulan
Berpancasila hakikatnya beragama yang benar adalah menghayati nilai-nilai Pancasila sebagai dasar bagi sikap, tindakan, dan hubungan keberagamaan. Ini mengajarkan kita untuk menjalankan agama dengan menghormati perbedaan, membangun dialog antarumat beragama, dan memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Dalam era globalisasi dan interkoneksi, memahami hakekat berpancasila dalam beragama adalah langkah penting untuk menjaga harmoni dan kedamaian dalam masyarakat yang beragam.

Riswadi, M.Pd (Dosen FTIK UINSI Samarinda)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua