Kolom

Membaca Menjadi (Tidak) Penting

M. Ishom el-Saha (Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah Uin Sultan Maulana Hasanuddin Banten)

M. Ishom el-Saha (Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah Uin Sultan Maulana Hasanuddin Banten)

Tulisan ini lahir karena kegundahan seorang pendidik di satu sisi, dan penulis yang "betul-betul" penulis, di sisi yang lain. Sebagai pendidik, keberadaan tuyul" pesugihan untuk mengumpulkan ide dan gagasan berupa aplikasi chat gpt, Google Gimini, AI, dan lain sebagainya rupanya dimanfaatkan siswa dan mahasiswa untuk kebutuhan belajar secara instan.

Murid dan mahasiswa di hadapan pengajar, terutama di saat online, tampak cerdik pandai menjawab pertanyaan. Padahal aslinya dengan handphone yang digenggamnya, mereka berselancar mencari jawaban menggunakan "aplikasi tuyul" itu. Berbeda dengan murid atau mahasiswa yang menggunakan kecerdasan alami, mereka yang menggunakan aplikasi tuyul tidak dapat menjawab secara langsung, tapi butuh waktu minimal semenit.

Selain itu mereka biasanya tidak mampu menyampaikan konklusi dalam sebuah diskusi karena pengetahuannya tidak benar-benar melekat dalam akal pikiran. Fenomena ini merupakan tantangan bagi pendidik supaya lebih cermat di dalam menerapkan metode pembelajaran dan perkuliahan.

Sementara sebagai penulis, rasa gundah itu sangat wajar sebab aplikasi yang bekerja selayaknya tuyul itu telah menggerus profesi dan menggeser kedudukan mereka yang disebut "betul-betul" penulis. Keberadaan mereka kini bagaikan petani tua dalam struktur sosial yang ditantang hidup bergengsi dengan orang yang hidup kaya dari hasil pesugihan tuyul, babi ngepet, dan sebagainya.

Terasa betul bagaimana dahulu penulis harus membeli buku bacaan untuk referensi atau pemantik ide dan gagasan. Sesama penulis tatkala satu sama lainnya bertandang maka selalu memeriksa isi almari dan rak koleksi buku milik koleganya; kira-kira ada buku baru apa?

Memiliki koleksi buku yang banyak merupakan pertanda seorang penulis memiliki sumber ilmu pengetahuan yang luas. Pada intinya, penulis bukan hanya pandai merangkai kata melainkan juga sebagai pembaca buku yang baik. Sehingga mereka pasti punya koleksi judul buku yang banyak pula.

Kondisi ini sangat kontras dengan zaman sekarang tatkala tersedia aplikasi tuyul menulis. Aplikasi ini bisa memilihkan tema dan judul serta outline tulisan. Untuk menguraikan jabaran daftar isi, pengguna aplikasi tak perlu bersusah payah membangun ide dan gagasan dengan membuka-buka buku referensi.

Dengan hanya memasukkan pertanyaan-pertanyaan yang disesuaikan dengan judul atau sub-judul, apa yang disebut "aplikasi tuyul" itu secara otomatis akan merangkaikan satu persatu kalimat dengan rapi. Tinggal copy-past dan melakukan parafrase sedikit-sedikit kemudian jadilah tulisan artikel dan buku.

Penulis yang menggunakan jasa aplikasi tuyul bisa merampungkan karyanya (bukan tulisannya) cukup satu hari dan sudah jadi. Kondisi ini berbeda dengan mereka yang betul-betul penulis, di mana butuh berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan untuk dapat melahirkan karya tulisnya.

Betul-betul gambaran dunia penulisan sekarang ini sebagai tamparan untuk cendekiawan dan intelektual. Ada yang tetap sabar menekuni keahlian merangkai kata seperti petani tua. Di sisi lain banyak juga yang tergoda melakukan praktek pesugihan menggunakan jasa tuyul dunia penulisan.

M. Ishom el-Saha (Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah Uin Sultan Maulana Hasanuddin Banten)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua