Buddha

Ajaran Buddha tentang Kesetiaan terhadap Pasangan

Buddha Wacana

Buddha Wacana

“Sīladassanasampannaṃ,
dhammaṭṭhaṃ saccavedinaṃ;
attano kamma kubbānaṃ,
taṃ jano kurute piyaṃ.”

Barang siapa sempurna dalam sila dan mempunyai pandangan terang,
teguh dalam Dhamma, selalu berbicara benar dan memenuhi segala kewajibannya,
maka semua orang akan mencintainya.
(Dhammapada: XVI:217)

Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita tentang banyaknya tingkat perceraian yang dilakukan oleh publik figur maupun masyarakat umum. Data Statistik mencatat angka perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada 2022. Angka tersebut meningkat sebanyak 15% dibandingkan 2021 dengan 447.743 kasus (sumber: data.goodstats.id). Dijelaskan juga bahwa kasus perceraian terjadi akibat perselisihan atau pertengkaran, faktor ekonomi, faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan faktor lainnya.

Belajar dari kasus di atas, kita wajib meningkat kewaspadaan dalam memaknai sebuah pernikahan dalam artian menjaga kesetiaan dalam diri. Apakah kita mampu setia kepada pasangan kita? Apakah kita mampu menyelaraskan egoisme dalam diri kita agar dapat sejalan dengan pasangan kita.

Dalam Sigalovada Sutta disebutkan, “Perkawinan yang berbahagia adalah perpaduan antara dua insan yang saling mencintai, saling menghargai, saling menghormati, dan saling setia. Dalam kesetiaan terdapat beberapa pondasi yang dapat membangun sebuah kebersetaraan, yaitu: kepercayaan, hubungan, komitmen, dan janji. Dalam Buddhisme, saat kita memilih pasangan terdapat indikator yang dapat dijadikan sebuah acuan diri, yaitu: Kesamaan Keyakinan (Samma-Saddha), Kesamaan Kemoralan (Samma-Sila), Kesamaan Kedermawanan (Samma-Caga) dan Kesamaan Kebijaksanaan (Samma-Pañña) (Angutara Nikaya II,62).

Keyakinan merupakan kunci utama dalam sebuah hubungan. Tidak hanya dalam hubungan rumah tangga, tetapi dalam hubungan diri sendiri, orang lain, makhluk lain maupun alam semesta. Keyakinan yang dimaksud dalam hubungan rumah tangga adalah penekanan pada meyakini satu keyakinan yang sama. Ajaran Dharma berkeyakinan pada Tri Ratna, Hukum Karma, Hukum Alam, Hukum Kelahiran Kembali, dan Nibbana. Kepercayaan dalam suatu hubungan akan semakin mudah terbangun jika antara kedua individu dapat yakin satu dengan yang lainnya.

Kemoralan merupakan pendukung penting dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Contohnya jika seorang suami atau istri suka menjalankan kegiatan pelepasan makhluk hidup (fang-sheng), tetapi pasangan tidak suka, maka dapat menimbulkan pertentangan dan perselisihan, apabila salah satu individu tidak menurunkan egonya. Oleh karena itu, komunikasi dalam hubungan dapat membantu untuk belajar saling memahami antara suami dan istri dalam rumah tangga.

Kedermawan merupakan pelatihan yang paling mudah untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kesetaraan dalam kemurahan hati dari suami istri harus selaras, agar tidak ada rasa kecewa yang mengganjal dalam hati. Contohnya saat suami atau istri suka membantu orang lain, tetapi pasangannya menganggap bahwa dia hanya melakukan kegiatan yang sia-sia. Hal ini dapat diselesaikan dengan cara membangun komitmen bersama dalam rumah tangga, untuk mengatur keuangan keluarga.

Kebijaksanaan dalam mengatur emosi diri merupakan hal yang penting untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Kebijaksanaan ini dapat dikaitkan dengan kecerdasan emosional seseorang. Orang yang mampu mengontrol emosinya merupakan hal yang cukup hebat terlebih dalam kehidupan rumah tangga. Diharapkan saat membuat sebuah janji yang tulus bisa dilakukan dengan emosi yang stabil, agar dapat berpikir secara rasional dalam membuat rencana kehidupan rumah tangga.

Berlatihlah mulai dari diri sendiri sebelum kita menilai keadaan orang lain. Memang lebih mudah untuk memberi penilaian terhadap orang lain, karena pada dasarnya itulah naluri alamiah manusia. Jadilah manusia yang terus ingin berkembang dalam Buddha Dharma, mau belajar dan memahami keadaan di sekitar kita. Kehidupan yang harmonis tidak akan terjadi begitu saja, maka buatlah dunia kita menjadi lebih baik mulai dari diri kita sendiri. Begitu pula dalam kehidupan rumah tangga, buatlah suasana yang nyaman dan aman bagi keluarga sesuai dengan Buddha Dharma. “Mereka akan menjadi suami istri yang berlimpah berkah keberuntungan, apabila keduanya memiliki: Keyakinan, Kedermawanan, Keterampilan, Ucapan saling mencinta satu sama lain dan hidup sesuai Dhamma.” (Angutara Nikaya VI, 53)

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata. Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Aditya Dhammajaya, S.Ag., Penyuluh Agama Buddha PNS (Kantor Wilayah Kementerian Agama Kalimantan Utara)


Fotografer: Istimewa

Buddha Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua