Kolom

Membangun Statistik Kementerian Agama

Rosidin (Statistisi Ahli Madya pada Balitbang-Diklat Kementerian Agama)

Rosidin (Statistisi Ahli Madya pada Balitbang-Diklat Kementerian Agama)

Statistik bukanlah topik menarik untuk dibahas kebanyakan orang. Mungkin terbayang rumit atau sering menipu. Tapi sadar atau tidak, penggunaan statistik tidak terlepas dari kehidupan kita. Bahkan tanpa disadari, hampir setiap hari kita menggunakan kaidah-kaidah statistik. Saat ke luar rumah membawa payung atau tidak tatkala memandang langit gelap, itu bagian dari proses statistik. Ibu mencicip sayur dengan sendok, juga proses statistik. Sesederhana itu. Apalagi bicara pertarungan hasil survei calon presiden, jelas statistik sebagai biangnya. Jadi sebenarnya statistik sudah melekat dengan kehidupan kita secara individu maupu kolektif.

Tulisan ini saya mulai dengan mengumpulkan ingatan kolektif beberapa tahun silam. Saat membangun data pendidikan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Awal tahun 1998, di awal reformasi. Saat negeri ini bergolak merespon Orde Baru yang berkuasa. Tahun itu Kementerian Agama tengah serius merintis membangun dua sistem raksasa yang hingga saat ini masih mendominasi. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam tengah merintis sistem pendidikan yang diberi nama Education Management Information System (EMIS). Sementara Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji merintis sistem perhajian yang diberi nama Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).

Namun dinamika perkembangan organisasi dan pergantian pimpinan senantiasa mewarnai pembangunan kedua sistem tersebut. Pasang surut silih berganti. Kapasitas, pengalaman, dan pilihan teknologi menjadi pertaruhan dalam penentuan nasib masa depan pengembangan sistem. Meski demikian, operasional kedua sistem harus berjalan sebagai penopang pelaksanaan tugas dan fungsi. Bayangkan apa jadinya melayani jutaan jemaah tanpa sistem. Bagaimana melayani jutaan siswa dan guru tanpa sistem. Sistem harus tegar menghadapi guncangan bak ombang di lautan.

Kiprah para pejuang data, sejatinya bukan saja ingin menyelesaikan persoalan dan kendala operasional teknis yang berujung merusak akuntabilitas tata kelola pemerintahan. Tapi lebih dari itu, mereka ingin membangun marwah Kementerian Agama yang mampu berdiri di atas kaki sendiri dalam mengelola data. Kedaulatan data adalah keniscayaan. Dan lebih penting, semua usaha itu digunakan untuk mendukung pembangunan nasional melalui penyediaan statistik berkualitas, andal, efektif, dan efisien.

Statistik adalah wajah tata kelola data. Statistik siap saji dibentuk dari proses panjang. Ibarat nasi goreng di atas piring. Jangan dilihat hanya sebatas nasi goreng yang siap dimakan. Selain ada nasi yang sudah berubah warna karena minyak goreng dan kecap, bercampur dengan bumbu dan telur ayam. Seringkali pinggiran dihias tomat, mentimun, daun kemangi, dan sedikit irisan cabe. Beras dari padi untuk menjadi nasi di atas piring tersebut, telah melalui proses panjang. Dari sawah, dijemur, digiling, oleh petani ke pengepul, antar pedagang beras, pedagang eceran di beli pdagang nasi goreng, direbus dan akhirnya digoreng.

Data dikumpulkan langsung dari entitas atau kompilasi produk administrasi, diolah dan dianalisis sampai dikemas dalam berbagai bentuk agar mudah dipahami publik. Tabulasi, narasi deskripsi, dan infografis merupakan ragam kemasan yang saling melengkapi. Data yang dihasilkan untuk membangun statistik harus akurat. Statistik juga dituntut mampu menampilkan keterpaduan berbagai dimensi dalam pelaksanan tugas dan fungsi. Dan statistik yang baik adalah yang disajikan dalam kekinian dan kontekstual.

Membangun statistik berkualitas bukan perkara mudah. Ruwetnya proses bisnis pelaksanaan tugas menjadi tantangan pertama yang muncul. Karena di sana timbul apa yang sering disebut egosektoral. Semua berimbas pada model ekosistem berorganisasi. Setiap unit merasa paling bertangungjawab dalam menyelesaikan persoalan teknisnya, termasuk urusan data. Padahal di situ ada potensi munculnya celah merusak tata kelola data.

Ketersediaan dan kapasitas sumberdaya manusia juga menjadi variabel penentu kualitas statistik. Variabel lainnya adalah komitmen dan paradigma pimpinan dalam menggunakan data dan statistik dalam pengambilan kebijakan. Sementara pada tararan opersional, saat ini Kementerian Agama mempunyai 63 orang JFT Statistisi, tersebar di seluruh satuan kerja di Indonesia. Mereka memiliki latar belakang beragam. Secara kuantitas, jumlah yang jauh dari kata layak untuk menggambarkan kecukupan mengelola data dan menghasilkan statistik andal, efektif, dan efisien. Belum lagi bicara soal kualitas. Apakah mereka sudah memahami kaidah dan proses statistik, sebuah tantangan di depan mata.

Panjangnya aktivitas kegiatan statistik tentunya tidak terlepas dari kebutuhan anggaran. Namun sekali lagi kita sering lupa bahwa untuk menghasilkan data berkualitas tidak bisa terlepas dari dukungan anggaran secara memadai. Semakin tinggi kualitas data yang ingin dihasilkan, akan semakin besar menyedot anggaran. Istilah Garbage In Garbage Out (GIGO) dalam dunia data bukanlah isapan jempol. Tatkala sampah yang masuk dalam pengelolaan data, jangan berharap emas yang keluar.

Terakhir yang perlu kita evaluasi bersama adalah berapa banyak statistik dihasilkan Kementerian Agama dan bagaimana tingkat ketermanfaatannya? Data begitu melimpah dari tingkat paling bawah. Ada madrasah, ada Kantor Urusan Agama, terus naik ke tingkat Kabupaten/Kota, kemudian Provinsi dan akhirnya bermuara di kantor Pusat. Publikasi dan diseminasi statistik perlu didorong menjadi budaya organisasi. Pada saat sama menjadikan statistik sebagai pilar dalam bahan pengambilan kebijakan.

Hari ini, tanggal 26 September kita peringati sebagai Hari Statistik Nasional. Mengingatkan kembali kepada kita semua, bahwa dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan ada produk strategis namun yang sering dilupakan. Instansi tanpa statistik, ibarat instansi tanpa wajah. Statistik akan bertahan menjadi catatan sejarah keberhasilan dari instansi. Karena itu, mari geser sedikit paradigma kita untuk sadar data. Jadikan data sebagai sumberdaya yang dihasilkan dalam setiap proses. Sadar betapa berharga catatan setiap proses pelaksanaan tugas dan pelayanan publik.

Selamat Hari Statistik Nasional.
Statistik Membangun Negeri.

Rosidin (Statistisi Ahli Madya pada Balitbang-Diklat Kementerian Agama)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua