Nasional

Kesibukan Layanan Katering di Bandara KAIA Jeddah

Jeddah (Pinmas) – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama telah berusaha memberikan layanan terbaik kepada jamaah calon haji yang datang ke tanah suci, salah satunya adalah layanan catering saat jamaah sudah tiba di Arab Saudi.

Kementerian Agama telah menerapkan standar yang tinggi untuk menunjuk penyedia layanan katering jamaah diantaranya, persayaratan teknis, prosedur, bahan, peralatan, sumber daya manusia dan komitmen bagi calon penyedia layanan katering.

Pada fase kedatangan jamaah gelombang kedua, fase paling sibuk di bandara internasional KAIA Jeddah karena semua jamaah mendarat di sini. Kamis (18/9) sore, Tim Media Center Haji (MCH) berkesempatan untuk melihat langsung kesiapan layanan katering dalam menyiapkan makanan untuk jamaah.

Dapur penyedia makanan untuk jamaah yang baru turun dari pesawat ini berada di sudut lain bandara King Abdul Aziz Jeddah. Terlihat 60 petugas katering sibuk mengolah bahan makanan di dapur yang berukuran 10×4 meter persegi. Mereka berkejaran dengan waktu kedatangan pesawat untuk menyediakan makanan bagi ribuan jemaah calon haji Indonesia yang baru tiba dari tanah air.

Saat kedatangan jemaah gelombang pertama antara 1-14 September, dua perusahaan katering yang ditunjuk pemerintah, Muassasah Said Salim Bawazier dan Muasassah Mujahid Nabil Sholeh Mahjub, paling-paling menyediakan 3.000-3500 box nasi. Namun saat peak season seperti gelombang kedua, mereka harus menyediakan box nasi dua kali lipatnya. Sebab untuk gelombang kedua (15-28 September), semua jemaah dari tanah air mendarat di Jeddah. Jumlahnya bisa mencapai 6.000-7.000 orang sehari.

Mereka diangkut dalam 12-15 kelompok terbang per hari. Jarak kedatangan satu kloter dengan kloter lainnya saat gelombang dua kian pendek, sehingga mereka harus selalu siap menyajikan makanan segar bagi jemaah sebelum para calon haji ini naik ke dalam bus yang mengangkutnya ke Mekah.

Pengelola katering dari Muasassah Said Salim Bawazier, Muchtamil menjelaskan bahwa seluruh makanan untuk jamaah harus dimasak di dapur yang disediakan pihak bandara. Syarat memasak di bandara cukup ketat, tidak boleh menggunakan gas, seluruh alat masak di dapur basah bandara yang luasnya 4×4 meter persegi menggunakan energi listrik agar lebih terkontrol. Tidak ada yang memakai gas untuk menghindari kebakaran dan sebagainya, kerja mereka pun diawasi baladiyah.

“Di sini semua fasilitas sudah disediakan. Sewa juga sudah termasuk bahan bakar,” kata Muchtamil

Untuk chef, kata pria yang lahir di Gombong, Jawa tengah ini, semuanya direkrut dari Indonesia. Muasassah Salim Said Bawazier mempekerjakan 60 orang dari tanah air yang dibagi dalam dua shift. “Sekarang ini peak (puncak)-nya, satu hari kami melayani belasan kloter yang kadang datang bersamaan,” lanjut Muchtamil.

Memasak untuk seribu calon haji sampai mengemasnya, biasanya membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Makanan itu pun tidak serta merta langsung diberikan kepada jemaah. Tapi harus dicek terlebih dahulu oleh tim pengawas katering untuk memastikan kelayakan dan kandungan gizi makanan yang disajikan.

Pengawas katering dari Panitia Penyelenggara Haji Indonesia Daerah Kerja Jeddah, Dony Riyadi, biasanya langsung mengawasi pengolahan masakan di dapur bandara. Mulai dari cara mereka mencuci, mengolah sayur, memasak nasi dan lauk-pauk.

Dony yang khusus direkrut dari Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung ini menuturkan, tugas dan fungsinya memang memeriksa dan mengawasi kualitas dan kuantitas makanan untuk jamaah sesuai kesepakatan dalam kontrak. Untuk menjamin kandungan gizi para jamaah, sebelum dibagikan ia akan mengambil sampel makanan yang sudah dikemas dalam boks yang akan dibagikan ke jamaah.

Pertama yang dilakukan adalah menimbang berat box makanan itu. Ukurannya, harus pas 400 gram. “Kalau kurang biasanya nasinya yang sedikit. Kita akan minta pihak katering menyesuaikan berat makanan,” kata dia.

Setelah itu, Dony akan mengecek suhu makanan. Pertama yang dilakukan adalah meraba box makanan, apakah cukup hangat atau tidak. Suhu box, harus 70 derajat celcius agar makanan layak dikonsumsi paling lama dua jam setelah dibagikan kepada jemaah. Kemudian, ia akan membuka tutup box dan memeriksa satu per satu suhu masakan yang disajikan, mulai dari nasi, ayam, teri dan sayur. Masing-masing ditembak dengan alat khusus pengecek suhu. Suhu semua makanan minimal harus di atas 40 derajat celcius. “Kurang dari itu akan kami anggap tidak layak, dan harus diganti,” kata Dony.

Tidak hanya mengecek suhu, masing-masing makanan juga dicicipi, apakah nasinya cukup pas untuk dimakan jamaah yang sudah tua, kalau lauknya ayam dicek mengeluarkan jus seperti darah apa tidak, dan untuk sayur dimasak dengan pas atau tidak.

Selain pengawas kateing, petugas sanitasi dan survailance dari tim kesehatan juga akan melakukan pemeriksaan kandungan gizi. Juga kebersihan makanan yang disajikan, juga dapur katering. Setelah dianggap layak konsumsi, box sampel akan diberi tanggal pengecekan. Kemudian barulah makanan dibagikan ke bus-bus yang akan membawa jemaah menuju Madinah (gelombang satu) atau Mekah (gelombang kedua).

“Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, kita juga akan menyimpan satu box untuk sampel selama sehari. Jadi kalau terjadi sesuatu dengan jemaah, kita akan cek dari box yang kita simpan. Di situ kita akan catat kloter, jam berapa dan sebagainya. Ini demi keamanan jemaah,” kata Dony.

Sesuai isi kontrak, Muasasah Said Salim Bawazier, menyediakan konsumsi jemaah haji di bandara dengan estimasi 165.517 box. Pelayanan diberikan saat kedatangan mulai 1 September hingga 28 September.

Sementara Muasassah Mujahid Nabil Sholeh Mahjub, menyediakan konsumsi jemaan haji di bandara dengan estimasi sebanyak 55.272 box. Pelayanan diberikan selama 1-28 September. (umi/mss/mch2014)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua