Nasional

Sidang Itsbat Penting sebagai Sarana Ulama Tentukan Awal Puasa dan Lebaran

Menag Lukman Hakim Saifuddin memberikan keterangan pers usai memimpin sidang itsbat awal Ramadan 1438H/2017M. (foto: daniel)

Menag Lukman Hakim Saifuddin memberikan keterangan pers usai memimpin sidang itsbat awal Ramadan 1438H/2017M. (foto: daniel)

Jakarta (Kemenag) --- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa sidang itsbat penting dilakukan. Menurut Menag, Indonesia bukan negara agama, tapi juga bukan negara sekuler. Karenanya, Indonesia tidak bisa menyerahkan sepenuhnya urusan keagamaan itu kepada orang per orang.

"Negara harus ikut bertanggung jawab memberikan acuan, pedoman, panduan kapan mengawali puasa di bulan Ramadan dan kapan mengakhirinya yaitu menentukan 1 Syawal, serta 1 Dzulhijjah terkait dengan haji," ujar Menag usai memimpin sidang itsbat awal Ramadan 1438H/2017M di Jakarta, Jumat (26/05).

Menag mengatakan, sidang itsbat diperlukan sebagai sarana negara untuk bersepakat menentukan kapan 1 Ramdhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah. Dalam sidang isbat, pemerintah tidak berpretensi sebagai pihak yang paling tahu. Karenanya, Pemerintah menghadirkan para ulama, pakar ilmu falak, dan ahli astronomi untuk memberikan pandangan sekaligus mengambil kesepakatan bersama.

"Kalau tidak ada sidang itsbat, maka tidak ada forum, tidak ada mekanisme, tidak ada wadah, medium tempat para pemuka agama, ulama dan kyai duduk bersama untuk bermusyawarah yang difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka mengambil keputusan," tegasnya.

"Sidang itsbat sangat diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam ikut memberikan acuan dan pedoman bagi umat beragama untuk menjalani ajaran agamanya," sambungnya.

Sidang Itsbat yang digelar di Kementerian Agama telah menetapkan bahwa umat muslim Indonesia akan mengawali puasa Ramadan 1438H/2017M pada 27 Mei 2017. Hadir dalam kesempatan ini, Wakil Ketua MUI Abdullah Zaidi, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis, Plt Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin, serta para ulama dan pimpinan ormas Islam.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah yang ditandatangani oleh KH Maruf Amin (Ketua Komisi Fatwa MUI) dan Hasanudin (Sekretaris Komisi Fatwa MUI).

Fatwa ini menyatakan, penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional. Selain itu, seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Fatwa ini juga mengatur bahwa dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan MUI, ormas-ormas Islam dan instansi terkait. (didah/mkd/mkd)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua