Nasional

Penelitian BLAJ: Literasi Keagamaan Mahasiswa PTKIN Dominan Bersumber Media Online

Jakarta (Kemenag) --- Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) Kementerian Agama, melakukan Penelitian Keagamaan mahasiswa di empat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang tersebar di Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Penelitian yang ingin memotret corak literasi keagamaan ini melibatkan 400 mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) tingkat akhir sebagai responden.

Hasilnya, ada pergeseran literasi keagamaan pada mahasiswa PTKIN. Hal ini diungkapkan oleh Peneliti BLAJ, Rosadi dalam Seminar Hasil Penelitian Literasi Keagamaan Mahasiswa Di Perguruan Tinggi Indonesia Bagian Barat di Jakarta, Selasa (09/07).

Menurutnya, kalau dulu sumber literasi keagamaan mahasiswa PAI bersumber pada buku-buku keagamaan, hasil penelitian menemukan adanya pergeseran. Saat ini, literasi keagamaan mahasiswa lebih banyak atau didominasi oleh media online (website, youtube, sosial media).

Sebanyak 90,9 % responden mengaku lebih suka memperoleh informasi keagamaan dari video ceramah di media online. Sedangkan buku (media cetak) paling jarang dipilih mahasiswa sebagai sumber literasi.

“Dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat seperti sekarang ini tentu membuat pengetahuan agama menjadi sangat riskan. Karena media online bukan sumber literasi keagamaan yang otoritatif. Proses pengetahuan dan pembelajarannya tidak dialogis, cenderung searah. Jadi apa yang disampaikan ustad atau ulama di media online mereka terima saja tanpa ada dialog. Mahasiswa yang lemah pendidikan agamanya bisa salah memahami,” ujar Rosadi.

Penelitian ini, kata Rosadi, merekomendasikan agar pihak-pihak terkait bisa segera mencari solusi atas yang terjadi di kalangan mahasiswa. Sebab, bila tidak diantisipasi dikhawatirkan terjadi disinfomasi pada mahasiswa PAI.

Hal senada disampaikan Kepala BLAJ Nurudin. Menurutnya, temuan ini perlu diafirmasi dalam kebijakan Kemenag agar literasi keagamaan mahasiswa PTKIN diperkuat pada sumber utama dengan tetap memanfaatkan teknologi informasi. "Karenanya, perlu inovasi pengembangan sumber belajar yang relevan dengan semangat moderasi beragama dan nilai-nilai kebangsaan," tuturnya.

Temuan BLAJ juga dikuatkan akademisi UIN Jakarta, Khamami Zada. Menurutnya, literasi keagamaan yang bersumber dari media online tidak akan membuat mahasiswa PAI mencapai tingkat pemahaman yang tinggi. Mungkin levelnya hanya menengah. Karena sumbernya bukan langsung dari orang-orang yang track record keagamaannya bagus.

Bila ini tidak diantisipasi, ujar Khamami, dikhawatirkan ustad atau ulama yang tidak kompetibel atau tidak menguasai ilmu agama yang cukup baik, justru yang menjadi rujukan mahasiswa. Mahasiswa secara cepat dan mudah mendapat pengetahuan lewat media online. Tapi ini tidak menjadikan mahasiswa paham tentang keagamaan secara substantif

“Beda dengan dahulu, proses pembelajaran dan sumber pengetahuan dari buku keagamaan dan berdialog langsung dengan ustad atau ulama yang menguasai pendidikan keagamaan, sehingga terjadi dialog antara mahasiswa dengan ustad atau ulama. Konten-konten tertentu bisa dijelaskan secara lebih detail oleh mereka. Di media online hal ini tidak terjadi. Agar tradisi dialog tetap terjaga, kampus harus tetap memperkuat diskusi-diskusi literiasi keagamaan. Nantinya, media online bisa menjadi komplementer (pelengkap) saja,” ujar Khamami Zada.

Khamami Zada yang merupakan dosen fakultas syariah dan hukum ini juga menilai, dalam proses Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), untuk mahasiswa PAI, harus ada tahap tes lanjutan yang sifatnya mengguji kompetensi pengetahuan agama. “Kementerian Agama harus membuat peraturan atau regulasi yang membatasi calon mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Dibatasi itu artinya seleksinya harus lebih ketat. Karena mereka kan calon guru agama. Kalau guru agamanya tidak menguasai agama, bagaimana nanti murid-muridnya?,” ujarnya. (BLAJ)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua