Nasional

Menag: Dunia Nantikan Peran Islam Indonesia

Balikpapan (Pinmas) --- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) membuka Konferensi Internasional Tahunan tentang Studi Islam Ke-14 (The 14 th Annual International Conference on Islamic Studies: AICIS) di Gran Senyiur, Balikpapan-Kalimantan Timur, Jum'at (21/11) malam. Konferensi yang akan berlangsung 21 - 24 Nopember 2014 ini dihadiri lebih dari 1.600 peserta dari 54 PTN dan 30-40 PTS se-Indonesia.

Hadir dalam pembukaan The 14 th AICIS, Wagub Kaltim Mukmin Faisyal, Sekjen Kemenag Nur Syam, Dirjen Pendis Kamaruddin Amin, Irjen Kemenag M Jasin, Dir Diktis Dede Rosyada, Ketua DPRD Kaltim, Ketua DPRD Balikpapan, serta para Rektor dan Ketua PTAIN se-Indonesia. Hadir juga para pembicara tamu dari 8 negara, yakni dari Amerika Serikat, Australia, Belanda, Inggris, Malaysia, Maroko, Mesir, dan Qatar.

Dalam Konferensi yang mengangkat tema "Merespon Tantangan Masyarakat Multi Kultural; Kontribusi Kajian Islam Indinesia" tersebut, Menag menyatakan bahwa Indonesia dan dunia, menanti peran Islam Indonesia yang mencerahkan. "Dinamika Masyarakat Indonesia dan tatanan global dengan segala problematikanya, sangat menanti peran para ilmuwan dan cendekiawan muslim sebagai pembawa misi Islam yang toleran dan mencerahkan peradaban, khas Indonesia" sambut Menag

Menag melihat, Studi Islam mampu menjadi unsur yang tampil dan memberi makna terhadap pembangunan karakter, sekaligus memberi arah bagi revolusi mental bangsa ini. "Indonesia adalah negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. Kita dikenal menjunjung tinggi prinsip toleransi, yang menjadi simpul perekat masyarakat yang multi kultiral. Peran kaum terpelajar dan golongan intelektual sebagai avangarde rekayasa perubahan masyarakat sangat kentara," tambah Menag.

Menag mengingatkan, bahwa hakikat toleransi adalah memberi. "Toleransi bukan berarti melepaskan akidah agama dan menanggalkan identitas sebagai penganut agama tertentu, demi persamaan dan kebersamaan. Toleransi hakikatnya adalah memberi; mengerti dan memahami, bukan ingin dimengerti dan dipahami. Dengan kita lebih pro aktif dalam memahami dan mengerti orang lain, maka kedamaian, kenyamanan, keselamatan, persatuan, kesatuan dan cita-cita para pendiri bangsa ini, akan terus tumbuh subur," urai Menag.

Menag optimis, Islam di Indonesia mampu menjadi kekuatan pendorong demokrasi. "Islam di Indonesia compatible dangan demokrasi. Pengalaman dan perjalanan kita, memberi harapan baru bagi tatanan perdamaian global. Dunia berharap banyak pada Islam Indonesia sebagai model dan referensi dalam membangun demokrasi tanpa benturan dengan agama sebagai keyakinan hidup masyarakat." terang Menag.

Menag juga melihat, studi Islam sebagai disiplin keilmuan dengan misi dan daya tarik teesendiri, yang turut mewarnai kemajuan dunia pendidikan di Indonesia. "Studi Islam yang dibangun dan dikembangkan di lembaga pendidikan tinggi Islam di Tanah Air, memberi andil besar dalam membentuk mainstream wajah umat Islam Indonesia yang moderat. Semua dilakukan agar menciptakan pemahaman agama yang rahmatan lil alamin, yang toleran," kata Menag sembari menegaskan bahwa Islam garis keras bukan Islam ala Indonesia.

Sebelumnya, Direktur Diktis, Dede Rosyada selaku ketua panitia melaporkan bhawa dalam AICIS kali ini, ada 1.006 paper yang masuk ke panitia. Namun karena masalah asministrasi, panitia hanya menyeleksi 580 paper. "Dari 1.006 paper yang masuk, panitia hanya memproses 580 paper saja. Ini terjadi karena paper-paper tersebut banyak yang tidak lolos administrasi, salah satunya tidak ada rekomendasi dari pimpinan perguruan tinggi,” kata Dede.

“Dari 580 paper tersebut, ada 160 paper yang akan dipresentasikan, kemudian akan kita diskusikan bersama. Jika memungkinkan, akan kita patenkan hasilnya, untuk kita gunakan bagi kemanfaatan dalam masyarakat," tambahnya. (G-penk/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua