Nasional

Ignas Kleden: Kementerian Agama Merepresentasikan Hubungan Agama dan Negara

(foto: istimewa)

(foto: istimewa)

Kupang (Kemenag) --- Sosiolog Ignas Kleden mengatakan bahwa keberadaan Kementerian Agama sangat penting karena merepresentasikan hubungan antara agama dan negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Kementerian Agama dengan seluruh instansi vertikalnya di seluruh Indonesia, merupakan realisasi dari soal hubungan antara agama dan negara dalam politik yang bersifat demokratis,” tegas Ignas Kleden dalam Rapat Koordinasi Bimbingan Masyarakat Katolik yang digelar Bidang Urusan Agama Katolik, Kanwil Kemenag NTT, di Kupang, Selasa (20/03).

Dijelaskannya, Kementerian Agama, itu dalam bahasa asing, misalnya Bahasa Inggris, tidak disebut Ministry of Religion tetapi Ministry of Religious Affairs. Artinya secara harafiah itu bukan Kementerian Agama, tetapi kementerian untuk soal-soal yang berhubung dengan kehidupan agama.

Menurut Ignas, salah satu masalah yang penting dalam urusan yang berhubung dengan kehidupan agama ialah hubungan di antara satu agama dan agama lain. Sebab, Indonesia mengakui beberapa agama dengan hak hidupnya dalam negara ini. Di beberapa negara lain perbedaan agama ini telah menimbulkan pertentangan bahkan kekerasan bersenjata di antara penganut satu agama dan penganut agama lain.

“Agama sangat mudah dilukai namun sangat sulit disembuhkan. Butuh waktu yg sangat lama untuk pemulihan," ujarnya.

"Kementerian Agama adalah tempat pertemuan dan perjumpaan antar umat beragama secara faktual, riil dan nyata setiap hari setiap saat. Karena itu tugas pokok Kementerian Agama dan orang orang di Kementerian Agama tidak hanya memberikan jaminan keamanan dan perlindungan agar agama-agama yng ada bisa mereproduksi diri secara wajar, tetapi juga, dan ini yang penting, adalah menjaga supaya jangan ada luka di antara umat beragama," sambungnya.

Tentang Bimas Katolik, Ignas Kleden mengatakan, dalam Peraturan Menteri Agama tentang Isntansi Vertikal Kementerian Agama, tugas Bimas Katolik adalah melakukan Pembimbingan, Pelayanan dan Pembinaan di bidang agama dan keagamaan Katolik.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, para Pejabat Bimas Katolik terlebih dahulu harus mengetahui pengetahuan terpenting apa saja yang harus disampaikannya kepada mereka yang akan dibimbingnya.

Selain itu, mereka juga harus memahami pelayanan apa yang patut diberikan dan pembinaan macam apa yang perlu dilakukan. Sebab, menjadi orang baik adalah menjadi orang yang lebih baik dan semakin baik dari hari ke hari. Tentu saja pembinaan dalam bentuk kerasulan tidak cukup hanya dilakukan melalui kata-kata dan nasihat, tetapi dalam perilaku, tindakan, cara memakai benda-benda yang dibutuhkan untuk hidup, dan dalam cara memperlakukan orang lain.

“Tidak dengan sendirinya seorang yang setiap kali terantuk kakinya menyebut nama Yesus adalah seorang religius, tetapi seorang yang hidupnya mencerminkan kesetiaan kepada penderitaan Yesus yang tersalib dan bangkit, dan karena itu bersedia juga membantu memikul salib yang sedang dipikul orang lain, dan memberi semangat hidup kepadanya untuk bangkit dari kekecewaan, dari putus harapan atau dari frustrasi yang dialami,” ujarnya.

Hanya dengan cara itu, menurut Ignas Kleden, umat Katolik dapat memahami ucapan alm. Mgr. Soegiyopranoto bahwa seorang katolik yang baik haruslah 100 persen Katolik dan 100 persen Indonesia.

“Saya merasa dalil itu dapat diterapkan juga dalam hubungan antar manusia, dan kita berkata, seorang Katolik yang baik haruslah 100 persen Katolik, 100 persen manusia, dan 100 persen orang NTT. Tidak ada kontradiksi satu dengan yang lainnya," tuturnya.

"Orang Katolik yang baik harus menjadi manusia yang baik, dan warga negara yang baik. Tidak bisa kita katakan dia itu orang Katolik yang baik, tapi bukan manusia yg baik dan bukan orang Indonesia yang baik. Itu non sens,” tegasnya. (jbkleden)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua