Nasional

Anggaran Untuk Fungsi Agama Masih Tetap Kecil

Jakarta (Pinmas) - Meski Kementerian Agama menduduki lima besar kementerian sebagai penerima anggaran pendapatan belanja negara atau APBN, tetapi untuk fungsi agama masih tergolong kecil. Hal ini tentu membawa konsekuensi tak seluruh kegiatan keagamaan di tingkat akar rumput dapat dibiayai. Penegasan ini disampaikan Kepala Pusat Informasi dan Humas (Kapinmas), Zubaidi ketika menerima beberapa anggota DPRD Bangka Barat di Gedung Kemenag, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (05/03).

Kemenag menduduki urutan lima besar bersama Kementerian Pertahanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kemdikbud, dan Polri. Tahun 2013, Kemenag mendapat dana APBN sebesar Rp43,9 triliun. Sayangnya, fungsi agama hanya Rp4 triliun, fungsi pelayanan umum Rp2,5 trilun, dan selebihnya sebesar Rp37 trilun untuk pendidikan, kata Zubaidi. Didampingi Kasubdit Pengelolaan dan Pengembangan Dana Haji Ditjen PHU, Sofwan dan Ketua Komisi I DPRD Bangka Barat, Medi Hestari, Zubaidi menjelaskan, kecilnya anggaran fungsi agama menyebabkan tidak seluruh kegiatan keagamaan di tingkat akar rumput dapat dipenuhi. Bahkan untuk pembiayaan di kantor urusan agama (KUA) hingga kini masih menjumpai kendala terkait upaya menghindari gratifikasi yang kini hangat dibicarakan publik, ujar Zubaidi. DPRD Bangka Barat berkunjung ke Kemenag guna mencari informasi seputar dukungan dana transportasi haji dari daerah ke lokasi embarkasi haji.

Termasuk pula dana untuk pegawai pembantu pencatat nikah (P3N), dan pegawai pencatat nikah (P2N). Anggota legislatif ini ingin mendapat masukan sebagai bahan pijakan untuk menyusun Peraturan Daerah (Perda), termasuk payung hukumnya. Selain itu mereka juga akan berkunjung ke RS Cipta Mangunkusumo (RSCM) Jakarta untuk menjalin kerja sama yang akan dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman (MoU). Dukungan pembiayaan P3N dan P2N sampai kini belum dapat direalisasikan. Untuk P2N memang secara struktural melekat ada di KUA, tetapi untuk pembiayaannya hingga kini masih menghadapi kendala. KUA saja baru dua tahun menerima dana operasional sebesar Rp2 juta per bulan. Dana sebesar itu tentu saja tak bakal mencukupi. Apalagi untuk membantu P2N. "Tapi harus diakui, untuk di daerah, peran P2N sangat penting," kata Zubaidi. Keterbatasan dana operasional di KUA semakin terasa jika dikaitkan dengan kegiatan penghulunya.

Nikah di KUA tercatat sebesar Rp30 ribu. Itu untuk mencatatkan saja, tetapi jika terkait dengan nikah di luar KUA, sampai kini masih diupayakan agar dapat dukungan operasional. Dengan cara itu tentu penghulu tak lagi dapat terlibat sebagai penerima dana gratifikasi. Keterbatasan dukungan dana untuk KUA dan P2N tentu saja dirasakan terhadap P3N. Karena itu, menurut Zubaidi, jika daerah membuat aturan yang membolehkan pemberian insentif terhadap P2N dan P3N, pihak Kemenag sangat mendukung. Tentu regulasinya, payung hukumnya harus disiapkan. Dana haji Rp53 triliun Sementara itu, menjawab pertanyaan salah satu anggota dewan dari Bangka Barat, Kasubdit Pengelolaan dan Pengembangan Dana Haji Ditjen PHU, Sofwan mengatakan, dana haji hingga Februari 2013 tercatat Rp53 triliun. Dana sebesar itu tersimpan di sukuk sebesar Rp35 triliun, Deposito Rp16 triliun dan Giro Rp2 triliun.

Dana jemaah sebesar itu dijamin aman. Jadi, sejak jemaah menyetor dana awal Rp25 juta di Bank Penerima Setoran (BPS) haji, sepanjang negara ini masih berdiri tak akan hilang. Ia minta anggota dewan dari Bangka Barat ikut menjelaskan kepada warganya jika ada yang menanyakan prihal dana setoran awal; kemana dana setoran awal itu disimpan dan bagaimana manfaat dari dana optimalisasi (bunga bank) dimanfaatkan selanjutnya. Jemaah haji Indonesia, lanjut dia, setiap tahunnya mendapat dukungan dana optimalisasi yang kisarannya mencapai Rp7 juta per orang.

Dana sebesar itu dialokasikan untuk subsidi pemondokan dan beberapa hal lainnya seperti biaya tinggal selama di Saudi Arabia. "Jadi, tak satu sen pun dana itu digunakan pihak lain. Semua kembali kepada jemaah," tambahnya. Terkait dengan rencana membuat Perda menyangkut dukungan dana dari daerah terhadap transportasi lokal bagi jemaah haji, Sofwan mengatakan, hal itu bisa dilakukan. Tentu saja harus mengacu kepada UU Haji No.13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji. Beberapa daerah juga kini tengah menyusun Perda serupa. (ESS)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua