Kolom

Perlu Penguatan Kebijakan Istitha’ah Kesehatan Haji

Abdul Basir, Analis Kebijakan Ahli Muda - DJPHU

Abdul Basir, Analis Kebijakan Ahli Muda - DJPHU

Ibadah haji adalah ibadah fisik karena membutuhkan kehadiran secara fisik di tempat dan waktu yang telah ditetapkan. Selain itu, ibadah haji juga membutuhkan fisik yang prima karena pelaksanaan ibadahnya cukup berat dan dalam cuaca yang cukup ekstrem, yang sangat berbeda dengan cuaca di Indonesia.

Haji merupakan ibadah yang mensyaratkan adanya kemampuan (istitha'ah) dalam pelaksanaannya. Istitha’ah adalah kemampuan jemaah haji secara jasmaniah, ruhaniah, pembekalan, dan keamanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa menelantarkan kewajiban terhadap keluarga. Di antara istitha'ah yang harus terpenuhi adalah kesehatannya. Karenanya, pemeriksaan kesehatan perlu diperketat sebelum calon jemaah melunasi pembayaran biaya haji.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjelaskan bahwa jemaah haji adalah warga negara yang beragama Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Di dalam Pasal 5 disebutkan bahwa salah satu persyaratan jemaah haji adalah memenuhi persyaratan kesehatan. Sedangkan persyaratan kesehatan diatur oleh Menteri Kesehatan, dapat ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Agama.

Dari aspek kesehatan, kemampuan fisik dan rohani yang sehat menjadi faktor yang harus diperhatikan bagi calon jamaah haji. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 telah mengatur soal istitha’ah kesehatan jemaah haji. Dijelaskan bahwa istithaah kesehatan jamaah haji memiliki makna kemampuan jamaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan. Sehingga, jemaah haji bisa menjalankan ibadah haji sesuai dengan syariat agama Islam.

Masyarakat umum selama ini memahami bahwa istitha’ah kesehatan haji merupakan syarat keberangkatan bagi jemaah haji. Mereka hanya tahu bahwa pemeriksaan kesehatan dilakukan menjelang keberangkatan jemaah haji di Asrama Haji Embarkasi. Kebijakan tersebut dianggap membuat jemaah haji sulit menerima kenyataan bila hasil pemeriksaan menyebutkan mereka tidak memenuhi syarat kesehatan. Bahkan, pihak keluarga terkadang meluapkan rasa tidak menerima hasil (tidak istitha’ah) dengan emosional. Namun bila pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) maka jemaah akan lebih menerima hasilnya. Bahkan mereka masih memiliki kesempatan untuk melimpahkan porsi haji kepada keluarganya

Jemaah haji lanjut usia cukup mendominasi dalam pelaksanaan Ibadah Haji setiap tahunnya. Pada tahun 2023 terdapat 60 ribu jemaah haji lanjut usia dan pada tahun 2024 terdapat 45 ribu jemaah lansia. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2023 terdapat 156.978 jemaah haji kategori risiko tinggi atau setara 74,8%. Bahkan angka jemaah haji wafat pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023 meningkat drastis mencapai 64% dari tahun 2019 (penyebab utamanya kelelahan dan sakit).

Pemerintah memiliki tugas dalam pembinaan, pelayanan, dan pelindungan kepada jemaah haji. Ketentuan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Tujuan pembinaan, pelayanan, dan pelindungan kepada jemaah haji adalah agar dapat Jemaah haji dapat melaksanakan ibadah haji dengan nyaman, aman, dan lancar, serta terhindar dari mudharat.

Kementerian Kesehatan menegakkan kebijakan istitha’ah kesehatan sebagai syarat utama pemberangkatan jemaah haji. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istitha’ah Kesehatan Jemaah Haji. Ketentuan tersebut selaras dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler Pasal 13 ayat (2) huruf c yang berbunyi: Jemaah Haji Reguler yang berhak melunasi Bipih harus memenuhi persyaratan Kesehatan.

Jemaah haji risiko tinggi dan Jemaah haji lanjut usia sangat rentan terhadap kematian. Sebagaimana penjelasan Kemenkes bahwa jemaah haji risiko tinggi adalah jemaah haji dengan kondisi kesehatan yang secara epidemiologi berisiko sakit dan atau meninggal dunia selama melaksanakan ibadah haji. Angka kematian Jemaah haji pada tahun 2023 cukup tinggi bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kematian Jemaah haji lebih banyak disebabkan oleh kelelahan dan sakit saat berada di Arab Saudi. Syarat istitha’ah kesehatan sangat penting dalam menekan angka kematian Jemaah haji. Islam tidak hanya menitik beratkan istitha’ah sebagai waji haji tetapi juga sangat menekankan istitha’ah pada saat melaksanakan ibadah haji.

Jumlah jemaah haji wafat tahun 2017 sebanyak 750 orang, tahun 2018 sebanyak 456 orang, tahun 2019 sebanyak 562 orang, tahun 2022 sebanyak 104 orang, dan tahun 2023 sebanyak 840 orang. Jumlah jemaah haji wafat pada tahun 2023 disebabkan karena jumlah jemaah haji risiko tinggi dan jemaah haji lanjut usia sangat besar mencapai 75%. Banyaknya jemaah haji lanjut usia karena terjadinya penumpukan Jemaah haji lanjut usia yang dibatasi keberangkatannya pada tahun 2022 dan tahun 2020-2021 tidak ada keberangkatan haji. Kebijakan penguatan istitha’ah kesehatan sangat dibutuhkan dalam pengendalian Jemaah haji wafat di Arab Saudi.

Pasca operasional ibadah haji juga masih terdapat 73 jemaah haji sakit yang dirawat di Arab Saudi. Jemaah tersebut tersebar di berbagai Rumah Sakit Makkah, Madinah, dan Jeddah. Berdasarkan data dari Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri terdapat 31 jemaah dirawat di RS Makkah, 34 dirawat di Rumak Sakit Madinah 34, dan ada delapan Jemaah yang dirawat di Rumah Sakit Jedah. Sesuai informasi yang disampaikan oleh Kasubdit Transpotasi dan Perlindungan Jemaah Haji, saat sebanyak 42 jemaah telah wafat. Sebanyak 29 jemaah telah dipulangkan ke tanah air dan saat ini masih terdapat dua Jemaah yang dirawat di Arab Saudi.

Penguatan kebijakan istitha’ah kesehatan haji juga selaras dengan Mudzakarah Haji Tahun 2023. Mudzakarah haji adalah forum diskusi yang melibatkan praktisi perhajian, alim ulama, ahli kesehatan, serta pembimbing manasik haji. Kegiatan yang dihelat pada 23-25 Oktober 2023 tersebut menghasilkan rekomendasi yang sebagian isinya untuk penguatan istitha’ah kesehatan.

Penguatan kebijakan istitha’ah kesehatan bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah semata sehingga perlu pelibatan unsur masyarakat. Kelompok masyarakat diantaranya perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, serta private sector atau pelaku usaha bidang haji dan umrah. Masyarakat yang dapat dilibatkan dalam berbagai kegiatan sosialisasi, seminar, diskusi ilmiah dan kegiatan lain.

Kajian tentang istitha’ah kesehatan yang lebih mendalam juga perlu mendapatkan perhatian. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama perlu mendorong para akademisi dan professional mengembangkan penelitian dan penulisan karya ilmiah agar istitha’ah kesehatan haji dapat menjadi arus utama dalam pembahasan akademik.

Abdul Basir, Analis Kebijakan Ahli Muda - DJPHU


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua