Kolom

Dominasi Fiqh dan Peran MQKN Siapkan Kader Ulama

Mahrus aL-Mawa (Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma'had Aly)

Mahrus aL-Mawa (Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma'had Aly)

Membaca dan memahami kitab kuning dengan baik, benar, dan tepat merupakan capaian seorang santri yang mempelajari ajaran Islam di Pondok Pesantren Indonesia. Capaian itu tidak cukup hanya dinilai atau dievaluasi oleh para ustadz, kyai, atau pengasuh pesantren tempat santri belajar, tetapi juga diuji dan dinilai oleh pihak pesantren lainnya yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Musabaqah Qira’atil Kutub tingkat nasional (MQKN) merupakan salah satu wadah untuk melakukannya.

MQKN kembali digelar tahun ini sebagai musabaqah ke-7 tingkat nasional. Tuan rumah MQKN 2023 adalah Pesantren Sunan Drajat Kab. Lamongan Provinsi Jawa Timur. Program rutin 3 (tiga) tahunan Kementerian Agama RI ini, kecuali pada era pandemi COVID sempat ditiadakan, selalu relevan dengan perkembangan zaman, bukan hanya dalam hal teknis pelaksanaannya, tetapi juga substansi yang ingin dicapai bagi santri, pendidikan pesantren, dan kontribusi bagi bangsa dan negara.

Secara teknis, MQKN ke-7 ini sudah serba digital, mulai dari pendaftaran, keabsahan peserta, hingga penilaian saat lomba berlangsung. Berdasar digital ini, transparansi dan akuntabilitas MQKN dapat dipertanggungjawabkan penyelenggaraannya oleh para stakeholders. Secara substansi, situasi perkembangan keislaman global dan lokal, sangat relevan dengan tema MQKN, “Rekontekstualisasi Turats untuk Peradaban dan Kerukunan Indonesia”.

Sebagai salah satu sumber utama pengajaran Islam di Indonesia, kitab kuning merupakan referensi yang menjadi bagian dari khazanah turats setiap pesantren. MQKN 2023 akan diikuti 1.060 peserta dari 34 provinsi se-Indonesia. Mereka terbagi dalam empat kategori; Marhalah Ula, Wustha, Ulya, dan Ma’had Aly. Kategorisasi ini selaras dengan satuan pendidikan pesantren, pasca terbitnya UU Pesantren No. 18 tahun 2019. Apabila dilihat dari mekanisme teknisnya, ketiga marhalah ini dikoordinir oleh Kantor Kementerian Agama tingkat Wilayah atau Provinsi. Khusus Ma’had Aly, lembaga ini dikelola secara teknis oleh Asosiasi Ma’had Aly (AMALI) sebagai organisasi nirlaba Perguruan Tinggi di Pesantren.

Selain itu, ada sejumlah bidang kajian kitab yang akan dilombakan pada MQKN 2023. Pertama, bidang kitab fiqh berjumlah 172 peserta, terdiri atas marhalah ula: 60, marhalah wustha: 62, dan marhalah ulya: 50. Kedua, bidang kitab nahwu diikuti 156 peserta, terdiri atas ula: 55, wustha: 58, dan ulya: 43. Ketiga, bidang kitab tauhid, total peserta berjumlah 132 orang, terdiri atas ula: 58, wustha: 48, dan ulya: 26. Keempat, bidang akhlak dengan 130 peserta, terdiri atas ula: 43, wustha: 55, dan ulya: 32.

Kelima, bidang tarikh yang diikuti 129 peserta, terdiri atas ula: 50, wustha: 47, dan ulya: 32. Adapun bidang lomba yang sepi peminat antara lain ilmu tafsir dan ilmu hadis, masing-masing hanya diikuti 26 peserta. Untuk kajian balaghah ada 28 peserta. Ketiganya hanya dilombakan pada marhalah ulya. Jika setiap provinsi mengikuti semua untuk satu mata lomba itu maksimal 70 santri. Artinya, dari peserta sepi peminat itu tidak semua provinsi memilih lomba tersebut.

Berangkat dari data tersebut, para santri lebih memilih bidang fiqih, Matn Safinah an-Naja’ (ula), Fath al-Qarib al-Mujib fi Syarh al-Fadh at-Taqrib (wustha), serta Fath al-Mu'in bi Syarh Qurrah al-'Ain bi Muhimmad ad-Din (ulya). Adapun di bawah bidang fiqh, peserta lomba yang lebih dari 50 santri, dipilih kitab al-‘Imrith (nahwu), kitab ‘Aqidah al-‘Awwam (tauhid), Matn al-Jurumiyah (nahwu), Adab al-'Alim wa al-Muta'allim (akhlak), dan Khulashah Nur al-Yaqin (tarikh).

Sekilas, jika bidang fiqh dan nahwu menjadi pilihan dominan para santri peserta lomba MQKN tahun 2023, maka itu menunjukkan bahwa ilmu dasar gramatika untuk memahami teks, seperti nahwu ini menjadi sesuatu yang lumrah, karena harus dipahami dengan baik untuk dapat membaca kitab kuning. Kewajaran serupa ketika para santri memilih bidang fiqh (hukum Islam). Sebab diakui atau tidak, bidang hukum Islam inilah yang sangat dekat dengan problem atau realitas di masyarakat, mulai dari diri sendiri, keluarga, dan umat.

Kitab kuning hukum Islam atau Fath al-Qarib al-Mujib fi Syarh al-Fadh at-Taqrib jika banyak diminati para santri dapat disebut bahwa kader ulama, kyai dengan demikian tidak akan kekurangan stoknya. Kewajaran juga dapat dimaklumi ketika bidang ilmu tafsir/hadits dan balaghah (sastra) menjadi pilihan yang sepi peminat dari peserta lomba, sebab keilmuan tersebut memang hanya diminati para santri yang mengkhususkan diri.

Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa MQKN kali ini menjadi bagian tak terpisahkan dari proses seleksi memperoleh ulama, kyai ahli hukum Islam (faqih) di Indonesia yang kompetitif dan kompeten. Sehingga, kaderisasi ulama yang faqih, seperti KH. Sahal Mahfudh, mantan Ketua Umum MUI Pusat, dan pemimpin tertinggi atau Rais Aam Syuriyah PBNU. Karena itu, rekontekstualisasi turats untuk peradaban dan kerukunan menjadi sangat relevan bila para santri menjadi ahli hukum Islam agar senantiasa membangun peradaban dan kerukunan di Indonesia, khususnya. []

Mahrus aL-Mawa (Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma'had Aly)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua