Opini

Achmad Subianto dan Badan Amil Zakat Nasional

M Fuad Nasar

M Fuad Nasar

Seleksi Calon Anggota Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) periode 2020 2025 saat ini akan memasuki tahap akhir. Beberapa pekan yang lalu salah satu tokoh penggerak pengelolaan zakat Indonesia, yaitu Ketua Umum Pertama BAZNAS Drs. H. Achmad Subianto, MBA, wafat pada tanggal 23 Juni 2020. Semoga anggota BAZNAS yang terpilih adalah orang-orang yang punya idealisme, kejujuran, kompetensi, kepemimpinan, wawasan nasional dan jiwa pengabdian tanpa pamrih.

Secara pribadi, saya mengenal Pak Bianto semenjak beliau diberi amanah sebagai Ketua Umum BAZNAS hampir dua dekade yang lalu. Beliau seorang birokrat dan profesional yang mempunyai karakter dan hidup bernapaskan kejujuran. Sepanjang pengabdiannya kepada bangsa, negara dan agama memegang teguh idealisme dan cara berpikir yang tidak business as usual dalam merespon suatu tantangan. Saya mengenal karakter dan idealisme beliau dari membaca buah pikiran dan menyimak pandangannya, di samping berinteraksi secara langsung di berbagai kesempatan.

Achmad Subianto lahir di Cilacap Jawa Tengah 16 Agustus 1946, putra dari Bapak R. Soenarjo dan Ibu Hj. Roebiah. Menempuh pendidikan, Sekolah Rakyat Pemalang, SMP Pemalang, SMA Pekalongan, dan Universitas Diponegoro Semarang. Setelah menamatkan pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro akhir 1971, diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen (sekarang Kementerian) Keuangan tahun 1972.

Dalam perjalanan karirnya di Departemen Keuangan, Pak Bianto pernah dua kali menjadi Direktur Keuangan dan Administrasi PT. Garuda Indonesia (Persero). Pak Bianto ditugaskan untuk membenahi keuangan Garuda Indonesia yang terlilit hutang akibat pembelian pesawat di masa sebelumnya. Selain itu beliau pernah menjabat Komisaris dan kemudian Direktur Utama PT. Taspen (Persero) tahun 2000 - 2007.

Selama di Taspen banyak prestasi dan legacy yang ditorehkannya. Sewaktu Taspen dipimpin Pak Bianto diluncurkan Program Transformasi Taspen (PTT) yang disosialisasikan dalam bentuk buku Pedoman Pelaksanaan Transformasi Taspen (2005) dan dilengkapi dengan pelaksanaan Code of Conduct dan Etika Pelayanan. Di era kepemimpinan Pak Bianto, PT. Taspen (Persero) menerapkan konsep pelayanan prima dengan rumus 5 T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Orang, Tepat Jumlah, Tepat Tempat dan Tepat Administrasi. Pelayanan PT. Taspen direformasi berlandaskan prinsip: Tanpa Kesalahan (Zero Defect), Tanpa Pungutan (Zero Haram) dan Tanpa Pamrih (Zero Mind Process), dan ditambah lagi dengan Zero Telling Lie dan Zero Interest. Prinsip 5 Zero adalah landasan Pak Bianto selama kepemimpinannya di PT. Taspen.

Ketika menjabat Direktur Utama PT. Taspen (Persero), Pak Bianto memperjuangkan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) untuk seluruh PNS dari anggaran keuangan negara (APBN). Saya mendengar langsung dari beliau, Pemerintah mewajibkan pengusaha membayar THR bagi karyawan dan buruhnya, tetapi pemerintah tidak memberi THR untuk pegawai negeri. Ini tidak adil. kata beliau.

Selain memperjuangkan pembayaran THR, Pak Bianto memperjuangkan gaji ke-13 untuk PNS. Saat itu tidak sedikit sindiran ditujukan kepadanya; apa urusan Achmad Subianto mengurusi gaji ke-13. Semua sindiran dihadapinya dengan sabar dan ikhlas karena bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk jutaan pegawai negeri dan keluarganya di seluruh Indonesia. THR dan Gaji ke-13 yang diperjuangkan oleh Pak Bianto kini dinikmati oleh seluruh PNS.

Dalam mengemban tugas dan jabatan di mana pun baginya kejujuran adalah nomor satu. Pak Bianto mendapat inspirasi dari membaca sejarah hidup Nabi Muhammad SAW, bahwa Muhammad sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul telah menyandang gelar Al-Amin (dapat dipercaya) lebih dahulu. Kejujuran adalah landasan seseorang untuk beragama. Orang yang tidak jujur berarti dia tidak beragama. Seorang muslim yang tidak jujur berarti dia tidak beriman. Selain kejujuran, juga keadilan dan kebenaran. Inilah persoalan terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia yang meyakini Pancasila dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, tegas Pak Bianto.

Pak Bianto tidak silau dengan kemewahan mampu menjaga diri dari conflict of interest dalam melaksanakan tugas selama 17 tahun di Departemen Keuangan (1972 1989) sampai terakhir menjabat di PT. Taspen (Persero). Menurut Busrori, sahabat dan tetangganya sesama purna bakti Departemen Keuangan, Pak Bianto meski menjadi Direktur Utama PT. Taspen, tidak ada perubahan yang berarti dalam kehidupannya. Rumahnya masih rumah yang dulu di Kompleks Departemen Keuangan, paling hanya renovasi beberapa bagian sesuai dengan kebutuhan.

Pak Bianto menjabat sebagai Ketua Umum BAZNAS dari tahun 2001 sampai dengan 2004. Menurut ceritanya, nama Achmad Subianto diusulkan kepada Presiden K.H. Abdurrahman Wahid oleh Menteri Agama K.H.M. Tholhah Hasan. Sebelumnya, Menteri Agama meminta kesediaan Marie Muhammad untuk menjabat Ketua BAZNAS, namun karena banyak pekerjaan dan menjabat Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), mantan Menteri Keuangan itu merekomendasikan Achmad Subianto.

Pengangkatan Ketua Umum BAZNAS dan susunan keanggotaan BAZNAS periode pertama, Januari 2001 sampai dengan Desember 2003, ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional tanggal 17 Januari 2001. Tanggal itu dikenang sebagai hari berdirinya BAZNAS.

Dalam beberapa kesempatan Pak Bianto mengungkapkan, pengangkatannya sebagai Ketua Umum BAZNAS merupakan suatu kejutan (surprise) yang tak pernah dibayangkan. Ketika menerima Keputusan Presiden tentang pengangkatan keanggotaan BAZNAS, pengetahuannya tentang zakat masih sangat minim. Pak Bianto setiap ke toko buku selalu mencari buku-buku agama, terutama mengenai zakat. Buku Hukum Zakat karya Dr. Yusuf Qardhawi dibacanya sampai tamat, menurut istilah beliau buku tebal itu jadi bantal tidurnya.
Semua amil masuk neraka, kecuali yang Amanah dan Takwa (HR Ahmad), kalimat ini sering disampaikan oleh Pak Bianto. Peran dan jasa Pak Bianto dalam membangun fondasi kerja BAZNAS secara moral dan profesional tidak dapat dilupakan.

Pak Bianto waktu itu masih menjabat Direktur Utama PT. Taspen (Persero) dikenang sebagai tokoh yang berjasa membangun fondasi pengelolaan zakat Indonesia melalui BAZNAS dan menumbuhkan nilai-nilai etika kerja amil BAZNAS. Saya mencatat banyak legacy kepemimpinan Pak Bianto yang bermanfaat tidak hanya untuk gerakan zakat, tetapi bagi umat Islam pada umumnya. Keberadaan BAZNAS hingga dikenal luas tak lepas kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas Pak Bianto dan para anggota BAZNAS periode pertama. Saya ingat di masa itu BAZNAS menerbitkan brosur dan buku kecil (buku saku) guna memberikan pengetahuan dan penjelasan kepada masyarakat seputar zakat, infaq dan shadaqah.

Dalam menata struktur organisasi BAZNAS dimulai dari nol, Pak Bianto membentuk Pelaksana Harian dengan mengadakan Perjanjian Kerjasama Operasi antara BAZNAS dengan PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah. Perjanjian Kerjasama Operasi ditandatangani tanggal 1 Agustus 2002 oleh Ketua Umum BAZNAS Achmad Subianto dan Direktur Utama PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) disingkat PT. PNM, B.S. Kusmuljono. Dalam rangka kerjasama operasi dengan BAZNAS, PT. PNM memperbantukan staf seniornya Emmy Hamidiyah sebagai Direktur Eksekutif Pelaksana Harian BAZNAS.

Di masa Pak Bianto memimpin BAZNAS disusun sistem, manual dan prosedur kerja BAZNAS. Nomor Pokok Wajib Zakat disingkat NPWZ lahir dari ide Pak Bianto yang terilhami dari Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dimana sewaktu di Departemen Keuangan Pak Bianto ikut merancangnya. Selain itu Pak Bianto menggagas penetapan nomor rekening BAZNAS di bank yang berakhir dengan nomor 55555 untuk rekening zakat dan nomor 777777 untuk rekening infaq dan shadaqah. Seingat saya, metode Menghitung Zakat Sendiri juga berasal dari gagasan Pak Bianto.

BAZNAS menempati kantor resmi yang disediakan oleh Departemen Agama di lantai dua Gedung Sasana Amal Bakti Departemen Agama Jalan Lapangan Banteng Barat No 3-4 Jakarta Pusat. Sejalan dengan upaya membangun brand image sebagai lembaga yang mandiri dan profesional dalam mengelola dana umat, BAZNAS, di era kepemimpinan Pak Bianto BAZNAS membuka kantor pelayanan di lantai dua Gedung Arthaloka Jalan Jenderal Sudirman Jakarta. Kantor BAZNAS di Arthaloka dengan sistem sewa tahunan dari dana bantuan Departemen Agama. Dalam periode keanggotaan BAZNAS setelah Pak Bianto, saya sempat setiap hari berkantor di sana selama beberapa tahun sampai kemudian BAZNAS pindah ke kantor Jalan Kebon Sirih No 57 Jakarta, ex-rumah dinas Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji.

Bantuan operasional BAZNAS dari dana APBN setiap tahun belum optimal, sehingga mendorong Menteri Agama pada tanggal 7 Juni 2004 menyampaikan surat kepada Menteri Keuangan agar BAZNAS memperoleh alokasi anggaran yang memadai. Salah satu ikhtiar Pak Bianto yaitu mengupayakan bantuan dari para koleganya di BUMN sehingga BAZNAS memperoleh perlengkapan kantor yang memadai, di samping bantuan operasional dari APBN dan fasilitas perkantoran dari Departemen Agama. Dalam tulisan ini, saya ingin mengabadikan kesaksian beberapa amil BAZNAS yang mengenang kebaikan Pak Bianto berjuang tanpa pamrih, bahkan mengeluarkan uang pribadi untuk kebutuhan kantor dan memberikan THR kepada amil BAZNAS dari uang pribadi beliau.

Dalam biografinya, diceritakan saran dan masukan Pak Bianto pada pertemuan koordinasi Badan Pelaksana, Dewan Pertimbangan dan Komisi Pengawas BAZNAS, bahwa sebaiknya BAZNAS meneliti kembali ketentuan nishab, haul, besaran atau porsi hak amil. Bagaimana Indonesia mau makmur kalau nishab emasnya sampai 95 gram? Sementara Malaysia dan Iran, nishabnya cukup 85 gram dan rakyat kedua negara itu cukup sejahtera. Jika 85 gram emas yang benar, maka bisa terjadi kekurangan dalam membayar zakat dan itu berarti hutang. Kalau ini yang terjadi berarti banyak umat Islam di Indonesia yang berhutang zakat. ungkap beliau dalam buku biografinya.
Dengan prakarsa Departemen Agama melalui Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, untuk pertama kali diselenggarakan Silaturahmi dan Rapat Koordinasi Nasional Ke-1 Badan dan Lembaga Amil Zakat Seluruh Indonesia tanggal 29 - 30 Mei 2002. Kegiatan berskala nasional tersebut dibuka secara resmi di Istana Negara oleh Presiden Megawati Soekarnoputeri dan dilanjutkan rapat koordinasi di Operatorium Room Departemen Agama.

Dalam rangkaian acara Silaturahmi dan Rapat Koordinasi Nasional Ke-1 Badan dan Lembaga Amil Zakat dilakukan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Agama dan Menteri Sosial tentang Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Dana Zakat. SKB tertanggal 29 Mei 2002 ditandatangani oleh Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar dan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah serta Mengetahui Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Jusuf Kalla. Silaturahmi dan Rakornas Ke-2 Badan dan Lembaga Amil Zakat Seluruh Indonesia kembali diadakan tahun 2003 yang difasilitasi oleh Departemen Agama dan dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Hamzah Haz di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta.

Selain itu, milestone penting lainnya yang patut dicatat dalam fase awal perkembangan BAZNAS yaitu pencanangan Gerakan Sadar Zakat oleh Presiden Megawati Soekarnoputeri dalam acara Peringatan Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW di Istana Negara Jakarta, tanggal 15 Oktober 2001. Peringatan Isra dan Miraj merupakan agenda rutin Hari Besar Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama untuk tingkat kenegaraan.

Pada 16 Januari 2003 atas prakarsa Departemen Agama, ditandatangani Kesepakatan Bersama Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar, Menteri Keuangan Boediono dan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Aburizal Bakrie tentang Sosialisasi dan Penggalangan Zakat Di Kalangan Dunia Nasional Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat.

Sosialisasi pembentukan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) BAZNAS di lingkungan instansi pemerintah dan BUMN yang diprogramkan Pak Bianto mendapat penguatan dengan surat Menteri Agama Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar kepada Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputeri tanggal 31 Oktober 2001 perihal Keteladanan Pelaksanaan Zakat. Selain itu Menteri Agama menyurati para Menteri dan seluruh kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri agar membentuk UPZ di lingkungannya. Departemen Agama melalui Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf juga menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Undang-Undang Pengelolaan Zakat kepada perwakilan dari semua departemen/lembaga dan BUMN dalam beberapa angkatan.

Departemen Agama memberi dukungan dan fasilitasi kepada BAZNAS tidak hanya dalam bentuk fisik dan alokasi anggaran, tetapi memfasilitasi kerjasama bernilai strategis seperti beberapa contoh di atas. Agenda-agenda strategis dan hubungan kelembagaan terkait pengelolaan dilakukan oleh Departemen Agama. Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf dipimpin oleh Drs. H. Tulus selaku Direktur dan ex officio menjabat Sekretaris Umum BAZNAS. Drs. H. Tulus ditetapkan sebagai Sekretaris Umum BAZNAS menggantikan Drs. H. Masyhur Amin, MA, Direktur Urusan Agama Islam yang meninggal dunia, September 2003.

Sewaktu periode keanggotaan BAZNAS dipimpin oleh Pak Bianto diluncurkan program DINNAR (Dana Infaq Pendidikan Untuk Anak Negeri) tanggal 12 November 2003 di Hotel Sari Pan Pasifik Jakarta, dihadiri Menteri Keuangan Boediono, yang kemudian menjadi Wakil Presiden. Program ini diperuntukkan bagi penggalangan dana infaq beasiswa untuk siswa dan mahasiswa dari keluarga miskin.
Selama menjalankan amanah sebagai Ketua Umum BAZNAS maupun sesudahnya, komitmen Pak Bianto tidak pernah kendor dalam membersamai gerakan zakat Indonesia. Beliau senang berbagi ilmu dengan para amil BAZNAS, misalnya dalam agenda mingguan memberi pembelajaran Know Your Customer (KYC) di kantor BAZNAS.

Pribadi muslim yang tidak mengeluarkan zakat berarti memakan harta kaum fakir dan miskin karena dalam harta terdapat hak orang lain, termasuk hak kaum fakir dan miskin. Pribadi muslim yang tidak meneladani Rasulullah SAW berarti bukan umat Muhammad. Kalau meneladani Rasulullah berarti dia akan mengeluarkan shadaqah, infaq dan zakat dengan perhitungan yang benar. tegas Pak Bianto dalam buku Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Dalam kapasitas sebagai Ketua Umum BAZNAS, Pak Bianto menggerakkan masyarakat agar berzakat, berinfaq dan bershadaqah, dan sebagai pribadi beliau sendiri merupakan pembayar zakat, infaq dan shadaqah yang taat. Menurut Pak BIanto, selain zakat 2,5 persen, seorang muslim seyogyanya menyisihkan 20 persen dari penghasilannya sebagai infaq/shadaqah. Oleh karena itu, setiap mendapat rezeki dan penghasilan, selalu disisihkannya 20 persen, dimasukkan ke dalam kotak infaq/shadaqah yang disiapkannya.
Periode keanggotaan BAZNAS di bawah kepemimpinan Pak Bianto sebagai Ketua Umum berakhir tahun 2004. Keanggotaan BAZNAS periode selanjutnya tahun 2004 sampai dengan 2007 dengan Ketua Umum Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2004 tanggal 18 Oktober 2004. Dalam susunan keanggotaan BAZNAS periode 2004 2007 H. Muchtar Zarkasyi, S.H. ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pertimbangan BAZNAS, dan Achmad Subianto ditetapkan sebagai Ketua Komisi Pengawas. Dalam Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 yang menetapkan susunan keanggotaan BAZNAS periode tahun 2008 sampai dengan 2011 tanggal 7 November 2008 K.H. Didin Hafidhuddin kembali ditetapkan sebagai Ketua Umum BAZNAS, H. Muchtar Zarkasyi, S.H. sebagai Ketua Dewan Pertimbagan, dan Achmad Subianto sebagai Ketua Komisi Pengawas.

Pada 10 November 2019, bersama enam tokoh lainnya, Pak Bianto dianugerahi penghargaan oleh Kementerian Agama RI sebagai “Tokoh Inspiratif Penggerak Zakat”. Penghargaan diserahkan oleh Menteri Agama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dalam acara Malam Penganugerahan Zakat dan Wakaf yang diselenggarakan oleh Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf di Jakarta.

Tanggal 12 November 2019, saya menerima pesan whatsapp dari Pak Bianto sebagai balasan ucapan terima kasih yang saya haturkan atas kehadiran beliau dalam acara yang kami adakan. “Alhamdulillah acara berjalan lancar. Bagi saya merupakan surprise menerima penghargaan. Terima kasih Pak Fuad. Saya sempat berikan buku saya ke Pak Menteri: Sistem Jaminan Sosial Nasional, Amil, Menata Kembali Manajemen Haji Indonesia. Sekali lagi terima kasih Pak Fuad dan sukses selalu dalam tugas dan pengabdian kepada negara. Salam. Dan ternyata itulah percakapan terakhir saya dengan Pak Bianto.

Sampai menjelang tutup usia Pak Bianto masih sibuk dengan berbagai aktivitas bersama kawan-kawan yang secita-cita. Semangat pengabdiannya tak kunjung padam dan tidak pernah kehabisan ide. Setiap episode pengabdiannya hampir selalu dituangkan dalam buku sebagai dokumentasi pemikiran yang otentik dan diwariskan kepada generasi penerus.

Saya mendata buku-buku karya Pak Subianto cukup banyak, yaitu: Catatan Kehidupan, Catatan Perjalanan Haji (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris), Mengapa Terjadi Krisis 1997 2002 Di Indonesia, Ringkasan Mengapa & Bagaimana Membayar Zakat, Reformasi Kesejahteraan Aparatur Negara, Setelah Pensiun: Merumuskan Kembali Model Kesejahteraan Bagi Purna Karya Pegawai Negeri Sipil Indonesia, Shadaqah Infak dan Zakat Sebagai Instrumen Untuk Membangun Indonesia Yang Bersih, Sehat dan Benar, Proses Evaluasi Pendidikan Menuju Indonesia Yang Jujur-Bersih-Sehat dan Benar (Indonesia Madani), UKM Terpadu: Sebuah Pembinaan Usaha Kecil Mikro Model Terpadu, Taspen dan Pelayanan Prima, Pedoman Manajemen Masjid (ditulis bersama Tim ICMI Orsat Cempaka Putih, Fokkus Babinrohis Pusat dan Yayasan Kado Anak Muslim), Menata Kembali Manajemen Haji Indonesia, Sistem Jaminan Sosial Nasional: Pilar Penyangga Kemandirian Perekonomian Bangsa, Ramadhan dan Iktikaf (ditulis bersama Kuswadi Kusman), Memakmurkan Masjid (ditulis bersama Kuswadi Kusman), Berharta Tidak Berzakat Adalah Korupsi (ditulis bersama Kodradi dan Kuswadi Kusman), Sujud Tilawah, Amil: Profesi Yang Ditetapkan Allah SWT dan beberapa judul lain. Buku-buku di atas merefleksikan denyut nadi perjuangan Pak Bianto yang penuh idealisme.

Mensyukuri ulang tahun ke-64 pada tahun 2010 Pak Bianto menerbitkan biografi Jembatan Kehidupan Achmad Subianto Jejak Pengabdian Seorang Abdi Negara. Saya memperoleh buku itu dengan tanda-tangan Pak Bianto disertai pesan yang sangat bermakna. Untuk Bapak Fuad Nasar. Semoga bermanfaat. Menjadi PNS/aparatur negara merupakan suatu kebanggaan bagi saya dan kiranya juga bagi Pak Fuad. Selamat membaca. Jakarta, 14 10 2010, ttd Ach Subianto.

Dalam buku itu Marie Muhammad, mantan Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan menulis testimoni, Kawan ini bekerja tekun, dan amanat serta serius dalam melaksanakan tugasnya. Dia seorang yang idealis, pemeluk agama yang taat, hidup sederhana dan tidak neko-neko. tulis Marie Muhammad yang pernah menjadi atasan Pak Bianto di Departemen Keuangan. Kolega seperjuangannya Martiono Hadianto, mantan Direktur Utama PT. Pertamina, mengakui, Kalau mau mencari sosok Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang baik, saya pikir Achmad Subianto itu bisa menjadi contoh yang pas. Pak Marie Muhammad banyak memberikan warna pada sosok dan perjalanan karir Achmad Subianto. Pak Marie juga tidak pernah membeda-bedakan semua anak buahnya. Pak Marie hanya memberi teladan kepada kami. Hasilnya, ternyata warna sosok Marie Muhammad yang sederhana dan jujur ada di dalam diri Achmad Subianto.

Setelah pensiun dari tugas dan jabatan formal, Pak Bianto tetap berpikir dan berbuat untuk umat, bangsa dan negara. Perjuangan dan pengabdiannya bukan untuk kepentingan pribadi dan tidak mengharap pujian atau tanda jasa. Saya ini hanya menjalani amanah dari Allah SWT. Saya yakin bahwa hidup ini telah didesain oleh Tuhan. Tidak terkecuali apa yang saya lakoni dalam kehidupan ini. Mumpung masih diberi waktu, saya akan terus berusaha untuk berbuat baik dan benar, serta bermanfaat dan bermaslahat bagi keluarga, kerabat, sahabat, umat, masyarakat, bangsa dan negara. tutur Pak Bianto dalam buku biografinya.

Semenjak sebelum pensiun Pak Bianto telah memprakarsai dan memimpin beberapa aktifitas keagamaan dan kemasyarakatan, seperti Yayasan Kado Anak Muslim (Kamus atau Yakamus). Kado Anak Muslim didirikan 16 Agustus 1999 dan dideklarasikan 25 Desember 1999, dengan tujuan membudayakan pemberian kado ulangtahun anak berupa Al-Quran dan As-Sunnah (Hadis). Pak Bianto mengamati belum menjadi budaya di lingkungan keluarga muslim untuk memberikan Al-Quran dan As-Sunnah kepada anak-anak kita. Setiap kali merayakan ulangtahun anak, orang tua cenderung menghadiahi barang-barang duniawi dan ragawi, seperti potong kue ulangtahun, makan bersama di restoran, beli pakaian, arloji, motor dan lainnya. Nabi Muhammad berwasiat bahwa kita akan selamat dunia-akhirat apabila berpegang pada Al-Quran dan As-Sunnah.

Selain itu, Pak Bianto mendirikan Yayasan Bermula Dari Kanan (Berikan), Komunitas Jaminan Sosial Nasional (Jamsosnas), Yayasan Citra Insan Prima, dan lain-lain. Dalam organisasi Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Pak Bianto masuk jajaran anggota Dewan Penasihat sejak periode kepengurusan MES periode pertama (2001 2003) terbentuk.
Sewaktu jenazah almarhum Pak Bianto dishalatkan di Masjid Al-Muthmainnah Kompleks Perumahan Departemen Keuangan Kembangan Jakarta Barat, pemandu acara menyebut amal jariyah almarhum sebagai Ketua Panitia Pembangunan (Renovasi) Masjid. Semasa hidupnya Pak Bianto aktif sebagai pengurus dan jamaah masjid kompleks tempat tinggalnya. Setelah pelepasan jenazah dari kediaman dan dishalatkan di masjid, jenazah almarhum dimakamkan di TPU Duri Kepa Jakarta Barat, Rabu 24 Juni 2020.

Semoga amal shaleh dan cita-cita almarhum untuk umat, bangsa dan negara tidak berhenti dengan kepergiannya. Selamat Jalan Bapak Achmad Subianto.

M. Fuad Nasar (Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf)

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua