Kolom

Menuju Kampus PTKN Tangguh Bencana

M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang

M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang

Kofi Annan, mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sewaktu menyoroti isu bencana mengatakan bahwa strategi pencegahan yang lebih efektif tidak hanya akan menyelamatkan biaya puluhan miliar dollar, namun juga puluhan ribu jiwa. Membangun sebuah budaya pencegahan tidaklah mudah. Biayanya harus dibayar saat ini, padahal keuntungannya baru akan kita petik jauh di masa datang. Pesan Kofi Annan mengingatkan para pengambil kebijakan mengenai pentingnya upaya memitigasi risiko bencana.

Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (kini BNPB) merumuskan definisi bencana adalah peristiwa yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan serta melampaui kemampuan dan sumber daya manusia untuk menanggulanginya.

Definisi bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat disebabkan faktor alam, faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

A.B. Susanto dalam buku Disaster Management (2006) menyatakan banyak bencana disebabkan ataupun diperburuk oleh kerusakan lingkungan. Bencana dapat terjadi karena masyarakat yang rawan terhadap bencana tidak memahami bagaimana menghilangkan bahaya atau melakukan tindakan perlindungan. Indonesia membutuhkan Manajemen Bencana yang efektif. Manajemen Bencana tidak dapat dipandang sebagai sebuah upaya yang berdiri sendiri, tetapi harus menjadi pertimbangan dalam berbagai keputusan bagi pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan. Manajemen Bencana adalah sebuah siklus yang berkelanjutan, yang justru harus dimulai pada saat tidak terjadi bencana, dan juga tidak berhenti setelah bencana berlalu.

Mengutip kajian literatur Memahami Bencana Alam Di Indonesia (Aliansi Jurnalis Independen, 2021) bahwa bencana alam merupakan peristiwa berulang yang berlangsung sejak dahulu kala dari generasi ke generasi nenek moyang kita. Selain bencana alam yang disebabkan faktor geologi, wilayah Indonesia juga rawan bencana lain terkait iklim. Bumi selalu bergerak dari waktu ke waktu karena alam semesta juga adalah makhluk yang dinamis. Dari perspektif bumi, tidak ada yang disebut bencana, yang ada adalah perubahan demi perubahan yang terjadi setiap waktu. Disebut bencana jika ada korban jiwa manusia dan kerugian lain yang dialami manusia.

Wilayah Indonesia yang luas dengan kondisi geografis amat beragam membuat negeri kita rentan terhadap berbagai bencana, baik bencana yang murni disebabkan oleh alam maupun bencana yang ada unsur perbuatan manusia. Undang-Undang Penanggulangan Bencana membagi bencana dalam tiga kategori yaitu bencana alam, bencana nonalam dan bencana sosial.

Menurut peta nasional, beberapa daerah di tanah air kita memiliki risiko bahaya tinggi untuk gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir, tanah longsor, banjir bandang dan cuaca ekstrem. Bencana musiman seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan lahan, dan krisis pangan akibat deforestasi hutan dan eksploitasi sumber daya alam yang merusak lingkungan pada hakikatnya dapat dicegah sebelum terjadi. Juga bencana Nubika (nuklir, biologi dan kimia) karena kegagalan teknologi dapat dimitigasi dengan menerapkan teknologi yang ramah lingkungan.

Dalam teori pentahelix, mitigasi dan penanganan bencana melibatkan multi pihak yakni pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, pelaku usaha, dan media massa. Penanganan bencana di berbagai wilayah Indonesia selama ini telah melibatkan multi pihak meski masih perlu dioptimalkan. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 menjelaskan, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Peran perguruan tinggi dipandang penting dalam mitigasi kebencanaan karena kampus adalah tempat buat belajar dan tempat buat berilmu serta menebar manfaat untuk kemaslahatan umat manusia. Sebagai lembaga ilmiah dan masyarakat ilmiah, perguruan tinggi menyelenggarakan tridarma yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sebagai unsur yang menjembatani kampus dengan persoalan riil yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara. Perguruan tinggi bukan menara gading atau menara air, sebuah analogi kampus yang tidak peduli dengan kehidupan masyarakat.

Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) sebagai satuan pendidikan tinggi di lingkungan Kementerian Agama merupakan wadah persemaian peradaban ilmu berlandaskan nilai-nilai agama sesuai kekhasannya dan tegak lurus dengan komitmen kebangsaan. PTKN diharapkan berperan mengedukasi warga kampus dan masyarakat sekitar dalam hal mitigasi dan pengurangan risiko bencana melalui kegiatan yang dilembagakan dan melekat dengan Tridarma Perguruan Tinggi.

Dalam rangkaian tugas sebagai peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) II Angkatan XVI Tahun 2023, diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) bekerjasama dengan Kementerian Agama, penulis menggagas Proyek Perubahan berjudul Strategi Mitigasi Kebencanaan Di UIN Imam Bonjol Padang Menuju Kampus Tangguh Bencana. Pelaksanaan Proyek Perubahan dengan bimbingan Coach Dr. Hj. Wahyu Suprapti, M.M., M.Psi-T, diuji oleh evaluator dari LAN, Muhammad Firdaus, M.A., Ph.D dan dukungan Mentor dalam hal ini Rektor UIN Imam Bonjol Padang Prof. Dr. Hj. Martin Kustati, M.Pd.

Pemilihan topik mitigasi kebencanaan di UIN Imam Bonjol dilandasi alasan objektif bahwa Sumatera Barat merupakan daerah dengan tingkat risiko bahaya tinggi terhadap bencana disebabkan faktor geologi dan kerusakan alam. Dalam memori kolektif masyarakat kota Padang, Ibukota Provinsi Sumatera Barat, misalnya, daerah ini pernah diguncang beberapa kali gempa bumi dahsyat, di antaranya gempa bumi terbesar pada 30 September 2009. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada 1 Oktober 2022 merilis bahwa kota Padang merupakan kota yang rawan terjadi bencana gempa bumi serta tsunami. BMKG mendorong semua elemen mewujudkan masyarakat siaga tsunami (tsunami ready community).

Pandangan hidup (way of life) dan sikap budaya masyarakat memberi pengaruh besar dalam mewujudkan ketangguhan terhadap bencana. Penulis mengamati, masyarakat Sumatera Barat atau tepatnya etnis Minangkabau memiliki nilai-nilai kearifan lokal sebagai modal sosial (social capital) yang dapat dikelola untuk membangun mitigasi menuju ketangguhan bencana. Kearifan lokal masyarakat Minang dalam konteks mitigasi dan pengurangan risiko bencana dilukiskan dalam pepatah, ”Gabak di hulu tanda akan hujan, cewang di langit tanda akan panas. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Ke bukit sama mendaki, ke lurah sama menurun. Tertelungkup sama makan tanah, tertelentang sama minum air.” Kearifan lokal tersebut harus tetap terpelihara di tengah perubahan sosial-budaya kontemporer.

Implementasi Proyek Perubahan Strategi Mitigasi Kebencanaan menemukan momentum yang tepat dengan terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penanggulangan Bencana. Peraturan Daerah No 4 Tahun 2023 mengamanatkan bahwa untuk mengurangi risiko bencana diperlukan upaya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh dengan mengoptimalkan semua sumber daya yang tersedia dan dapat diakses.

Melalui Proyek Perubahan PKN II penulis mengusung tagline atas masukan dari evaluator yaitu Kampus Tangguh Bencana. Dalam kata ‘tangguh bencana” tergambar dimensi fisik dan dimensi nonfisik sosio-kultural, yang dihubungkan dengan mitigasi dan penanggulangan bencana, baik sebelum, sesaat maupun sesudah peristiwa bencana terjadi. Kampus Tangguh Bencana merupakan laboratorium pemberdayaan organisasi pembelajar yang memerlukan kepemimpinan strategis, dan strategi marketing.

Sejak tahap perencanaan sampai implementasi Proyek Perubahan, penulis melakukan konsultasi dengan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dr. Rustian, S.Si.,Apt., M.Kes, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Sumatera Barat. Sestama BNPB memberi dukungan agar Proyek Perubahan ini bisa bermanfaat untuk lingkungan kampus UIN Imam Bonjol pada khususnya dan umumnya untuk masyarakat di Sumatera Barat yang merupakan daerah rawan bencana. Proyek Perubahan mendapat dukungan dari Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Prof. Dr. H. Ali Ramdhani, S.Tp., M.T.

Strategi perubahan Jangka Pendek, Jangka Menengah dan Jangka Panjang di UIN Imam Bonjol Padang dijabarkan dalam keluaran (output) sebagai berikut:

1. Terbentuknya Tim Satuan Tanggap Bencana (Satgana) Kampus.
2. Tersusunnya Buku Panduan Kampus Tangguh Bencana.
3. Tersusunnya Nota Kesepahaman (MoU) antara Rektor dengan Pemerintah Daerah.
4. Terbentuknya Pusat Mitigasi Bencana.
5. Terealisasinya kerangka kerja Tim Satgana dan Pusat Mitigasi Bencana dengan hasil atau outcome terwujudnya Kampus Tangguh Bencana sesuai indikator dan peta jalan yang ditetapkan.

Penulis memandang UIN Imam Bonjol Padang dan seluruh PTKN di bawah naungan Kementerian Agama dapat menjadi Kampus Tangguh Bencana di daerahnya masing-masing. Pusat Mitigasi Bencana PTKN dapat membangun jejaring kolaboratif dengan Perguruan Tinggi Negeri yang telah memiliki kegiatan atau lembaga sejenis, seperti Pusat Studi Bencana UNAND, Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada (UGM) atau Pusat Pengurangan Risiko Bencana Universitas Indonesia (UI).

Keberhasilan Proyek Perubahan memerlukan dukungan berkelanjutan dari regulator dan kerjasama yang solid dari semua unsur pimpinan di kampus serta keterlibatan stakeholder UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). UKM yang perlu dilibatkan mulai dari Korps Sukarela PMI (KSR-PMI), Resimen Mahasiswa (Menwa), Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan lainnya. Kampus Tangguh Bencana membutuhkan komitmen dan dukungan dari para dosen dan pegawai/tenaga kependidikan untuk mewujudkannya. Selain itu, perlu kooordinasi yang baik antara pihak kampus dengan Pemerintah Daerah dan lembaga/organisasi terkait, terutama BPBD dan PMI.

Umat manusia berlari dari satu takdir ke takdir lain yang ditetapkan Allah untuk semua makhluk. Para penyintas bencana bukanlah orang yang menang menerjang takdir, akan tetapi yang diselamatkan di jalan takdir yang diridhai-Nya.

M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua