Kolom

Kementerian Agama Milik Kita Bersama 

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)

Hari lahir Kementerian Agama, 3 Januari 1946, adalah hari bersejarah bagi negara dan seluruh umat beragama di Indonesia. Setiap tahun, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama.

Tahun ini Apel Peringatan HAB Ke-78 memiliki nuansa istimewa dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kali ini Apel Peringatan HAB dilaksanakan di Tugu Proklamasi, dan di daerah di lapangan kantor atau tempat yang memiliki nilai sejarah. Apel Peringatan HAB di Tugu Proklamasi adalah sesuatu yang baru dan ide inovatif kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Tugu Proklamasi di Jalan Proklamasi No 56 Jakarta memiliki nilai sejarah yang mengingatkan seluruh warga bangsa terhadap peristiwa proklamasi kemerdekaan. Tugu bersejarah itu diresmikan pada 17 Agustus 1946 oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Simbol penanda ulang tahun pertama kemerdekaan Indonesia pernah dibongkar atas perintah Presiden Soekarno tahun 1960. Tugu Proklamasi dibangun kembali tahun 1972 di masa Presiden Soeharto dan diresmikan oleh Menteri Penerangan Budiardjo yang dihadiri oleh Bung Hatta.

Kementerian Agama memaknai peringatan Hari Amal Bakti sebagai momentum untuk memperbarui semangat melayani umat dan membangun jangkar nilai kesejarahan bagi aparatur dan pegawai milenial. Lahirnya Kementerian Agama memiliki sejarah yang unik dan menorehkan jasa para pejuang bangsa.

Sejarah mencatat tiga bulan setelah proklamasi dilaksanakan sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) tanggal 25 sampai 27 November 1945 di Ibukota Jakarta, tepatnya di gedung bersejarah Fakultas Kedokteran (FKUI) Jalan Salemba Raya No 4 - 6 Jakarta. Sidang dihadiri oleh utusan Komite Nasional Indonesia Daerah yang duduk sebagai anggota KNIP di antaranya wakil-wakil dari KNI Karesidenan Banyumas, yaitu: K.H. Abu Dardiri, K.H.M. Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro. KNIP di masa itu merupakan Parlemen Sementara Republik Indonesia.

Dalam pemandangan umum atas keterangan pemerintah K.H.M. Saleh Suaidy selaku Ketua dan Juru Bicara KNI Karesidenan Banyumas mengusulkan, ”Supaya dalam Negeri Indonesia yang sudah merdeka ini, janganlah hendaknya urusan Agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saja, tetapi hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri.”

Tokoh pengusul pembentukan Kementerian Agama K.H.M. Saleh Suaidy berasal dari Matur Kabupaten Agam Sumatera Barat, dan menetap di Jawa. Sewaktu pemakaman jenazah ulama pejuang dan perintis kemerdekaan itu di TPU Tanah Kusir Jakarta, 27 Agustus 1976, Menteri Agama waktu itu H.A. Mukti Ali menegaskan bahwa berdirinya Kementerian Agama antara lain adalah jasa dari Saudara Saleh Suaidy yang menandatangani resolusi umat Islam untuk diadakannya Kementerian Agama dalam Pemerintahan Republik Indonesia.

Jumat malam, 4 Januari 1946, Wakil Menteri Penerangan Mr. Ali Sastroamidjojo di depan corong radio Yogyakarta mengumumkan di dalam susunan pemerintahan diadakan kementerian baru ialah Kementerian Agama yang dipimpin oleh H. Rasjidi sebagai Menteri. Di hari yang sama, Rasjidi berpidato melalui radio Yogyakarta menegaskan bahwa berdirinya Kementerian Agama adalah untuk memelihara dan menjamin kepentingan agama-agama serta pemeluk-pemeluknya.

Dalam Konferensi Jawatan Agama Seluruh Jawa dan Madura di Surakarta, 17 - 18 Maret 1946, Menteri Agama Rasjidi mengungkapkan makna substantif didirikannya Kementerian Agama adalah untuk merealisasikan pelaksanaan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 dan juga dalam rangka mengakhiri pemecahbelahan umat beragama oleh pemerintah Hindia Belanda dan Pemerintah Balatentara Jepang.

Para pendiri bangsa (founding fathers) sepakat mendirikan negara dengan tujuan antara lain untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana digariskan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Kementerian Agama sesuai tugas pokok dan fungsinya merupakan institusi penting yang berperan sebagai penggerak utama (prime mover) pelaksanaan pesan konstitusi untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari aspek kemerdekaan beragama dan beribadah. Kemerdekaan beragama merupakan hak kewarganegaraan yang sangat asasi.

Dalam buku Derap Langkah Departemen Agama (1946 – 1982) karya Tim Penulis Badan Litbang Agama (Drs. H. Hasbullah Mursyid dkk) dikemukakan, satu hal yang unik dalam pelayanan kehidupan beragama di negara kita bahwa aparatur yang melayani dan membimbing haruslah beriman dalam agama yang dilayani dan dibimbingnya. Karena itulah Kementerian Agama mempunyai unit organisasi sesuai dengan agama yang dilayaninya. Meski pada permulaan dibentuknya Kementerian Agama tidak dijumpai adanya produk tertulis yang mengatur struktur organisasi kementerian ini di Pusat, namun secara de facto di tingkat Pusat terdapat 10 unit organisasi, termasuk bagian-bagian yang mengurusi agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha.

Kementerian Agama berdiri di atas semua golongan dan organisasi keagamaan karena negara hadir untuk semua. Kementerian Agama milik kita bersama. Kementerian ini perlu dipertahankan sepanjang perjalanan negara Republik Indonesia.


Sewaktu melantik beberapa pejabat pimpinan tinggi pratama Kementerian Agama tahun 2022, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menekankan bahwa saudara-saudara tidak sekadar birokrat, tetapi harus berupaya untuk bisa berbuat dan berperan sebagai agamawan bahkan dalam hal tertentu bertindak sebagai negarawan. Saya menangkap esensi pesan Gusmen ialah dalam menangani persoalan keagamaan diperlukan pendekatan kenegarawanan (statesmanship) dan sikap sebagai negarawan.

Sejalan dengan prinsip kemerdekaan beragama, setiap manusia harus dihormati apapun agamanya dan kepercayaannya. Agama adalah sumber moral yang tertinggi dalam kehidupan manusia dan sandaran yang kuat dalam menghadapi segala macam kemelut. Oleh karena itu iklim kehidupan beragama yang tenang, rukun dan dinamis dibutuhkan untuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis dan berkeadaban.

Sebuah kondisi aktual yang patut disyukuri, Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) setahun terakhir naik menjadi 76,02 dibanding tahun sebelumnya yaitu 73,09. Peningkatan nilai Indeks KUB menjadi salah satu Kado Hari Amal Bakti Ke-78 Kementerian Agama, meski masih banyak tugas-tugas yang membentang ke depan. Dunia mengalami perubahan dan waktu terus berjalan, namun kita perlu merawat identitas nasional yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan menjaga toleransi antarumat beragama, karena tidak ada kerukunan tanpa toleransi dan moderasi.

Peringatan Hari Amal Bakti Ke-78 Kementerian Agama Tahun 2024 menghadirkan semangat baru untuk meningkatkan pelayanan kepada umat sebagai panggilan hati sesuai dengan tema, “Indonesia Hebat Bersama Umat”.

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua