Kolom

Islam, Sains, dan Fenomena Ida Dayak

Thobib Al-Asyhar

Thobib Al-Asyhar

Ida Dayak; sosok perempuan fenomenal belakangan ini. Bukan karena tampilan "kaleng-kaleng" untuk cari sensasi. Ia hadir untuk membantu orang banyak. Mereka yang membutuhkan pertolongan karena mengidap berbagai penyakit.

Tidak seperti Tabib lain, Ida Dayak melayani pengobatan secara gratis-tis, alias free cash. Caranya pun unik. Selain tampil dengan atribut budaya Dayak, pengobatan dilakukan dengan pijitan minyak Bintang secara sederhana, plus doa-doa dan tarian kecil khas suku Dayak.

Bukan hanya itu. Gaya pengobatannya pun sangat komunikatif. Tanpa membedakan agama, suku, dan kepercayaan. Semua dilayani dengan riang. Seakan tiada batas psikologis antara dirinya dengan pasien. Tempatnya pun di ruang-ruang terbuka, seperti pasar, halaman rumah, atau tanah lapang. Siapa pun boleh lihat. Boleh foto atau take video. Bebas. Tidak ada yang ditutupi.

Pengobatan secara humanis inilah yang menjadi magnet publik berbondong-bondong datang. Para pasien seperti ketemu ibunya sendiri. Ramah, menghibur, dan kelihatan kasih sayangnya. Masyarakat seakan menemukan momentum yang sangat dirindukan selama ini di tengah mahalnya biaya medis rumah sakit.

"Daya linuih" Ida Dayak telah menyihir banyak kalangan. Ia dinilai mampu mengobati berbagai penyakit dalam sekejab, khususnya kelainan tulang. Ibarat tukang sulap, tangan yang bengkok, kaki yang lumpuh, mulut yang kelu, dan lain-lain, hanya dipijit dengan minyak warna merah, seketika sembuh. Ajaib! Tidak sedikit keluarga pasien menangis terharu.

Fenomena pengobatan alternatif Ida Dayak pun jadi perhatian banyak orang. Silih berganti orang terkenal pada memuji. Tidak sedikit tokoh publik memanfaatkan jasanya, seperti Hendropriyono (mantan panglima TNI), Guruh Soekarnoputra, Ali Mukhtar Ngabalin, dan masih banyak lagi.

Bahkan mantan Menteri Kesehatan, Fadhilah Supari, menurut pengakuannya di salah satu acara sebuah TV sempat meneteskan air mata setelah melihat di media betapa bahagianya rakyat yang mendapatkan pertolongan Ida Dayak. Rakyat sangat terharu atas kebaikan dan kepedulian Ida Dayak yang ikhlas dan peduli tanpa bayaran.

Meski demikian, tidak sedikit orang yang mencela dan menuduh ini dan itu. Apalagi kalangan dokter yang hanya percaya pada prinsip keilmuan Barat. Sebagian orang memojokkan Ida Dayak telah melakukan praktik perdukunan. Ada pula yang menyamakan fenomenanya seperti aksi bocil Ponari asli Jombang Jawa Timur beberapa tahun lalu. Konon, Ponari dipercaya dapat mengobati berbagai penyakit dengan modal batu ajaibnya. Entahlah.

Terlepas dari kontroversi itu, telah muncul pertanyaan kritis. Bagaimana Islam memandang sains medis dan munculnya fenomena Ida Dayak? Teori-teori sains medis seakan dimentahkan oleh cara pengobatan Ida Dayak. Pertanyaan itu mengemuka meski memang agak sedikit rumit untuk menjawabnya.

Jika dilacak dalam sejarah, Islam sebetulnya sangat mendukung pendekatan medis. Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi kerangka keilmuan dan logis. Banyak saintis muslim abad pertengahan yang berhasil menulis buku-buku kedokteran, sekaligus menjadi dokter.

Bahkan kitab "Kitab Al-Syifa" karya Ibnu Sina, pernah menjadi referensi bidang kedokteran oleh para dokter Barat selama 8 abad. Kitab tersebut merupakan ensiklopedia filsafat penyembuhan. Kitab Ibnu Sina lainnya ada "al-Qanun fi al-Thibb", yaitu susunan kitab pemikiran kedokteran Yunani-Arab.

Saintis muslim medis lainnya seperti Abu al-Hasan Ali bin Sahl Rabban al-Thabari. Ia menulis kitab berjudul "Firdaus al-Hikmah" (Surga Hikmah) yang menjadi salah satu mahakarya ilmiah mengenai obat-obatan tertua dalam bahasa Arab. Ia juga menulis ensiklopedia mengenai pediatri dan tumbuh kembang anak.

Ada juga Al-Razi atau Abu Bakr Muhammad bin Zakariyya al-Razi. Di dunia barat ia dikenal dengan nama Rhazes atau Albubator. Ia merupakan dokter muslim terbesar dan ilmuwan yang paling produktif. Bahkan ia disebut-sebut sebanding dengan Hippocrates dan Galen, yang merupakan dokter Yunani. Pada masanya, ia juga memimpin pengetahuan medis yang terkenal dalam menjaga kesehatan tubuh dan pikirian.

Namun demikian, selain berpijak pada aspek keilmuan medis dalam pengobatan, Islam telah mengenal juga pengobatan penyakit dengan pendekatan spiritual. Keduanya saling melengkapi. Para saintis muslim bidang kedokteran selain mendasarkan pada penelitian empiristik, juga menggali berbagai hikmah di adalam Alquran dan Hadis melalui pendekatan spiritual.

Apalagi berdasarkan banyak penelitian, penyakit fisik juga bisa ditimbulkan oleh faktor psikologis, khusunya kondisi spiritual yang buruk. Menurut American Psychological Association (APA), seseorang yang mengalami stres seringkali mengalami sakit perut. Bagaimana jika seseorang mengalami stres kronis? Stres kronis yang tidak kunjung diobati dapat melemahkan tubuh dari waktu ke waktu.

Emosi negatif seperti kemarahan ternyata juga bisa memicu serangan jantung dan masalah fisik lainnya. Dalam tradisi sufi, pengobatan terhadap penyakit dilakukan dengan psiko-terapi sufistik, sebuah pendekatan yang bersifat holistik, yaitu tajriby (observation and experiment), bayany (explanatory), burhany (logic), irfany (intuition).

Artinya, penyakit fisik tidak semata dipotret dari kaca mata medis (keilmuan dan empiristik) semata, tetapi perlu juga dilihat secara spiritual, karena manusia makhluk ruhani. Alquran sendiri juga disebut dengan istilah "asy-Syifa" atau obat penyembuh, baik lahir maupun batin. Allah berfirman: "Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Alquran) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman". (QS: Yunus: 57).

Demikian juga Nabi Muhammad saw sendiri mempraktikkan pengobatan melalui pendekatan spiritual: Dari Masruq, dari Aisyah, bahwa Nabi SAW mengobati sebagian keluarganya. Beliau mengusap dengan tangannya yang kanan seraya berdo’a:

“Ya Allah Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit dan sembuhkanlah dia. Karena Engkau adalah Dzat yang dapat menyembuhkan, tidak ada kesembuhan (yang hakiki) selain kesembuhan dari-Mu. Dengan kesembuhan yang tidak akan berlanjut dengan kekambuhan”. (HR Bukhari).

Berdasarkan uraian di atas, bahwa fenomena Ida Dayak sebenarnya telah lama dipraktikkan oleh para Tabib melalui pendekatan alternatif. Meskipun oleh para dokter rumah sakit, praktik pengobatan Ida Dayak dinilai "merusak" sistem keilmuan medis. Faktanya, hal tersebut juga diakui oleh sebuah sistem pengobatan alternatif yang tidak dilarang di negara ini selama tidak ada unsur penipuan dan merugikan masyarakat.

Jadi, pengobatan model apapun dapat dipilih oleh masyarakat selama itu diyakini dapat menyembuhkan penyakitnya dan tidak merusak tatanan sosial yang ada. Bukahkah para dokter dan terapis alternatif, khususnya Ida Dayak, hanya sekedar media (wasilah) penyembuhan, sedangkan Dzat Penyembuh sejatinya adalah Allah swt. Wallahu a'lam.

Thobib Al-Asyhar (Dosen Psikologi Islam pada Pascasarjana SKSG Universitas Indonesia, Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama DIKTIS Kemenag)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua