Kolom

Inovasi Layanan Haji Ramah Lansia

Prof. Dr. M. Noor Harisudin, S.Ag, S.H, M. Fil. I (Dekan Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember)

Prof. Dr. M. Noor Harisudin, S.Ag, S.H, M. Fil. I (Dekan Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember)

Inilah sesungguhnya jihad haji ramah lansia. Berbeda dengan tahun sebelumnya, tagline Haji Ramah Lansia benar-benar tantangan tersendiri. Kementerian Agama telah berupaya keras bagaimana layanan haji tahun ini benar-benar support ramah lansia yang berusia 65 tahun ke atas dengan tidak mengurangi mutu layanan pada jemaah haji lain (non-lansia). Apalagi jumlah lansia yang mencapai 30 persen (67.000 orang) dari total jama’ah haji Indonesia yang berjumlah 229.000.

Kemenag RI juga telah memberikan SOP (standard operational procedure) bagaimana penanganan jemaah haji lansia mulai dari embarkasi, bandara, pesawat, Makkah-Madinah, dan terminal debarkasi. Di tempat-tempat ini, jemaah haji lansia mendapatkan perhatian khusus yang berbeda dengan umumnya jemaah haji Indonesia.

Tentu, memberikan perhatian lebih pada lansia tidak harus dengan mengorbankan jemaah haji yang lain. Sebaliknya, jemaah haji yang lain (non-lansia) tetap mendapatkan hak-haknya, sebagaimana mestinya. Hak sebagai jemaah haji Indonesia, yang pada tahun 2022 yang silam menjadikan indeks layanan haji Indonesia naik drastis dan menjadi tertinggi sepanjang sejarah haji di negeri ini.

Inovasi Layanan Jemaah Haji Lansia
Sebelumnya, Kemenag RI telah melakukan berbagai langkah dengan berbagai inovasi layanan pada Haji Lansia pada tahun 2023 ini, sebagaimana berikut:

Pertama, Kementerian Agama telah melibatkan ahli geriatri dari Universitas Indonesia untuk merumuskan konsep layanan, prosedur operasional, melakukan pemantauan sekaligus pengawasan kesehatan jemaah haji lansia saat operasional.

Kedua, Kemenag telah meluncurkan buku manasik haji ramah lansia, yang berisi panduan manasik untuk kaum risiko tinggi ini jauh-jauh hari sebelumnya. Buku ini memberikan penekanan hukum rukhsah bagi lansia dalam menjalankan ibadah haji.

Ketiga, Kemenag juga menyiapkan SDM khusus yang membidangi layanan jemaah haji lansia. Meski jumlahnya terbatas, namun penanganan pada jemaah lansia ditunjukkan dengan adanya bidang ramah lansia.

Keempat, Kemenag juga menyediakan sarana transportasi bus shalawat untuk jemaah haji lansia. Ada 422 bus shalawat yang menjadi armada layanan haji lansia dengan tiga terminal haji di Mekkah.

Kelima, Kemenag telah menyediakan ruang tunggu khusus bagi lansia di lobi-lobi hotel Mekkah, yang dikhususkan pada jemaah haji lansia. Demikian juga, Kemenag menyediakan lift khusus untuk prioritas jemaah haji ramah lansia.

Keenam, Kemenag juga berusaha memberikan makanan yang ramah lansia, misalnya bubur, dan sebagainya, meski yang terakhir ini dengan menyediakan saranan pembuatan bubur untuk ramah lansia.

Ketujuh, Kemenag dan Kementerian Kesehatan telah menyiapkan enam layanan, baik tenaga kesehatan haji, tim promosi kesehatan, gawat darurat sektor, KKHI, tim sanitasi maupun tim obat. Keenam layanan ini disipakan untuk melakukan pada jemaah secara umum dan ramah lansia.

Puncak Haji Armina dan Terobosan Pemerintah Saudi
Selain berbagai layanan inovasi jemaah haji lansia, Kemenag juga telah berupaya memberikan kemudahan untuk jemaah haji lansia. Dalam konteks ini, Kemenag minimal memetakan Jemaah Haji Lansia, khususnya dalam puncak haji Armina mulai 9 Zulhijah ke depan, sebagaimana berikut:

Pertama, skema ibadah haji lansia. Skema ini disiapkan untuk jemaah haji lansia yang meninggal dunia setelah di embarkasi, saat di pesawat dan tanah suci. Disamping itu, skema ini juga diperuntukkan pada jamah lansia yang memiliki ketergantungan pada alat dan obat sehingga tidak bisa dimobilisasi.

Kedua, skema safari wukuf lansia. Skema ini disiapkan bagi jemaah haji yang sakit dan dirawat, baik di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) maupun RS Arab Suadi dan masih bisa dimobilisasi. Jemaah ini akan disafari-wukufkan dengan diangkut bus yang sudah dimodifikasi sehingga bisa duduk atau berbaring. Mereka satu dua jam di Arafah dan kembali ke KKHI atau RS Arab Saudi.

Ketiga, jemaah lansia yang menggunakan kursi roda dengan fisik sehat. Jemaah ini akan tetap dibawa ke Arafah untuk menjalani wukuf di Arafah bersama jemaah haji yang lain. Hanya saja, mereka tidak mampir ke Muzdalifah karena Muzdalifah merupakan hamparan pasir dan kursi roda akan terasa berat jika akan mendorongnya.

Kemenag telah melakukan terobosan dengan skema ketiga menginisiasi dimana lansia kursi roda diberangkatkan dari Arafah langsung ke Mina menjelang tengah malam dan jemaah lansia lewat di Muzdalifa pada tengah malam. Mereka lalu mabit lahdzatan, sementara balang jumrahnya mereka wakilkan pada jemaah yang sehat.

Langkah ketiga ini baik, namun perlu sinergi berbagai pihak untuk mobilitas lansia yang menggunakan kursi roda. Kepedulian jemaah menjadi faktor penentu kelancaran dan kemudahan lansia menjalankan ibadah haji.

Namun demikian, kita perlu beri catatan, bahwa inovasi Kemenag --- termasuk inovasi layanan lansia ini--terkadang terbentur dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi. Misalnya tenda kemah Arafah dan toilet yang terbatas. Ke depan, Pemerintah Saudi perlu melakukan langkah-langkah jitu untuk mengatasi masalah tersebut.

Bagaimanapun, kita sadar bahwa pemerintah saudi telah berupaya membuat fasilitas haji yang baik. Sebagai misal layanan mobil golf di jamarat bagi jama’ah yang jauh dari lokasi jamarat di Mina. Namun, tidak terobosan pemerintah saudi tidak boleh dianggap titik, namun harus dianggap ‘koma’ sehingga penyempurnaan demi penyempurnaan tidak akan berhenti.

Wallahu’alam.

Prof. Dr. M. Noor Harisudin, S.Ag, S.H, M. Fil. I (Dekan Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Guru Besar UIN KHAS Jember dan PPIH Kloter SUB 55 Tahun 2023)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua