Kolom

Makmum, Imam Tarawih, dan Sendal Jamaah

Thobib Al-Asyhar

Thobib Al-Asyhar

Baru-baru ini viral video jemaah salat Tarawih yang menyerang sang imam dengan lemparan sendal. Apa pasal? Konon sang makmum merasa kesal dengan imam karena terlalu panjang saat membaca ayat Al-Qur'an. Imam "asyik sendiri" menikmati bacaannya dan kurang memperhatikan kondisi makmum.

Video tersebut menuai kontroversi warganet. Ada yang menyalahkan imam karena tidak bijak "membaca" kondisi makmum. Ada pula yang mengecam tindakan makmum (penyerang) kepada imam. Sejengkel-jengkelnya makmum terhadap imam seharusnya tidak perlu meluapkan amarah. Bukankah itu terjadi saat beribadah? Bukankah salah satu fungsi salat adalah mengendalikan emosi?

Apalagi dalam salat selalu membaca: "inna salati wa nusukii wa mahyaaya wa mamaati lillaahi rabbil alamin". Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam. Bacaan itu merupakan "komitmen" spiritual bagi orang yang sedang salat, sehingga tidak sewajarnya makmum "ngamuk" kepada imam meskipun dinilai tidak bijak.

Bukankah jika sudah "tidak tahan" mengikuti imam tinggal lepas niat atau mengubah niat menjadi "mufaraqah" (memisahkan diri) dari berjamaah menjadi munfarid? Yang lebih substansial lagi, bukankah Tarawih "hanya" salat sunnah, sementara tidak menyakiti orang lain (imam) itu wajib hukumnya dalam agama. Belum lagi kejadian tersebut "merusak" suasana batin orang yang sedang beribadah kepada Allah secara keseluruhan.

Terlepas kontroversi video pendek tersebut, salat berjamaah sesungguhnya merupakan aktivitas yang memerlukan komitmen bersama. Biasanya ada kesepakatan-kesepakatan antara pengurus masjid/mushalla dengan jamaah bahwa salat Tarawih dilaksanakan begini dan begitu. Dari sisi jumlah rekaat, apakah 23 rekaat atau 11 rekaat, atau dua-duanya dipakai. Di sela-sela salat Isya dan Tarawih apakah ada "kultum" atau tidak, dan seterusnya.

Hasil kesepakatan itu menjadi patokan bersama. Imam dan makmum tinggal menyesuaikan. Ibarat kontrak "sosial", imam dan makmum harus mengikutinya. Jika jemaah dan pengurus masjid bersepakat bahwa bacaan imam Tarawih pendek-pendek, maka imam tidak boleh melanggarnya dengan "asyik" sendiri membaca aya-ayat panjang tanpa peduli kondisi makmum.

Namun jika ketetapannya imam boleh membaca ayat-ayat panjang, bahkan ada target setiap malam bacaan imam 1 juz Al-Qur'an, maka makmum harus bisa menyesuaikan. Jika makmum tidak sepakat dengan ketetapan tersebut, dia bisa pilih masjid/mushalla lain terdekat sesuai harapannya. Jika tidak ada masjid/mushalla terdekat, makmum bisa salat Tarawih sendiri di rumah bersama dengan anggota keluarganya.

Salat Tarawih itu sunnah. Sesuai karakteristiknya, Tarawih dilaksanakan dengan santai, dan rileks. Secara umum, nabi pernah berpesan agar salat dilaksanakan semudah mungkin, tidak memberatkan bagi pengamalnya. Dalam sebuah hadisnya, Nabi berkata: “Apabila salah seorang di antara kalian mengimami salat, maka ringankanlah salatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pesan nabi tersebut sangat jelas, bahwa imam sebagai pemimpin salat harus benar-benar memperhatikan makmum. Kenikmatan ibadah tentu tidak selalu terkait dengan lama tidaknya waktu beribadah. Khusyuk tidaknya beribadah sangat terkait dengan kemampuan hati dalam "menghadirkan Allah". Bukan tergantung berapa durasi dalam beribadah.

Bisa jadi, salat yang cepat durasinya lebih dapat poin khusyu' dibanding salat yang lama. Karena durasi salat yang lama berpotensi fokus pikiran dan hati akan terganggu oleh hal-hal lain. Prinsipnya, setiap orang memiliki keunikan cara beribadah. Sehingga kita tidak boleh mencela salat Tarawih 20 rekaat di Blitar hanya 7 menit, karena mereka juga memiliki argumen. Pun pula jika ada takmir masjid/mushalla yang memilih salat Tarawih dengan bacaan panjang juga jangan ditentang.

Salat adalah "mi'raj" kita kepada Allah. Media komunikasi spiritual kita kepada Sang Khaliq. Jangan menjadikan salat malah menjadi "terdakwa" di mana gara-gara salat bacaan panjang, orang jadi segan datang ke masjid/mushalla. Jangan pula saat asyik salat berjamaah tetiba ada celetukan jemaah di belakang "Qulhu wae lek", maksudnya "baca surat Al-Ikhlas aja pak". Apalagi sampai sendal jemaah melayang kepada imam salat. Wallahu a'lam.

Thobib Al-Asyhar, Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama Diktis


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua