Nasional

Kementerian Agama Menolak Lima Hari Sekolah

Jakarta (Kemenag) --- Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama menolak penerapan Lima Hari Sekolah yang terkesan dipaksakan kepada semua jenis dan jenjang pendidikan. Kepala Biro Humas Data dan Informasi Kementerian Agama, Mastuki menyampaikan bahwa penerapan lima hari sekolah tak sesuai dengan karakteristik dan keragaman lembaga pendidikan di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah pendidikan keagamaan yang sudah berkembang jauh sebelum Indonesia merdeka.

Menurut Mastuki, karakteristik pendidikan keagamaan Islam di Indonesia sangat unik. Di samping beragam jenisnya, ciri pendidikan keagamaan itu adalah mandiri, berstatus swasta dan milik masyarakat. Kemenag mengelola dan bertanggung jawab terhadap berbagai lembaga pendidikan keagamaan itu, baik formal maupun non formal. Tiga diantaranya yang bersinggungan langsung dengan penerapan lima hari sekolah adalah madrasah, diniyah, dan pesantren. Pembelajaran di ketiga lembaga itu sangat unik, khas, dan berorientasi pada pembentukan karakter keislaman yang kental.

"Lima hari sekolah bukan hanya sulit diterapkan di madrasah, diniyah dan pesantren, tapi juga akan mengacaukan dan berakibat tumpang tindihnya pembelajaran di lembaga-lembaga ini. Makanya, kalau ada ormas Islam yang menolak lima hari sekolah, dapat dimengerti dari sisi ini", ucapnya di Jakarta, Kamis (10/08)

Mastuki menjelaskan selama ini anak-anak madrasah sudah terbiasa belajar di atas 8 jam sehari. Bahkan di banyak madrasah yang berada di dalam pesantren, mereka belajar sampai 18 jam per hari dan berlangsung sepekan penuh. Jadi kalau hanya 8 jam sehari, itu sudah terlampaui. Karenanya, Mastuki menilai penerapan lima hari sekolah, apalagi akan diterapkan untuk semua lembaga pendidikan, selain tidak produktif juga akan mengeskalasi resistensi masyarakat terhadap pemerintah.

Data Kementerian Agama mencatat setidaknya 233.949 lembaga pendidikan Islam yang berpotensi terkena imbas lima hari sekolah jika benar-benar diterapkan pada semua level. Dari jumlah itu, 14.293 pondok pesantren menyelenggarakan sekolah (SD/SMP/SMA/SMK) dan madrasah (MI/MTs/MA). Selain itu ada 84.796 Madrasah Diniyah Takmiliyah yang terancam bermasalah dengan pola pembelajaran 8 jam/sehari.

Mastuki menyarankan lima hari sekolah tidak dipaksakan kepada masyarakat. Hargai inisiatif dan kontribusi pendidikan yang telah diselenggarakan masyarakat selama ini. Lebih baik fokus pada pembentukan karakter (character building) yang bisa diterima oleh semua pihak.

"Pendidikan keagamaan Islam sangat kaya akan praktik pendidikan karakter atau akhlak ini. Hal yang sama ditemui di lembaga pendidikan keagamaan lainnya. Nilai-nilai relijius yang telah menyatu dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini justru akan semakin kuat dan menemukan momentum jika ditopang oleh regulasi pemerintah", pungkasnya.

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua