Nasional

Menag & Watimpres Bahas Soal Hukum-HAM dalam Kehidupan Beragama

Jakarta (Pinmas) —- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Albert Hasibuan bertandang ke Kementerian Agama dan bertemu dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Jum’at (19/09).

Dalam kesempatan tersebut, laki-laki Batak kelahiran Bandung ini berdiskusi dengan Menag berkenaan dengan beberapa hal terkait Hukum dan HAM dalam kehidupan beragama di Indonesia, terutama masalah Ahmadiyah, Syi’ah, dan GKI Yasmin.

“Harapan saya, dalam waktu sebulan ini, Pak Menag ada sebuah tindakan legal dan pasti, semacam Policy, untuk memberi jalan keluar beberapa permasalahan; Ahmadiyah di NTB, Syi’ah di Jatim dan GKI Yasmin di Bogor Jawa Barat,” kata Mantan anggota MPR RI ini di ruang kerja Menag, Lapangan Banteng.

Menag menyambut baik silaturahim dan usulan Albert, serta telah menyiapkan beberapa alternatif solusi.Terkait itu, Menag mengatakan bahwa di sisa waktunya sebagai Menag, dirinya telah mengundang para stakesholder, seperti Komnas HAM, majelis agama, LSM, kepolisian dan lain sebagainya. Pertemuan itu dimaksudkan untuk melakukan pemetaan masalah, agar didapat alternatif solusi.

“Di situ kami membentuk Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas tiga tema,” terang Menag.

Ketiga tema yang dimaksudkan Menag adalah, pertama, perlindungan negara terhadap umat beragama, khususnya menyangkut masalah Syiah dan Ahmadiyah; kedua, pelayanan negara terhadap rumah-rumah ibadah; dan ketiga, perlindungan negara terhadap umat beragama di luar agama yang enam, baik “agama lokal” seperti Kaharingan, Sunda wiwitan, maupun internasional semisal Baha’i.

“Bagaimana penyikapan negara tentang agama-agama ini, akan dibahas dan dipetakan bersama. Karena sebagai warga negara, semua orang tentu mempunyai hak yang sama,” ujar Menag.

Namun demikian, Menag mengaku bahwa dirinya belum melihat adanya persamaan persepsi, baik Pemerintah maupun kalangan masyarakat, mengenai apakah negara mempunyai kewenangan menentukan, sebuah keyakinan itu, masuk sebagai agama atau hanya kepercayaan?

Hal ini perlu ditegaskan, lanjut Menag, karena terkait dengan persoalan legalitas ketika negara harus menjalankan amanah konstitusi dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada pemeluk agama dan keparcayaan.

“Karena semua dasarnya adalah legalitas. Nah, di sini, perlu definisi yang jelas tentang siapa yang berwenang menentukan itu agama atau bukan, bagaimana Mekanismenya, apakah cukup negara atau harus bersama dengan majelis-majelis lain. Hal ini juga berkaitan dengan anggaran dan fasilitas. Pemerintah harus berbuat adil,” urai Menag.

Sabtu (20/9) besok, lanjut Menag, hasil FGD tersebut akan dilaporkan dalam forum seminar yang lebih besar, untuk kemudian ditanggapi, disempurnakan, sehingga diharapkan Menteri Agama yang akan dating sudah memahami peta permasalahan. “Syukur-syukur senimar ini menghasilkan alternatif solusi,” terangnya.

Mengenai GKI Yasmin, Menag mengaku telah bertemu dengan beberapa pihak terkait. “Tentang Yasmin, saya melihat, bukan permasalahan agama, namun tentang tata kota, IMB dan lain sebagainya. Sepertinya, Pemkot Bogor tinggal melakukan eksekusi saja, karena sudah ada putusan Inkracht dari PT TUN,” ujar Menag.

Meski demikian, Menag mengaku tentang adanya persoalan sosial, seperti desakan kelompok “intoleran” yang menekan masyarakat sekitar, Pemkot dan aparatur untuk membuat mereka agak sedikit gamang dalam melaksanakan eksekusi keputusan pengadilan.

“Di sinilah yang harus kita carikan solusi. Kemenag memaklumi, Pemkot butuh jaminan atau supprot dari Pemerintah pusat, agar keputusan inkracht tersebut didukung. Untuk itu, saya menemui Pak Mendagri untuk menyamakan persepsi dan gelombang frekuensi,” tukas Menag. (g-penk/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua