Nasional

KH. Hasyim: Radikalisasi Masalahnya Bukan Pada Agama, Tapi Persepsi Terhadap Agama

Jakarta (Pinmas) - Masalah radikalisasi bukan pada agama, tapi bagaimana persepsi umat beragama terhadap agama, bagaimana penyerapannya, dan bagaimana pula penyajiannya. Hal ini disampaikan oleh KH. Hasyim Muzadi ketika menjadi salah satu pembicara dalam Dialog Publik Deradikalisasi untuk Membangun Perdamaian di Indonesia. Dialog publik ini diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Ikatan Alumni IAIN Walisongo di Hotel Horison Simpang Lima, Semarang, Sabtu (06/04).

Hadir juga sebagai pembicara, Staf Ahli Menkominfo, Suprawoto; Staf Ahli BNPT, Sri Yunanto; dan Dosen UIN Jakarta yang juga alumni IAIN Walisongo, Rumadi. Dialog ini diikuti oleh sekitar 200 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat, serta kepala dan guru madrasah dan sekolah. Masalahnya bukan pada agama, tapi bagaimana persepsi kita terhadap agama, bagaimana penyerapanya, dan bagaimana penyajian agama itu, papar KH. Hasyim. Menurut KH. Hasyim, secara konvensional, agama disajikan dalam nilai, norma, serta sosialisasi (pengamalan individual maupun kolektif), baik secara kultural maupun konstruksi kenegaran.

Penyajian ini, lanjut KH. Hasyim, mengambil tiga kelompok besar: nilai disajikan melalui akhlak, norma disajikan melalui fiqih, dan sosialisasi disajikan melalui dakwah. Agama tidak boleh dengan sendirinya mengajarkan kekerasan. Tapi akan terjadi kekerasan manakala ada ketimpangan antara norma, nilai, kemudian guidence and conselling dalam menjalankan tata kemasyarakatan, tegas KH. Hasyim. Kenapa NU dan Muhammadiyah relatif tenang? KH. Hasyim menjelaskan bahwa itu karena antara akhlak-tasawwuf, fiqih, dan dakwah berjalan sebaris. Kita tahu bahwa ini halal dan ini haram. Tapi kalau melihat orang memakai keharaman, tidak serta merta kita marah-marah, tapi bagaimana dakwah kita agar dia kembali ke jalan yang benar, ujar KH. Hasyim.

Jadi kyai semua tahu bahwa orang itu kafir. Namun yang mereka fikirkan bukan mengkafir-kafirkan, tapi bagaimana yang kafir itu menjadi muslim melalui proses guidence and conselling dalam dakwah, tambah KH. Hasyim. KH. Hasyim menjelaskan bahwa guidence and conselling dalam dakwah itu mempunyai tiga pilar, yaitu: al-hikmah (al-adillat al-muhakkamah), al-wadu wal-irsyad, al-mujadalah bil-lati hiya ahsan. Kalau kita hanya menggunakan hitam-putih, tambah KH. Hasyim, tapi tidak menggunakan dakwah dalam guidence and conselling, yang terjadi adalah dikotomi antar sektarian dalam Islam itu sendiri. Itu terjadi karena kesenjangan antara dakwah dengan fiqih.

Fiqih itu adalah bagian dari Islam, belum keseluruhan dari Islam, kata KH. Hasyim. Radikalisasi agama, jelas KH. Hasyim, juga terjadi karena kesalahan memahami dan membawakan agama yang tidak memperhitungkan kondisi yang ada. Menurut KH. Hasyim, kesalahan memahami agama karena tidak ada pemilahan antara agama sebagai ajaran dan budaya yang disahkan agama atau ditentang agama. Akibatnya, politik yang sebenarnya netral pada zaman Rasulullah, dimasukkan dalam bagian norma agama yang sering saya sebut sebagai transnasionalisme politik. Ini perkara, bukan tidak perkara, tegas KH. Hasyim.

Kesalahan membawakannya, menurut KH. Hasyim karena Islam dibawakan secara formalistik eksklusif sehingga justru memecah. Islam membawakannya harus substantif inklusif, terang KH. Hasyim. Faktor lain yang menimbulkan radikalisasi agama adalah faktor non agama yang kemudian dimasukan ke dalam agama, lalu dibuat gerakan yang seperti gerakan agama tapi sesungguhnya kepentingannya non agama. Terkait ini, KH. Hasyim menegaskan bahwa konflik umat beragama pada umumnya disebabkan faktor non agama yang diagamakan, bukan faktor agama murni. Radikalisasi, lanjut KH. Hasyim, juga muncul karena respon terhadap nahi mungkar pada dosis yang melebihi ukurannya sehingga menimbulkan munkar baru sebelum munkar yang lama bisa dihilangkan. KH. Hasyim Muzadi menyayangkan sering timbulnya kemungkaran baru pada proses nahi munkar karena cara membawakannya yang tidak pas. Kenapa tidak pas? Karena sebagian dari mereka tidak tahu kondisi Indonesia, ujar KH. Hasyim. (mkd)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua