Nasional

Menag: Pesantren Memberikan Keindonesiaan Yang Kuat

Jombang (Pinmas) – Pesantren selain ciri utamanya yaitu mendalami ilmu-ilmu keagamaan (tafaqquh fiddin ), maka ada tiga ciri yang menonjol dari keluaran pesantren di manapun dia pernah mengenyam pendidikan. Pertama, alumni pesantren dikenal memiliki kemandirian memadai, jadi aspek kemandirian salah satu ciri dari output pesantren sehingga mereka (alumni) memiliki modal yang cukup karena memang sudah ditempa sekian lama dalam hal kemandirian. Kedua, keikhlasan dan kesederhanaan, ini merupakan ciri output pesanten, ketiga, yang ingin ditekankan Menag adalah keindonesiaan-nya. Menurut menag setiap alumni memiliki rasa cinta tanah air sehingga hal ikhwal keindonesiaannya sangat kental pada diri alumni.

Menag mengilustrasikan bahwa sesunggunya ketika lahir, seorang bayi belum menjadi orang Indonesia, dan dia menjadi Indonesia ketika ia bersentuhan dan mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan, dan pesantren memberikan keindonesiaan yang luar biasa.

“Disinilah pentingnya bagaimana kita dalam konteks berindonesia ini bisa lebih memahami hubungan yang sangat khas dari Indonesia sendiri khususnya terkait dengan relasi antar negara satu sisi dengan agama pada sisi lain. Ini yang belakangan perlu mendapat perhatian karena situasi dan kondisi memaksa kita mendalami persoalan ini,” terang Menag ketika meresmikan SMA Trensains 2 Pesantren Tebuireng, Jombang, Sabtu (23/8).

Dalam kesempatan tersebut, Menag kembali menyampaikan pemikiran besar Syekh Nawawi Albantani yang berkonstribusi memberikan corak keislaman di Indonesia yang moderat yang rahmatal lilalamin yang menebarkan kemaslahatan bagi sesama umat manusia yang penuh toleran (tasamuh), tawassut, dan tawazzun (berimbang), dan inilah yang kemudian mewarnai kehidupan keagamaan di kita.

“Nah, saham yang dimiliki mayoritas umat Islam ini sebenarnya disemai oleh pondok pesantren yang jumlah mencapai puluhan ribu,” ujar Menag.

Dikatakan Menag, sekarang kita dihadapkan pada tantangan ketika kita memasuki era globalisasi dimana tidak ada lagi jarak atau sekat yang memisahkan secara kewilayahan. Dengan piranti teknologi yang ada, seluruh informasi bisa diakses.

Menag menjelaskan, generasi dahulu mendapat kebajikan dari orangtua dan guru yang meneliti dan memverifikasi apakah ilmu dan pengetahuan ini sudah layak di transformasikan ke generasi berikutnya, berbeda dengan generasi saat ini. Menurutnya, teknologi informasi telah mengalami revolusi luar biasa, mereka (generasi saat ini) jauh mendapatkan nilai-nilai justru dari gadget yang dimiliknya yang masuk ke ruang privat generasi saat ini.

“Yang ingin saya tekankan disini dalam era seperti ini, masuknya paham-paham asing tidak saja bertentangan dengan paham mayoritas umat Islam di Indonesia tapi juga mengganggu dan merongrong sendi-sendi berbangsan dan bernegara, inipun juga tidak bisa kita cegah dan hindari karena globalisasi,” jelas Menag.

Disinilah tantangan bagi kita khususnya lembaga-lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren, tokoh-tokoh agama bagaimana untuk bisa membentengi warna negara dengan jumlah 200 juta lebih untuk tidak tercerabut dari nilai-nilai dan jatidiri keindonesiaannya.

“Karenanya, pemerintah amat sangat bersyukur dengan pesantren seperti ini yang memiliki kontribusi luar biasa menjaga dan memelihara keindonesiaan kita,” ujar Menag.

Menag menambahkan, Indonesia adalah negara yang khas, kita bukanlah negara dengan agama tertentu yang dahulu pernah diikhtiarkan sebagian pendahulu kita, dan Indonesia bukanlah negara sekuler yang secara tegas memisahkan secara drastis relasi agama dan negara, kita adalah bangsa dan negara yang meletakkan agama dalam posisi strategis dalam ikut mengatur kehidupan bersama ditengah keragaman, pluralitas di hampir semua segi kehidupan kita termasuk keragaman etnis dan suku, maka nilai-nilai agama tanpa kecuali agamanya itulah yang menyatukan merajut dan menjalin di tengah keragaman kita ini.

“Oleh karenanya, saya sangat berharap dengan diresmikannya SMA Trensains akan sekaligus mengembangkan bagaimana memadukan keilmuan tapi juga tidak hanya keilmuan tapi bagaimana cara kita memahami ajaran-ajaran agama yang sekarang ini semakin tumbuh beragam yang secara langsung atau tidak langsung bisa mengusik pokok-pokok pemahaman keagamaan kita sebagai Islam ahlussunah wal jamaah,” pungkas Menag. (dm/dm).

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua