Kolom

Best Practices Moderasi Beragama di Radboud University Netherlands

Diskusi tim riset UIN dengan akademisi Radboud University, The Netherlands

Diskusi tim riset UIN dengan akademisi Radboud University, The Netherlands

Sebagai salah satu wujud dari Tri Dharma Perguruan Tinggi dan juga dalam rangka mendukung program International Recognition and Reputation University melalui riset, salah satu tim riset yang mendapatkan bantuan dana riset dari Project Management Unit (PMU) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang melakukan penelitian ke Radboud University, The Netherlands.

Riset dilakukan di Radboud University, The Netherlands yang merupakan perguruan tinggi nomor 139 World University Rangkings 2023. Penelitian ini mengangkat tema "Cross sectional studies on Religious Moderation Mainstreaming Strategies and Practices Between UIN Malang and Radboud University". Riset ini juga memotret outlook kehidupan beragama di Belanda yang cenderung dikenal sebagai negara sekuler.

Tim Riset terdiri dari Dr. Mohammad Mahpur, M.Si (Ketua Program Studi S2 Magister Psikologi), Jamilah, MA (Sekretaris Program Studi S3 Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner), Devi Pramitha, M.Pd.I (Sekretaris Program Studi S1 Manajemen Pendidikan Islam) dan Alitha Natriezia, SE (Humas UIN Malang).

Penelitian bertujuan melihat bagaimaan nilai moderasi beragama diartikulasikan dalam konteks negara yang cenderung dianggap sekuler, sehingga bisa menjadi sebuah lesson learned bagi universitas di Indonesia.

Selama ini padangan umum tentang sekularisasi dan negara sekuler cenderung melihat bahwa issu-isu agama adalah sesuatu yang tidak relevan diangkat diruang publik karena ideologi utama dari negara sekuler mengadopsi ideologi liberal demokratik. Artinya, beragama atau tidak beragama tidak menjadi hak absolut individu, dengan dalil freedom of choice dan freedom of expression. Hal ini diadopsi secara praktis oleh perguruan tinggi di Belanda, salah satunya oleh Radboud university yang tercantum dalam kebijakan-kebijakan manajerial dan akademiknya.

Potret Moderasi
Bagi Radboud University, freedom of expression adalah hak individu yang harus dijamin oleh universitas secara legal dan formal. Beberapa dokumen kebijakan secara explisit menyebutkan hal tersebut, salah satunya dipayungi oleh aturan yang disebut dengan 'code of conducts' yang mengatur freedom of expressions seluruh mahasiswa akan tetapi dalam batasan hukum yang berlaku, atau yang mereka sebut sebagaai 'freedom of expression within the boundary of state law'.

Artinya, seseorang boleh tidak setuju pada pilihan orang lain termasuk pilihan dalam mengekspresikan agama atau kepercayaannya, akan tetapi mereka dituntut untuk menghormati perbedaan tersebut. Jika terdapat tindakan yang berdampak pada perusakan akibat dari sikap ketidaksetujuaan tersebut, maka universitas melalui code of conduct dapat menerapkan sanksi. Terpenting adalah, regulasi yang dibuat menggunakan bahasa-bahasa universal dan tidak simbolik pada agama, suku, atau kelompok tertentu. Hal ini yang kemudian bisa diterima oleh seluruh warga kampus dari Radboud.

Di kampus ini, ikhtiar untuk membentuk sikap moderat atau menghargai perbedaan adalah dengan memberikan ruang-ruang atau fasilitas yang mendukung kenyamana dan rasa aman bagi mahasiswa dalam proses studinya, adalah cara memberikan fasilitas ibadah bagi seluruh agama. Pihak kampus menginginkan fasilitas beribadah dapat menjadai laboratorium untuk semua mahasiswa memahami satu sama lain antar pemeluk agama yang berbeda melalui interaksi ketika mereka bertemu.

Perpsektif yang dibangun di kampus ini dalam konteks kehidupan beragama adalah, beragama dan mempraktekkan adalah suatu hak mutlak dari seorang individu sebagai sebuah penghargaan terhadap harkat martabat kemanusiaannya. Kampus adalah salah satu tempat yang tepat untuk membangun sikap moderat dalam kerangka respect and dignity of humanity, melalui kebijakan formal dan fasilitas yang mendukung. Bagi pihak kampus, memiliki code of conduct, meberi ruang berekspresi untuk mahasiswa, menjamin rasa aman dan nyaman selama studi sebenarnya adalah sebuah bentuk sekularisasi dari nilai-nilai agama, dan itu hanya akan bisa difahami dan diterima jika bahasa-bahasa yang digunakan bersifat universal sehingga bisa diterima oleh siapapaun dengan latar belakang berbeda. Dengan demikian, Radboud melakukan transformasi dari faith-based university menjadi good citizenship-based university.

Prof. Frans J. S Wijsen, salah satu professor emeritus in the Department of empirical and practical religious studies di Universitas Radboud yang menerima kedatangan tim riset, mengatakan bahwa sesungguhnya Universitas Radboud ini awalnya didirikan dengan nama Universitas Katolik yang dulunya penduduk Katolik Belanda berencana menggunakan universitas tersebut untuk mempromoiskan emansipasi umat Katolik di Belanda. Namun saat ini Radboud University sangat terbuka dengan agama apapun, tak terkecuali agama Islam. Hal itu dibuktikan dengan adanya code of conduct atau kode etik berperilaku yang ditetapkan oleh dewan eksekutif sebagai basic value of our society di Radboud University.

Beberapa nilai yang ada pada code of conduct ini seperti, respect to each other, social safety not only in religion but in another aspect, memfasilitasi semua kebutuhan mahasiswa dengan tidak memandang agama, dan masih banyak nilai-nilai lainnya yang sesungguhnya nilai tersebut juga diajarkan di agama Islam.

Pandangan lain disampaikan Fr. Joseph Geelen, salah satu pendeta dan koordinator tempat beribadah bagi semua agama di Radboud University. Melihat bahwa moderasi beragama adalah bagian dari moderasi, yaitu sikap dan praktik untuk respect kepada orang lain dan menjamin agar setiap orang harus merasa bebas bersuara dan bebas mempunyai pilihan. Sementara jika moderasi beragama dijadikan sebagai proses pertemuan lintas agama, seseorang perlu memiliki aturan agar tidak melintasi batas. Seperti kita mau menyeberang jalan, kita perlu menaati rambu-rambu lalu lintas agar saling menjaga kepentingan satu dengan yang lainnya.

Di tempat ini, Student Enkerk (tempat ibadah) di Radboud University, tidak hanya menyediakan ibadah bagi umat Katolik, tetapi juga untuk tempat sholat, meditasi, berkumpul dari mahasiswa yang berkunjung ke tempat ibadah bersama. Menurut Romo Fr. Joseph Geelen, kebutuhan yang disediakan universitas bukan hanya agama yang banyak dianut mahasiswa, tetapi yang sedikit dibutuhkan oleh sebagian kecil mahasiswa juga disedikan. Hal ini berbeda di luar negara, yang mayoritas saja disediakan, sementara yang minoritas sama sekali tidak diberi fasilitas. Kehidupan moderat berarti respek terhadap kebutuhan layanan yang memberi penghargaan dan hak agar fasilitas publik (seperti tempat sembahyang) semua agama dapat terjamin aman secara sosial.

Riset yang dilakukan pada 3 - 8 Maret 2023 di Radboud University ini diharapankan bisa memberikan dampak positif bagi para pembuat dan pengambil kebijakan di kalangan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang secara khusus untuk menyusun model implementasi moderasi beragama dengan melihat berbagai pengalaman praktis lintas universitas di dunia. Utamanya sebuah negara yang menjunjung hak asasi manusia dan bisa menjadi pilot project bagi Kementerian Agama yang saat ini juga sedang menggaungkan moderasi beragama sebagai salah satu program prioritas.

Nilai penting yang mendasari moderasi beragama ketika disandingkan dengan pengalaman moderasi dalam seluruh kehidupan yang luas di Radboud University adalah bagaimana semua orang dengan identitas berbeda dapat tumbuh bersama dengan nilai human being dan dignity of humanity. Sebenarnya dasar negara Indonesia sudah memberi fundasi filosofis tepat bagi nilai moderasi yang bersifat mendasari kehidupan sosial yang menghargai nilai kemanusiaan dapat tumbuh bersama. Namun, identitas agama yang dikapitalisasi dalam perebutan politik identitas, justru mengkerdilkan kehidupan moderat yang sudah terbentuk nilainya di Pancasila.

Tulisan diramgkum dari Focus Grup Discussion oleh Tim Peneliti Dosen UIN Malang, Dr. Mohammad Mahpur, M.Si (Ketua Program Studi S2 Magister Psikologi), Jamilah, MA (Sekretaris Program Studi S3 Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner), Devi Pramitha, M.Pd.I (Sekretaris Program Studi S1 Manajemen Pendidikan Islam) dan Alitha Natriezia, SE (Humas UIN Malang).


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua