Nasional

Tingkatkan Level Maturitas SPIP, Kemenag Identifikasi Risiko Organisasi

Depok (Kemenag) --- Kementerian Agama menggelar workhsop identifikasi dan penilaian risiko. Identifikasi dan penilaian risiko ini dilakukan baik pada tingkat organisasi, kementerian, program, maupun kegiatan.

Digelar di Depok, workshop yang berlangsung 12 - 14 Maret ini dibuka Kepala Biro Organisasi dan Tata Laksana Afrizal Zen mewakili Sekretaris Jenderal.

Hadir dalam kesempatan ini, Kepala Biro Perencanaan Ali Rokhmad, Direktur Pengawasan Lembaga Pemerintah (PLP) Bidang Kesejahteraan Rakyat, dan Kasubdit Bidang Kesejahteraan Rakyat pada Deputi Polhukam dan PMK BPKP, serta Amiruddin Arif selaku Auditor Madya BPKP.

Workhsop identifikasi dan penilaian risiko pada Kemenag diikuti 60 peserta, terdiri dari utusan Subagian Ortala dan Subagian Perencanaan pada Unit Eselon I Pusat, Kasubag TU pada Sekretariat Jenderal, Auditor pada Inspektorat Jenderal, serta pejabat eselon III, IV, dan JFU pada Biro Ortala Setjen.

Afrizal menyampaikan bahwa berdasarkan hasil penilaian BPKP atas maturitas SPIP (Sistem Pengendalian Internal Pemerintah) pada Kemenag tahun 2016, Kemenag berada pada level 2 (Berkembang) dengan nilai 2,151. Dengan workshop ini, diharapkan pada tahun 2019, nilai maturitas Kemenag meningkat sampai level 3 (Terdefinisi) dengan nilai minimal 3,0.

Menurutnya, penilaian risiko menjadi point penting dalam SPIP. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60/2008 tentang SPIP dan Peraturan Menteri Agama Nomor 24/2011 tentang Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan Kementerian Agama.

Risikoh sesuatu yang berkaitan dengan suatu hambatan dalam pencapaian tujuan. Risiko merupakan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya sesuatu, yang bila terjadi akan mengakibatkan kerugian. "Penilaian Risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah," terangnya, Selasa (14/03).

Penilaian risiko, kata Afrizal, terdiri atas identifikasi risiko dan analisis risiko. Identifikasi Risiko sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkat kegiatan secara komprehensif.

"Identifikasi harus menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor internal dan eksternal sehingga dapat menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko," tuturnya.

Analisis risiko, lanjutnya, dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan instansi pemerintah. Analisis risiko dapat digunakan untuk mempersiapkan tindakan sebelum kejadian (prevent), pada saat kejadian (detect) dan setelah kejadian (protect).

Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya instansi pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif resiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar instansi.

"Terhadap risiko yang telah diidentifikasi, dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan manajemen risiko dan kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk memperkecil risiko," tuturnya.

"Hasil identifikasi dan penilaian risiko Kementerian Agama diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun perencanaan guna meningkatkan manajemen berbasis kinerja," tandasnya.

Direktur PLP Bidang Kesra BPKP Sumitro menilai target Kemenag cukup realistis untuk bisa mencapai level 3 (Terdefinisi) pada Juli 2018. Sumitro mengapresiasi workshop ini sebagai langkah Kementerian Agama untuk menciptakan sistem pengendalian internal yang handal, akuntabel dan transparan, baik pada tataran strategis maupun organisasi, untuk kinerja yang lebih optimal.

"Untuk target ini, perlu upaya lebih keras dalam membangun SPIP di Kemenag," ujarnya. (msr)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua