Nasional

Galungan di Bulan Kemerdekaan, Kemenag: Momentum Sulut Semangat Persatuan

Dirjen Bimas Hindu I Nengah Duija

Dirjen Bimas Hindu I Nengah Duija

Medan (Kemenag) --- Umat Hindu akan merayakan Hari Suci Galungan pada 2 Agustus 2023. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu (Dirjen Bimas Hindu) Kementerian Agama (Kemenag) I Nengah Duija, mengajak umat Hindu untuk memproyeksikan semangat persatuan pada perayaan Galungan yang jatuh bertepatan dengan bulan Kemerdekaan Republik Indonesia ini.

“Galungan dan Kemerdekaan RI sama-sama bermakna kemenangan. Ini menjadi momentum yang tepat bagi umat Hindu untuk kembali menyulut semangat persatuan,” ungkap Dirjen Bimas Hindu I Nengah Duija di Medan, Senin (31/7/2023).

Pria yang akrab disapa Prof. Duija ini mengungkapkan, umat Hindu harus paham dengan dharma agama dan dharma negara. Dharma kepada negara adalah menjaga, membela, menjunjung tinggi kehormatan negara serta mengisi kemerdekaan dengan semangat persatuan.

Dharma agama berarti menjalankan sraddha-bhaktinya kepada Ida Hyang Widhi Wasa dan mengamalkan nilai-nilai dharma secara utuh dan berimbang sesuai ajaran agama Hindu.

“Perayaan Hari Suci Galungan wujud dharma kepada agama dan peringatan kemerdekaan RI adalah dharma kepada negara, kedua swadarma ini harus dijalankan secara seimbang,” tuturnya.

Prof Duija menyampaikan, dalam Lontar Tutur Kumaratatwa disebutkan ada delapan kekuatan dalam diri manusia yang dapat membuat hidup manusia menjadi nista (papa) yang disebut Astadewi.

Delapan kekuatan dalam diri yang dapat menyebabkan nista yaitu, (1) jayasdhi adalah kekuatan pikiran yang bersikukuh pada kemampuan diri berlebihan, senang dipuji, tidak suka mengalah; (2) caturasini adalah suka menghumbar kehendak, suka mencela orang lain, suka menghina orang tua, tidak mengenal tatakrama pergaulan, (3) namadewi adalah sikap sikap egois, suka mengutuk, berlagak kuasa, (4) mahakroda adalah suka marah, suka berbohong, tidak pernah berkata jujur, buta hati dan sangat kasar, (5) camundi adalah suka berkata berbelit-belit, tidak tetap pendirian, tidak berbakti, menang sendiri (6) durgadewi adalah berpikiran ruwet, tidak cermat, tidak mengenal dosa, selalu berprilaku jahat, memiliki harapan tanpa batas, (7) sirni adalah suka bersenang-senang, batinnya hampa, tidak mau berpulang pada diri sendiri, suka mengaku-aku, (8) wighna adalah penuh nafsu, suka berkata melambung tinggi, suka menghina kebaikan, selalau bingung.

Selanjutnya, Prof Duija menyampaikan, Hari Suci Galungan adalah momentum yang tepat untuk melakukan pembersihan diri. Lontar Tutur Kumaratattwa juga mencantumkan cara untuk membersihkan diri dari Astadewi, yakni dengan melakukan renungan batin yang dikenal dengan Astalingga.

Delapan hal yang dimaksud dengan Astalingga adalah: (1) sudha adalah menyucikan pikiran, (2) sphatika menenangkan pikiran, (3) sunya adalah mengosongkan pikiran, (4) mahatana adalah memikirkan hal-hal yang luhur, (5) prabhaswara adalah membawa pikiran memenuhi alam semesta, (6) nirawarana adalah membawa pikiran tiada terbatas, (7) nirmala adalah menghindarkan pikiran dari hal-hal kotor, dan (8) niskala adalah membuat pikiran tidak goyah.

Prof Duija juga mengingatkan, Hari Suci Galungan sebagai warisan tradisi dari leluhur Hindu nusantara harus dijaga kesucian maknanya. “Di sela-sela persembahyangan bersama Hari Suci Galungan di setiap Pura, sebaiknya disampaikan dharmawacana mengangkat makna dan filosofi Galungan dan Kuningan, agar tidak hanya semaraknya yang ramai, namun maknanya juga dipahami khususnya oleh anak-anak muda,” jelasnya.

Mewakili seluruh jajaran Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, Prof Duija menyampaikan ucapan selamat merayakan Hari Suci Galungan dan Kuningan. “Selamat Hari Suci Galungan dan Kuningan bagi umat Hindu di seluruh pelosok nusantara. Marilah kita raih kemenangan dharma dengan komitmen dan semangat persatuan dengan selalu mengedepankan sraddha dan bhakti tanpa melupakan jasa-jasa pahlawan dan pejuang negeri ini,” tutup Duija. (Jaya)


Editor: Indah

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua