Nasional

Menag: Idul Fitri Kembali Kepada Jati Diri Manusia

Jakarta (Pinmas) - Bulan suci Ramadhan sebentar lagi usai, dan setiap umat Muslim menyambut hari raya Idul Fitri, 1 Syawal dengan penuh keceriaan. Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Idul Fitri berarti kembali kepada jati diri kemanusiaan.

“Kita perlu menangkap esensi Idul Fitri, yakni kembali kepada jati diri kemanusiaan kita,” kata Menag Lukman Hakim Saifuddin usai berbuka bersama dengan pimpinan organisasi massa Islam di kediamannya di komplek Widya Chandra Jakarta, Jumat (25/07) malam.

Dalam kaitan kehidupan berbangsa, menurut Menag, dengan perayaan Idul Fitri, seyogyanya umat kembali kepada jati diri bangsa yang satu. “Ini sangat penting bagi kita apalagi setelah pilpres,” tuturnya.

Memang lanjut Menag, saat ini masih ada yang mempermasalahkan hasil dari pemilihan presiden yang lalu. “Namun setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi kita harus menanggalkan perbedaan, kita dukung siapa pun yang terpilih,” ujarnya.

Bagi umat Muslim, Idul Fitri berarti kembali kepada fitrah. Kembali kepada fitrah ada kalanya ditafsirkan sebagai kembali kepada kesadaran akan dirinya sebagai hamba dan khalifah Allah.

Mengenai penetapan hari raya Idul Fitri, Menag mengatakan Kementerian Agama akan menggelar sidang itsbat (penetapan) awal Syawwal 1435H. Sidang akan dilaksanakan di Auditorium HM. Rasjidi Kemenag pada hari Minggu, 27 Juli mendatang.

“Menurut hitungan hisab posisi hilal di atas 2 derajat. Hari Minggu nanti, kita akan melakukan sidang istbat untuk mengkonfirmasi posisi hilal melalui rukyat sebelum menetapkan awal Idul Fitri,” jelas Menag.

Sementara itu, Prof Dr Muhibuddin Waly berpendapat, fitrah yang berarti suci atau murni adalah kondisi yang sesuai dengan asal kejadiaan manusia, ketika mula pertama diciptakan Tuhan. Manusia adalah makhluk yang terikat dengan perjanjian primodialnya sebagai makhluk yang sadar kedudukannya sebagai ciptaan Sang Khaliq.

Namun dalam perjalanan waktu, manusia mengalami proses yang menjauhkan dirinya dan fitrah itu. Karena itu setiap manusia harus selalu menjaga fitrahnya dengan iman dan taqwa, sehingga dapat mengendalikan syahwat dan hawa nafsu yang cenderung mengikuti godaan syetan.

Menurut Waly, orang yang baik karena batinnya terjaga sesuai dengan fitrah, lalu tercermin dalam perbuatan sehari-hari, sehingga mata, tangan telinga, kaki dan pikiran selalu berusaha melakukan perbuatan yang bersih. Ini juga berarti moral orang yang kembali kepada fitrah mempunyai moral yang baik, karena moral itu merupakan cerminan dari fitrah.

Jadi kalau ada orang yang mengaku berpuasa sebulan penuh, tapi setelah lewat Ramadhan kembali kepada kehidupan jahiliyah, artinya ia termasuk puasa golongan awam, puasannya tidak menghasilkan apa-apa kecuali lapar dan haus, demikian kata Muhibuddin Waly. (ks/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua