Nasional

Kemenag Finalisasi PMA Penilaian Buku Pendidikan Agama

Yogyakarta (Kemenag) --- Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menggelar Lokakarya Finalisasi PMA tentang Penilaian Buku (Tadqiq al-Kutub) Pendidikan Agama dan Keagamaan pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi.

Lokakarya ini digelar Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Balitbang Diklat Kemenag dari 27-29 Agustus 2017 di Yogyakarta.

Kepala Balitbang Diklat Abd. Rahman Mas’ud menyambut baik rencana penerbitan PMA tadqiq atau penilaian buku. Menurutnya, saat ini aturan tentang kelitbangan masih sangat minim. Padahal, litbang-diklat butuh regulasi kuat untuk pelaksanaan programnya. “Termasuk tentang tadqiq atau penilaian buku ini,” katanya Di Yogyakarta, Minggu (27/08).

Mas’ud menyebut ide pembuatan draft PMA sesuai inovasinya dalam proyek perubahan Diklat Pimpinan di Lembaga Administrasi Negara (LAN). Mas’ud menggagas optimalisasi sistem penjaminan mutu dan inovasi pemanfaatan hasil kelitbangan.

“Saya melihat, selama ini belum maksimal. Dampaknya, banyak hasil penelitian yang belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Bahasa Jawa-nya muspro. Makanya ini suatu keharusan ada regulasi yang kuat di atas, dan kami lah yang menyiapkan,” tukasnya.

Kepala Puslitbang LKKMO Choirul Fuad Yusuf dalam laporannya mengatakan, draft PMA tentang penilaian buku ini telah disusun sejak 2016. PMA ini bertujuan menyediakan dasar aturan (legal base) untuk memberikan penilaian terhadap buku teks dan pustaka pendidikan agama dan keagamaan.

Menurut adik kandung mantan Wakil Ketua Umum PBNU KH Slamet Effendi Yusuf (Alm.) ini, penilaian terhadap buku tersebut meliputi tiga hal. Pertama, menilai konsistensi dan validitas penulisan teks-teks keagamaan dalam buku teks dan pustaka di lingkungan pendidikan.

“Kedua, meminimalisasi terjadinya kesalahan, ikhtilaf atau perbedaan pendapat, dan ketidaksesuaian dalam penulisan teks-teks keagamaan, baik pada tataran praktis maupun substantif. Ketiga, menilai relevansi substansi buku dengan pemahaman keagamaan di Indonesia dalam kerangka NKRI,” paparnya.

Menurut Fuad, ada dua alasan lahirnya draft PMA tersebut. Pertama, alasan regulatif. Yakni UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). “Yang terbaru UU tahun 2017 yang menyebut perlunya menelaah buku ajar baik secara teks maupun nonteks,” ujarnya.

Kedua, lanjut dia, alasan empiris yang menunjukkan bahwa buku-buku yang sudah disahkan oleh BNSP hingga 2025 itu masih banyak bermasalah tentang penerjemahan Al-Qur’an dan proses transliterasi. “Satu lagi, ada Perpres tahun 2015 yang mengatur apapun terkait urusan agama menjadi tanggung jawab Kementerian Agama,” kata Fuad.

Sebagai salah satu narasumber, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Yudian Wahyudi mengusulkan agar seluruh mata pelajaran agama dijadikan mata uji pada Ujian Nasional. Hal ini bisa menjadi nilai tawar siswa madrasah di kancah pendidikan.

Tampak hadir dalam pembukaan Lokakarya ini Wakil Rektor I Prof Dr H Sutrisno, Wakil Rektor III Dr Waryono Abdul Ghafur, Guru Besar Bidang Politik Islam Kontemporer Prof Noorhaidi Hasan PhD, serta para peneliti. (Musthofa Asrori)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua