Nasional

Menag: Majelis Talim Pendidikan Khas Indonesia

Pekalongan (Pinmas) —- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) mengunjungi Pengajian Mar’ah Sholehah (MS) Jawa Tengah di Masjid al-Fairus, Kota Pekalongan, Sabtu (6/12). Dalam Tausiyahnya di hadapan lima ribuan anggota MS, LHS mengungkapkan, bahwa majelis ta’lim merupakan salah satu pendidikan nor formal yang khas Nusantara.

“Majelis ta’lim adalah khas Indonesia. Sulit ditemukan institusi serupa, bahkan di Timur Tengah sekalipun, apalagi khusus yang dihadiri ibu-ibu seperti ini,” terang Menag.

Selain ribuan ibu majelis taklim, hadir dalam pengajian tersebut, Wakil Walikota Pekalongan, Kakanwil Kemenag Jateng, Kepala Kankemenag Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Batang, serta Pengasuh Pesanteren Al Hikmah Labib Shodiq dan para kiai lainnya.

Menag melihat, majelis ta’lim mempunyai peran dan fungsi sangat besar dalam mendidik dan menularkan “virus-virus” nilai kebaikan dan kebajikan dalam masyarakat. “Majelis ta’lim mempunyai manfaat yang besar dalam masyarakat. Karenanya, keberadaan majelis ta’lim diakui dan dilindungi oleh UU. Majelis ta’lim merupakan salah satu warisan nenek moyang yang harus kita jaga dan pelihara. Karenanya, Pemerintah memasukkannya dalam Sisdiknas sebagai lembaga pendidikan non formal,” tambah Menag.

Selain membahas tentang majelis ta’lim, Menag mengurai sedikit tentang posisi ulama dan umara. Menurutnya, ada dua kelompok dalam masyarakat, jika dua-duanya ini mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, maka baik pula masyarakat. Namun sebaliknya, jika tidak, maka buruk pula masyarakat. Dua hal itu adalah ulama dam umara. “Ulama adalah para ahli ilmu dan agama yang memberi petunjuk dalam masyarakat. Sedang umara adalah yang menerima amanah rakyat untuk menjalankan pemerintahan,” tukas Menag.

Di hadapan ribuan ibu majelis taklim, Menag juga memberikan pencerahan tentang posisi unik Indonesia yang disatu sisi bukan negara yang berdasarkan agama, namun disisi lain, tidak juga menganut negara sekular yang memisahkan agama dengan negara. “Kita mempunyai sejarah panjang, bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang religius yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Meski demikian, Indonesia bukan negara yang berdasar agama. Namun, agama mampu menentukan hal-hal menentukan, baik dalam kehidupan masyarakat, maupun dalam pemerintahan, berbangsa dan bernegara. Inilah ciri khas kita sebagai sebuah bangsa.” urai Menag.

Menag mengingatkan, bahwa saat ini ada tarik menarik kepentingan antar dua kelompok yang menjadi tantangan Bangsa Indonesia. Kelompok pertama ingin Indonesia menjadi negara berdasarkan agama, sedang satunya ingin menjadikan Indonesia menjadi negara sekular. “Ini yang harus kita pahami,” tukas Menag.

Menag menambahkan bahwa konsep khilafah dalam Islam, tidak ada aturan baku mengenai tata cara pemilihan pimpinan. Saat Rasulullah SAW meninggal, Beliau tidak memberi arahan tentang tata cara pemilihan pemimpin. Akhirnya Abu Bakar ra menjadi khalifah dengan model dibaiat. Sepeninggalan Abu Bakar, Umar bin Khattab ra menjadi khalifah kedua. Pemilihan Umar tidak memakai metode baiat sebagaimana Abu Bakar, namun melalui penunjukan oleh Abu Bakar yang khawatir Islam terpecah. Pun, saat Utsman bin Affan ra menggantikan Umar, juga melalui metode yang berbeda, yakni memakai sistem kelompok kecil perwakilan. Begitu juga saat Ali bin Abu Thalib jadi khalifah juga beda.

“Artinya, di sini, Islam mempersilahkan kepada umatnya untuk menentukan pimpinannya, sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu yang di mana antara daerah satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Di sinilah kearifan ajaran Islam,” terang Menag.

“Dan untuk Indonesia, (keberadaan) Kementerian Agama adalah jawaban tepat sebagai solusi, antara membawa Indonesia menjadi negara agama atau berpindah halauan ke negara sekular,” urai Menag.

Sejak 27 Maret 2010

Pengajian Mar’ah Shalehah berdiri sejak 27 Maret 2010 di Mranggen-Demak. “Sejak didirikan hingga kini, setiap Sabtu Wage, MS mengadakan pengajian rutin di berbagai wilayah di Jateng. MS kini sudah mempunyai anggota dari 20 kabupaten/kota ,” terang Ketua MS Jateng, Hj Azizah Masrukchan.

Menurut Azizah, MS digunakan sebagai ajang untuk bersilaturahim, meningkatkan ukhuwah, sebagai tempat untuk mengajarkan para ibu untuk khusu’ dalam beribadah dan lain sebagainya. “Yang terpenting, para ibu mampu menenteramkan Indonesia. Karena ibu-ibu adalah tiangnya negara.

Selain itu, MS didirikan sebagai jawaban atas paham yang tidak suka Tahlilan, Barzanji, Manaqiban, Yasinan Fadhilah, Asmaul Khusna dan lain sebagainya. Kami terbuka untuk umum, independen dan beraliran Ahlussunah wal jama’ah,” urai Hj Azizah. (G-penk/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua