Nasional

Menag: Pendekatan Agama Memaafkan Tapi Tidak Bisa Intervensi Hukum

Jakarta (Pinmas) —- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa dari sisi agama, setiap orang harus menjadi pribadi yang pemaaf dan memaafkan. Namun demikian, pendekatan agama ini tidak bisa digunakan untuk mengintervensi persoalan hukum.

“Kalau pendekatannya adalah keagamaan, tentu semua kita harus memberikan maaf. Tapi ketika pendekatannya hukum formal, pendekatan ini tidak bisa mengintevensi hukum,” demikian ditegaskan Menag dalam jumpa pers usai menerima Grand Mufti Australia Ibrahim Abu Mohamed di ruang kerjanya, Jakarta, Rabu (11/03).

Grand Mufti Australia bersilaturahim ke Menteri Agama bersama Vice President of the NSW Islamic Council Sheikh Mohamed Khamis dan Chairman of the Foundation of Islamic Studies in Australia Amin Hady. Sementara Menag didampingi oleh Kepala Pusat Informasi dan Humas Rudi Subiyantoro dan Kabag TU Pimpinan Khoirul Huda.

“Hukum punya ranah dan cara kerja sendiri. Dalam konteks keagamaan semua kita memaafkan,” tegas Menag.

Sebelumnya, Ibrahim Abu Mohamed melalui pernyataan sikap yang dibacakan oleh Imam Masjid the Parafield Gardens Adelide Syekh Kafrawai Hamzah usai bertemu Menag mengatakan bahwa pihaknya tidak meragukan bahwa kejahatan narkoba merupakan kriminal yang membawa konsekuensi hukum.

Sehubungan itu, Ibrahim mengatakan bahwa pihaknya akan menghormati kedaulatan Indonesia, tidak akan mencampuri urusan dan mengomentari hukum yang berlaku, khususnya yang terkait dengan hukuman mati terhadap dua warga Australia.

Namun, lanjutnya, jika penetapan hukuman diharapkan membawa perubahan positif bagi bangsa, maka pemberian maaf adalah simbol ketinggian moral keagamaan dan langkah mulia yang dijunjung tinggi ajaran setiap agama, khususnya Islam.

Akan hal ini, Menag mengaku bisa merasakan apa yang dirasakan Australia terhadap nasib warganya yang akan dihukum mati. Namun, Menag menyampaikan bahwa Undang-Undang di Indonesia memang memberlakukan hukuman mati, khususnya mereka yang terlibat dalam kejahatan narkoba.

“Hukuman ini diatur dalam konstitusi kita. Ini wujud keseriusan Indonesia dalam memerangi narkoba,” jelas Menag sembari menambahkan bahwa destruktif narkoba luar biasa.

Dikatakan Menag bahwa kejahatan narkoba merupakan kejahatan kemanusiaan. Apalagi sekarang tidak kurang 50 orang mati setiap hari karena narkoba. Hukuman mati dilakukan semata-mata bukan untuk membunuh pribadi yang bersangkutan, tapi terkait kejahatannya. “Kami berharap Australia bisa memahami mengapa Indonesia menjatuhkan hukuman mati,” ujarnya. (mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua