Nasional

Kemenag Berada Dalam Posisi Terpenting Untuk Melindungi Agama-Agama

Jakarta (Pinmas) Cendekiawan Yudi Latief menegaskan posisi Kementerian Agama berada dalam posisi terpenting untuk melindungi agama-agama.

“Kementerian agama menjadi medium interaksi antar komunitas agama sehingga didapat civil religiosity atau kehidupan beragama yang menghargai agama lain,” tandas Yudi Latief ketika menjadi panelis pada Dialog Agama Bersama Awak Media yang mengusung tema, RUU Perlindungan Umat Beragama, Kenapa dan Bagaimana? di Operation Room Kantor Kemenag Jalan Lapangan Banteng Barat 3-4 Jakarta, Kamis (26/2).

Dalam pandangan Yudi, dasar filosofis Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama yang diinisiasi Kementerian Agama dan saat ini sedang dalam pembahasan dan penyusunan naskah akademiknya dinilai sangat penting.

“Mengapa penting, ini sesuai dengan Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Atas dasar itu, turunannya termaktub dalam UU 1945 pasal 29, dan pasal 29 ini tidak pernah ada perbantahan sejak didesain pertama kali,” ujar Yudi.

Dalam pasal 29 ini, menurut Yudi, bukan hanya umat, tetapi beragamanya itu yang juga harus dilindungi. Dalam paparannya, ia mengusulkan agar nama undang-undang ini adalah UU Perlindungan Beragama.

Sementara itu, panelis lain Albertus Patty mengatakan awalnya ia mengaku tidak terlalu antusias terhadap RUU PUB ini. Namun melihat kesungguhan Menteri Agama yang menekankan pentingnya RUU ini mendorong PGI antusias dan merespon RUU melalui sejumlah masukan bagi penyusunan draft RUU tersebut.

“Menteri Agama kita ini (LHS) seperti sudah menjadi idola PGI,” seloroh Albertus yang menjadi salah satu Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia.

Tentang RUU PUB ini, Albertus menilai, hal yang penting jangan sampai regulasi ini hanya menjadi barang hiasan di etalase, law enforcement atau penegakkan hukumnya tidak ada.

“Harus dijaga, agar regulasi ini tidak memberi ruang untuk disalahgunakan oleh pihak manapun. Dan tidak tidak menjadi alat untuk negara untuk memasuki ranah teologis atau akidah yang menjadi domain agama,” ujar Albertus.

Albertus juga melihat, permasalahan beragama di Indonesia tidak sebesar di negara lain misalnya Turki atau Malaysia. Berbagai konflik agama yang muncul seringkali dilatarbelakangi oleh kepentingan politik dan ekonomi.

Panelis lain Adian Husaini mengatakan, RUU PUB ini seperti mission imposible, namun kalau sampai berhasil maka sangat luar biasa.

“Pengalaman dalam penyusunan RUU mengenai agama selalu mentah karena banyak protes dari banyak kelompok,” ujar Adian yang juga Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDI).

Adian juga berharap agar Kementerian Agama tidak usah masuk ke dalam batas agama. Konsentrasi Kemenag bagaimana meletakan agama sebagai potensi pembangunan.(dm/dm).

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua