Kolom

Filantropi Haji

Muchlis M Hanafi (Sekretaris Badan Amil Zakat/Baznas RI)

Muchlis M Hanafi (Sekretaris Badan Amil Zakat/Baznas RI)

Di tengah protes keras pemerintah (Kementerian Agama) kepada penyedia layanan jemaah haji di Arafah-Muzdalifah dan Mina (Armuzna), datang kabar menggembirakan dari Mekkah. Pada sabtu lalu (1/7/2023) untuk pertama kalinya Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bersama Kementerian Agama (Kemenag) RI melakukan penyembelihan sebanyak 3.117 kambing dam jemaah haji Indonesia di Rumah Potong Hewan (RPH) Ukaisiyah Mekkah. Daging kambing tersebut nantinya akan dikirim ke Indonesia untuk dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan.

Kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman antara Baznas dan Kemenag RI tentang pengelolaan dam haji pada 16 Juni 2023. Sebelum itu, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) mengeluarkan Surat Edaran No 2/2023 tentang Petunjuk Teknis Pembayaran Dam PPIH Kloter dan PPIH Arab Saudi tahun 2023/1444 H.

Tahun 2013, saat menjabat Dirjen PHU, Anggito Abimanyu pernah melontarakan gagasan ini. Tetapi, sampai akhir jabatannya sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tahun 2022 pengelolaan dam secara kolektif belum terwujud. Sebagai aktivis filantropi, Hilman Latief, Dirjen PHU saat ini, bergerak cepat langsung mengeksekusinya. Sudah terlalu lama diwacanakan, katanya kepada penulis.

Menggandeng Baznas pilihan tepat, karena Baznas lembaga pemerintah yang mengelola Zakat, Infak, Sedekah dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya (ZIS DSKL). Dam, kurban, akikah, fidyah dan lain termasuk jenis DSKL. Selain untuk memberikan perlindungan jemaah agar sempurna ibadahnya, tentu karena di situ ada potensi dana sosial keagamaan yang dapat dimanfaatkan umat.

Dam Tamattu'
Setiap tahun, hampir seluruh jemaah haji melaksanakan haji tamattu`, yaitu setelah melaksanakan umrah saat awal kedatangan di tanah suci, mereka melepas kain ihram dan kembali mengenakannya ketika niat berhaji sebelum berangkat ke Arafah. Hanya sedikit yang mengambil haji ifrâd, yaitu datang ke Mekkah dan berihram untuk haji saja, meskipun setelah haji berumrah, dan haji qirân, yang menghimpun pelaksanaan haji dan umrah dalam satu waktu/ niat.

Sesuai QS. Al-Baqarah: 196, sebagai ungkapan rasa syukur dan untuk menyempurnakan ibadah, para jemaah haji yang ber-tamattu` diwajibkan menyembelih hewan al-hadyu. Secara bahasa, al-hadyu berarti ‘hadiah persembahan’. Di kalangan jemaah haji Indonesia, al-hadyu lebih populer disebut dam (darah), sebab dari hewan sembelihan tersebut darah mengalir.

Saat Haji Wada’, Nabi Saw mempersembahkan ke tanah suci seratus ekor unta saat haji (HR. Al-Bukhari). Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmû mengatakan, “para ulama sepakat menyatakan bahwa sangat dianjurkan bagi yang bermaksud melaksanakan haji dan umrah ke kota Mekkah untuk mempersembahkan hewan (kambing, sapi dan unta) dan menyembelihnya di sana, kemudian membagikan dagingnya kepada orang-orang miskin di tanah suci” (al-Majmû Syarh al-Muhadzdzab, 8/356). Selain dam tamattu yang hukumnya wajib, ada juga dam wajib yang timbul akibat pelanggaran terhadap ketentuan ibadah haji dan umrah karena meninggalkan sesuatu yang diperintahkan (dam isâ`ah), seperti tidak mabit di Muzdalifah, tidak melontar jamarat pada tanggal 10 Dzulhijjah (aqabah) dan hari-hari tasyrik dan lainnya.

Pada umumnya, jemaah haji Indonesia melaksanakan dam dengan cara; membeli hewan sendiri dan menyembelihnya di Rumah Potong Hewan (RPH) yang telah disediakan, atau; mempercayakannya kepada orang lain (tokoh agama, KBIHU, ketua kloter atau muqîmîn), atau; membeli kupon al-hadyu yang disediakan oleh Islamic Development Bank (IDB) melalui proyek Adahi di beberapa kounter bank dan kantor pos. Ketika dilaksanakan sendiri atau melalui perantara (calo), terbuka celah terjadinya penyimpangan, seperti dam yang tidak dilaksanakan, dilaksanakan tetapi tidak sesuai ketentuan agama, distribusi daging yang tidak tepat sasaran, praktik jual-beli daging dam dan kurban di RPH dan sebagainya. Selepas hari tasyrik, biasanya polisi Arab Saudi melakukan razia karena sering terjadi penyelundupan daging dari RPH di Masya`ir ke restoran-restoran di Mekah, Jeddah dan wilayah lainnya di Arab Saudi. Padahal, para ulama sepakat, seperti dinyatakan Imam al-Nawawi (w.676 H) dalam kitab al-Îdhâh, tidak boleh hukumnya menjual daging kurban dan al-hadyu.

Potensi Ekonomi Dam Haji
Kerja sama Baznas-Kemenag dalam kontek ini menjadi sangat strategis. Selain dapat lebih menjamin keabsahan dan kesempurnaan ibadah haji secara syar`i, juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tanah air. Setiap tahun Indonesia mengirim 221.000 jemaah haji. Sebanyak itu pula kambing dibutuhkan. Nilainya tidak kurang dari 500 miliar rupiah, bila harga per ekor 600 SR. Seekor kambing diperkirakan dapat menghasilkan 20 pouch (kantong kemasan). Maka, setiap tahun terdapat 4,4 juta kemasan daging yang dapat distribusikan di Indonesia. Angka tesebut cukup signifikan dalam menekan angka stunting di Indonesia. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), pada tahun 2022 angka stunting mencapai 21,6 persen. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi menargetkan prevalensi stunting di 2023 menjadi 17 persen.

Pada prinsipnya, daging dam adalah hak fakir miskin tanah haram/ suci. Tetapi para fukaha sepakat membolehkan kelebihannya untuk dikirim kepada yang berhak menerima di luar tanah haram, termasuk ke negara-negara lain. Selain pemanfaatan daging dam untuk meningkatkan gizi masyarakat, terbuka peluang bisnis dalam pengadaan hewan al-hadyu. Selama ini Pemerintah Arab Saudi selalu mendatangkan kambing dari beberapa negara di Afrika dan Australia. Investor Indonesia dan Saudi Arabia dapat bekerjasama untuk memasok kebutuhan kambing jemaah haji Indonesia. Ijma ulama, hewan al-hadyu harus disembelih di tanah suci (Mekkah). Hewannya didatangkan dari Indonesia, disembelih di Mekkah, dan dagingnya dikembali ke Indonesia. Prinsipnya, “Dari Indonesia untuk Indonesia”.

Tahun ini baru terbatas dam petugas. Kita berharap, secara bertahap di tahun-tahun mendatang, dapat mencakup seluruh jemaah haji. Ini akan menjadi legacy Kementerian Agama di bawah kepemimpinan GusMen dalam membangun eksositem ekonomi haji. Pelaksanaan dam dan kurban secara kolektif melalui lembaga terpercaya akan lebih maslahat daripada dilakukan sendiri-sendiri. Selain dapat melaksanakan ibadah sesuai syariat, cara ini juga akan mendatangkan manfaat secara ekonomis bagi masyarakat luas di tanah air. Dengan demikian, pelaksanaan al-hadyu sebagai salah satu syiar agama (QS. Al-Hajj [22]: 36), sejalan dengan salah satu tujuan berhaji, yaitu untuk memperlihatkan ragam manfaat (QS. Al-Hajj [22]: 28). Manfaat yang bersifat material tidak hanya dirasakan di tanah suci, tetapi juga di negeri sendiri. Oleh karenanya, dukungan para ulama, parlemen dan warga masyarakat sangat diperlukan untuk keberlangsungan program ini.

Muchlis M Hanafi (Sekretaris Badan Amil Zakat/Baznas RI)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua