Nasional

Madinah dan Daya Tariki Gunung Magnet

Madinah, 25/10 (MCH)--Selain menjadi Kota Suci kedua umat Islam setelah Mekah, Madinah Al-Munawarah juga memiliki sejumlah tempat wisata yang luar biasa. Salah satunya adalah Jabal Magnet (Magnetic Hill) atau Gunung Magnet. Di sela-sela liputan dan ibadah haji, Minggu (25/10), Suara Karya bersama rombongan Media Center Haji (MCH) Arab Saudi, menyempatkan diri meninjau kawasan yang mengundang penasaran tersebut. Dipandu Samsul Ali, pengemudi yang bertugas di Daerah Kerja (Daker) Madinah, tim MCH meluncur ke lokasi dengan jarak tempuh kurang lebih dua jam pergi-pulang dari Kota Madinah. Di kiri-kanan jalan banyak terdapat perkebunan kurma dan hamparan bukit-bukit batu. Sekitar 10 kilo meter dari gerbang Gunung Magnet, tampak sebuah danau yang dikelilingi pepohonan khas gurun pasir.

Tim berhenti sejenak mewawancarai warga dan mengambil foto untuk dokumentasi. Namun, jalan menuju danau tertutup, dan dijaga beberapa petugas yang siaga di posnya. Tim MCH pun melanjutkan perjalanan. Setiba di lokasi, tim MCH mencoba membuktikan misteri Gunung Magnet yang didominasi warna hitam dan merah bata itu. Rombongan turun dari mobil dinas Misi Haji Indonesia, Samsul Ali mematikan mobil dan hanya menyalakan lampu sen. Alhasil, mobil berjalan sendiri ke arah berlawanan (mundur), bakan sangup mendaki tanjakan. Tak hanya itu, jarum penunjuk kompas yang dibawa tim MCH juga tak bekerja sebagaimana mestinya. Arah utara-selatan menjadi kacau. Selain itu, Samsul Ali menyebutkan, beberapa pengunjung mengaku pernah kehilangan data di telepon selulernya di lokasi tersebut. “Inilah kekuatan medan magnet yang ada di gunung ini, sanggup menggerakkan mobil,” kata pria asal Pamekasan, Madura, Jawa Timur itu. Samsul Ali memang kerap mengantarkan jemaah atau petugas haji yang ingin menyaksikan misteri Gunung Magnet. Magnetic Hill, atau warga setempat menyebutnya Manthiqa Baidha, yang berarti perkampungan putih.

Namun, banyak yang menamainya Jabal Magnet, kendati tak ada rujukannya dalam literatur. Jabal Magnet menyimpan misteri dan decak kagum bagi siapa saja yang berkunjung ke kawasan ini. Daya dorong dan daya tarik magnet di berbagai bukit di sebelah kiri dan kanan jalan, membuat kendaraan yang melaju dengan kecepatan 120 kilo meter per jam, ketika memasuki kawasan ini, speed-nya perlahan-lahan turun ke 5 kilo meter per jam. Sehingga, gigi perseneling terpaksa diubah ke posisi dua. Sebaliknya, jika meninggalkan kawasan ini, mobil tanpa diinjak gas pun, bisa melaju dengan kecepatan hingga 120 km per jam. Konon, Jabal Magnet ditemukan saat ada pesawat yang terbang rendah tiba-tiba kecepatannya berkurang saat melintas di atas kawasan tersebut. Informasi lain menyebutkan, fenomena itu ditemukan secara tak sengaja oleh seorang Arab Baduy.

Saat berkendara, si Baduy berhenti ingin buang air kecil. Ketika itulah, tiba-tiba mobil yang diparkirnya berjalan sendiri. Makin lama makin kencang pula. Padahal, mesin mobil dalam keadaan mati, dan berada di jalan datar. Sejak itu, banyak warga lain yang berdatangan untuk membuktikannya. Alhasil, tempat itu berkembang menjadi kawasan wisata penduduk Madinah. Saat musim haji, banyak jemaah yang menyambanginya. Pemerintah Arab Saudi lalu membangun jalan menuju lokasi tersebut. Di daerah yang terhitung hijau karena banyak ditumbuhi pohon kurma itu, juga dilengkapi sarana wisata lainnya. Ada tenda-tenda untuk pengunjung, ada mobil mini yang bisa disewa untuk merasakan tarikan medan magnet itu. Samsul Ali, mengutip pengamat geologi Ma’rufin menyebutkan, secara geologis, fenomena Jabal Magnet bisa dijelaskan dengan logika. Karena, tutur dia, Kota Madinah dan sekitarnya berdiri di atas Arabian Shield tua yang sudah berumur 700-an juta tahun. Kawasan itu berupa endapan lava “alkali basaltik” (theolitic basalt) seluas 180.000 km persegi yang berusia muda (muncul 10 juta tahun silam dengan puncak intensitas 2 juta tahun silam).

Lava yang bersifat basa itu muncul ke permukaan bumi dari kedalaman 40-an kilo meter melalui zona rekahan sepanjang 600 kilo meter yang dikenal sebagai “Makkah-Madinah-Nufud volcanic line”. Banyak gunung berapi terbentuk di sepanjang zona rekahan itu. Seperti Harrah Rahat, Harrah Ithnayn, Harrah Uwayrid dan Harrah Khaybar. Tidak seperti di Indonesia yang gunung-gunungnya berbentuk kerucut, sehingga memberi pemandangan eksotis, gunung-gunung di Arab berbentuk melebar dengan puncak rendah. Kompleks semacam ini cocok disebut volcanic field atau harrah dalam bahasa Arab. Harrah Rahat adalah bentukan paling menarik. Dengan panjang 310 km membentang dari utara Madinah hingga ke dekat Jeddah dan mengandung sedikitnya 2.000 km kubik endapan lava yang membentuk 2.000 lebih kerucut kecil (scoria) dan 200-an kawah maar.

Selama 4.500 tahun terakhir, Harrah Rahat telah meletus sebanyak 13 kali dengan periode antarletusan rata-rata 346 tahun. Letusan besar terakhir terjadi pada 26 Juni 1256, yang memuntahkan 500 juta meter kubik lava lewat 6 kerucut kecilnya selama 52 hari kemudian. Lava itu mengalir hingga 23 km ke utara, dan hampir menenggelamkan Kota Suci Madinah yang letaknya memang lebih rendah, jika saja tidak ada mukjizat yang membuat aliran lava berhenti ketika jaraknya tinggal 4 km saja dari Mesjid Nabawi. Nah, basalt, secara umum tersusun dari mineral piroksen, olivin, ilmenit dan feldspar. Tiga mineral pertama mengandung besi, namun tidak dalam porsi dominan seperti Fe3O4. Memang dimungkinkan mineral-mineral itu melapuk dan kemudian besinya membentuk Fe3O4 sendiri, dan terkonsentrasi di Jabal Magnet hingga menghasilkan anomali magnetik, mengingat Fe3O4 memiliki sifat ferromagnetik.

Namun, itu sulit dibayangkan, mengingat umur basalt di sekitar Madinah masih sangat muda, tidak lebih dari 2 juta tahun. Terlebih dengan sumber panas (magma) di bawahnya, memungkinkan besi melampaui titik Curie, terutama saat letusan sehingga kehilangan sifat kemagnetannya. Pada 1999, otoritas Saudi Geological Survey (SGS) sempat dikejutkan dengan adanya aktivitas swarm (gempa kecil terus-menerus) di Harrah Rahat, pertanda naiknya sejumlah besar magma. Itu memaksa SGS memasang sejumlah seismometer. Dan di sekitar Madinah diketahui betapa aktifnya kegempaan Harrah Rahat, terkait dengan migrasi magma tersebut, yang memroduksi ratusan gempa-gempa kecil tiap hari dengan magnitude 1-3 Skala Richter, dan ada kalanya mencapai 4 Skala Richter. Bisa jadi, migrasi magma tadi juga menyelusup ke bawah Jabal Magnet dan menghasilkan perubahan kontur permukaan. Sejauh ini, belum pernah dilakukan penelitian ilmiah untuk menjelaskan fenomena ini. Pemerintah Arab tampaknya lebih suka membiarkan keajaiban alam itu sebagai misteri. Dengan begitu, akan mengundang rasa penasaran setiap jemaah haji dan umrah yang mengunjungi Tanah Suci. Wallahu a’lam bi al-shawab. (Yudhiarma)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua