Nasional

Menag Garisbawahi Pentingnya Penyamaan Persepsi Tentang Definisi Agama

Jakarta (Pinmas) —- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melihat salah satu persoalan krusial terkait layanan Negara terhadap kehidupan beragama adalah belum adanya kesamaan persepsi tentang konsepsi agama. Menurut Menag, banyak definisi yang akan muncul ketika masyarakat belum menemukan persepsi yang sama terkait agama.

“Untuk mengatakan ini agama atau bukan agama, akan muncul banyak definisi,” kata Menag saat menutup Seminar Sehari tentang Pemetaan Masalah Pelayanan Negara terhadap Kehidupan Beragama di Gedung Kementerian Agama, Jl. MH. Thamrin, Jakarta, Sabtu (20/09).

Persoalan definisi ini juga akan berimbas pada apakah hak-hak agama dengan kepercayaan itu beda, atau satu kesatuan? Apakah penghayat, bersedia dikatakan, itu adalah agama atau hanya kepercayaan? “Saya pribadi belum mendalami dan baru mendapat informasi beragam. Karena hal ini tidak masuk dalam definisi sosiologis, teologis atau pun yang lain nya,” urai Menag.

Menag melihat, masyarakat harus menyamakan persepsi terlebih dahulu, sebelum melangkah lebih jauh. “Kita memang harus menyamakan persepsi terlebih dahulu. Bagaimana ada titik temu di antara kita, ada toleransi dan lain sebagainya. Karena, bagaimanapun juga, negara ketika harus menjalankan kewajibannnya, harus memiliki legalitas yang menentukan mana agama, mana tidak,” tegas Menag.

Dikatakan Menag, ketika legalitas diperlukan, definisi menjadi sesuatu yang niscaya. Dari situlah, kita bisa membedakan. Hal ini perlu banyak waktu. Apalagi pertanyaan tentang siapa yang memiliki otoritas untuk menentukan suatu komunitas tersebut layak dikatakan agama atau tidak, belum terjawab.

Seminar ini merupakan kelanjutan dari Focus Group Discussion (FGD) yang diselengarakan oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag, pada Kamis (18/9) lalu. FGD tersebut diikuti oleh LSM yang concern dalam urusan umat beragama dan HAM, Ormas Keagamaan, Komnas HAM, Kepolisian hingga tokoh Perguruan Tinggi. Ada tiga hal yang dibahas, yakni: perlindungan negara terhadap umat beragama, khususnya menyangkut masalah Syiah dan Ahmadiyah; pelayanan negara terhadap rumah-rumah ibadah; dan perlindungan negara terhadap umat beragama di luar agama yang enam, baik “agama lokal” seperti Kaharingan, Sunda wiwitan, maupun internasional semisal Baha’i.

Sebelum ditutup oleh Menag, dipandu oleh Prof Machasin, para perwakilan masing-masing FGD, yakni Fajar Reza Ul-Haq (FGD I), Pdt Favor Bancin (FGD II), dan Shela Soraya (FGD III) mempresentasikan hasil masing-masing FGD di hadapan seluruh audiens.

Menag melihat, jalannya presentasi, dengan tanggapan audiens yang dibatasi 17 orang, masih diperlukan pertemuan-pertemuan kelanjutan. “Dalam refleksi dari masing-masing FGD, masih banyak persoalan yang belum tuntas. Kita masih perlu memetakan berbagai masalah yang belum teridentifikasi secara komprehensif dan solusi-solusi untuk kebaikan bersama,” kata Menag.

“Kami dari Kemenag, sebagai wakil Pemerintah, berterima kasih atas kerja sama masing-masing pihak, yang ikut membantu kami dalam mencari solusi ke arah konstitusi. Karena konstitusi sangat diperlukan oleh negara untuk menentukan kebijakan dalam melindungi umat beragama tanpa kecuali. Perlindungan tersebut berbentuk pelayanan kepada masyarakat di NKRI ini, agar sesuai dengan Pancasila,” tambahnya. (gpenk/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua