Nasional

Menag: Pasal Santet, Perlu Kajian Akademis

Jakarta (Pinmas) - Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali mengakui santet dikenal sebagai ilmu hitam dan menurut agama jelas-jelas dilarang. Namun, lanjut Menag, jika santet dimasukan dalam pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maka perlu kajian secara akademis. Santet merupakan sesuatu yang ada, tetapi sulit dibuktikan. Menggunakan ilmu gaib untuk mencelakai orang lain, jelas sangat dilarang agama, kata Menag kepada pers seusai pertemuan dengan delegasi Pusat Pemerintahan Provinsi Perbatasan Thailand Selatan (The Southern Border Province Administative Center of The Kingdom of Thailand/SBPAC) di Jakarta, Jumat (05/04).

Menag mengatakan, meski dilarang menggunakan ilmu hitam berupa santet, namun tetap saja ada orang yang melakukan tindakan tak terpuji; menggunakan kekuatan ilmu hitam untuk mencederai orang lain. Terkait dengan RUU KUHP yang sedang dibahas DPR dan ada keinginan untuk memasukan pasal santet, Menag mengatakan bahwa sepanjang dapat dibuktikan, bisa saja pasal santet dimasukkan. Hal itu dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan jahat. Tapi, tambah Menag, lagi-lagi perlu pembuktian. Sebab, jika ada seseorang tiba-tiba meninggal dan tidak diketahui penyebab kematiannya, tentu sulit dicari buktinya. Karena itu, sepanjang ada pembuktian dari pelaku pembuat santet dan yang pihak korban, serta alat bukti, maka pasal tersebut bisa diterima. "Tapi, lagi-lagi, masih butuh kajian secara akademik," ujar Menag.

Metode pembuktiannya pun, lanjut Menag, tidak mudah. Karena itu, keterlibatan pakar sangat diperlukan. "Bisa jadi, nanti ada pakar santet dilibatkan untuk membahas soal ini," kata Menag sambil melempar tawa. Sebelumnya, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Wahidudin Adams, mengatakan bahwa pasal santet di KUHP saat ini memang sudah banyak didengar di pengadilan. Jadi, ini bukan hal baru. Yang ingin dijerat adalah pelaku yang suka memberi penawaran dan janji kepada masyarakat. “Jadi tujuannya untuk melindungi masyarakat," ujar Wahidudin dalam diskusi di Fraksi PPP DPR RI, Kamis (4/4/2013).

Menurut Wahidudin, pasal santet ini bertujuan mencegah penipuan terhadap masyarakat umum, mencegah aksi main hakim sendiri terhadap orang yang dianggap memiliki kekuatan gaib, serta mendorong masyarakat berpikir rasional, obyektif, dan ilmiah terhadap kemajuan bangsa Indonesia. Sementara itu, Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Pol) Bambang Sri Herwanto, mengatakan, praktik santet sebenarnya sudah diadopsi dalam tiga pasal pada KUHP, yakni Pasal 545, 546, dan 547. Pasal 545 mengatur larangan seseorang berprofesi sebagai tukang ramal atau penafsir mimpi. Pasal 546 melarang penjualan benda-benda berdaya magis. Adapun Pasal 547, melarang seseorang untuk memengaruhi jalannya sidang dengan menggunakan jimat dan mantra. (ant/ess)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua