Buddha

Moderasi Beragama: Jalan Menuju Kedamaian dan Kemajuan dalam Buddha Dhamma di Indonesia

Ilustrasi

Ilustrasi

“Pare ca na vijānanti, mayamettha yamāmase. Ye ca tattha vijānanti, tato sammanti medhagā". Sebagian orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka akan binasa, tetapi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini akan segera mengakhiri semua pertengkaran” (Dhammapada, I:4)

Sebagai penganut salah satu agama di Indonesia, kita semua pasti menyadari bahwa agama memiliki peran penting. Pentingnya peran agama dalam kehidupan, mendorong masyarakat agar lebih memahami ajaran agama. Pemahaman ajaran agama secara holistik, akan menuntun ke arah peradaban yang lebih baik. Pemahaman keagamaan secara tekstual terkadang membawa pada sikap ekstrem.

Beberapa praktik intoleran dapat ditemui dalam kehidupan beragama di Indonesia. Misalnya, penolakan kehadiran umat beragama lain di daerah tertentu, penolakan pendirian rumah ibadah, penolakan tradisi adat oleh kelompok tertentu, dan sebagainya.

Pemeluk Agama Buddha harus menjadi pendorong timbulnya sikap moderat dalam beragama. Moderasi beragama dalam agama Buddha merupakan sikap batin yang seimbang, didasari oleh cinta kasih, belas kasih, dan rasa simpati dalam memahami dan mempraktikkan Dhamma.

Moderasi beragama dapat ditemukan dalam konsep “Jalan Tengah”. Hal ini merupakan prinsip dasar yang mendorong pengikut Buddha untuk menjauhi ekstremisme dan fanatisme dalam segala hal, terutama dalam beragama.

Moderasi beragama telah diimplementasikan pada perkembangan agama Buddha. Raja Asoka telah mencanangkan maklumat tentang sikap moderasi, toleransi, dan kerukunan hidup umat beragama dalam Prasasti Batu Kalinga XXII yang berbunyi: “Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain, tanpa dasar dan alasan yang kuat”.

Selama 45 tahun berkhotbah, Sang Buddha telah mengajarkan tentang toleransi dalam beragama. Salah satu ajarannya adalah mengenai empat sifat luhur (Brahmavihara) yang terdiri dari Metta (cinta kasih), Karuna (welas asih), Mudita (simpati), dan Uppekha (keseimbangan batin). Keempat sifat luhur tersebut merupakan hal yang mendasari toleransi dalam Buddhisme. Pemahaman Brahmavihara, dalam menumbuhkan rasa toleransi dari diri kita.

Penerapan moderasi beragama umat Buddha di Indonesia dapat memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang damai, harmonis, dan maju. Prinsip-prinsip moderasi beragama mendukung keragaman yang sehat, menghormati hak individu, dan menciptakan kesempatan untuk berkolaborasi dalam mencapai tujuan bersama yang lebih besar.

Jadi, mari bersama-bersama kita menjaga dan melaksanakan moderasi beragama di tengah-tengah kehidupan beragama.

Aminah, S. Ag. (Penyuluh Agama Buddha Kemenag Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah)


Fotografer: Istimewa

Buddha Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua