Nasional

Keesaaan Tuhan dalam Pandangan Agama Hindu

I Wayan Astraguna

I Wayan Astraguna

Manusia, selain makhluk sosial adalah makhluk religius. Salah satu buktinya, manusia masih menganggap bahwa ada kekuatan Maha Agung yang memiliki kuasa atas hidupnya dan juga alam semesta. Nilai-nilai religius yang ada dalam diri manusia tertuang dalam sebuah keyakinan tentang keTuhanan dan terimplementasikan lewat agama-agama.

Di Indonesia, ada enam agama yang banyak dianut masyarakatnya, yaitu Islam, Hindu, Protestan, Katolik, Buddha, dan Khonghucu. Agama adalah salah satu jalan manusia menuju Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa). Di dalam agama, manusia mempelajari nilai-nilai Ketuhanan.

Dalam ajaran agama Hindu, tidak ada pandangan bahwa Tuhan itu berbeda, antara yang dipuja umat agama yang satu dan lainnya. Konsep dasar memahami Ketuhanan dalam agama Hindu adalah, bahwa Tuhan itu satu dan dipuja dengan berbagai cara dan jalan berdasarkan etika. Sastra Veda dalam Upanisad IV.2.1. menyebutkan: Ekam Ewa Adwityam Brahman (Tuhan itu hanya satu, tidak ada duanya). Sementara dalam Narayana Upanisad ditegaskan: Eko Narayana Nadwityo Astikacit (Hanya satu Tuhan, sama sekali tidak ada duanya).

Dalam mewujudkan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan sifat-Nya yang Acintya (tidak dapat terfikirkan), manusia dengan sifatnya yang Awidya (tidaksempurna) memuja Tuhan dengan berbagai rupa, nama dan sebutan, serta berbagai interprestasi. Ini seperti tertuang dalam kitab suci Weda: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti (Hanya satu Tuhan, namun orang bijaksana menyebut-Nya dengan banyak nama).

Ketika ada orang yang mengatakan bahwa kamu memiliki Tuhan yang berbeda dengan saya; atau mengatakan Tuhan yang saya sembah lebih bagus dari Tuhanmu dan kamu harus menyembah Tuhan yang saya sembah, jika tidak kamu adalah manusia yang tidak berTuhan; sesungguhnya itu adalah pernyataan keliru. Kita memuja Tuhan dengan berbagai manifestasi-Nya, karena sesungguhnya Tuhan meresapi seluruh yang telah ada, yang ada dan yang akan ada. Tuhan berada di semua ciptaan-Nya dan secara bersamaan berada juga di luar ciptaa-Nya, tidak terbatas oleh ruang dan waku dan ada di mana-mana, bahkan di dalam diri kita.

Tuhan bersifat Acintya atau tidak terfikirkan oleh manusia. Artinya, manusia tidak dapat menggambarkan Tuhan dengan sempurna. Sebagai makhluk yang dikarunia akal dan fikiran, manusia memiliki cara untuk mewujudkan bhaktinya kepada Sang Penguasa Alam Semesta dengan berbagai cara berdasarkan nilai-nilai dharma (kebenaran).

Kita sebagai manusia tidak dapat menggambarkan Tuhan secara utuh. Kita hanya dapat menggambarkan Tuhan seperti apa yang kita pikirkan dan untuk diri kita sendiri. Karena definisi Tuhan menurut saya akan berbeda dengan definisi Tuhan menurut anda. Namun kebenaran yang mutlak itu adalah Tuhan itu satu tunggal adanya.

Kita seperti orang buta yang meraba gajah dalam menggambarkan keagungan Tuhan. Orang buta pertama, ketika diberi kesempatan meraba gajah dan yang diraba adalah kaki gajah, maka dia akan memberikan definsi berdasarkan pengalaman indrawinya; bahwa gajah itu seperti tiang-tiang yang kokoh. Selanjutnya, orang buta kedua yang meraba telinga, maka akan mendifinisikan bahwa gajah seperti kipas yang besar. Demikian juga orang buta ketiga yang meraba ekor gajah, maka dia akan memberikan kesimpulan bahwa gajah itu seperti cambuk cemeti.

Apakah orang buta tadi meraba objek yang sama? Tentu iya. Namun apakah memiliki pandangan dan kesimpulan yang sama atas objek yang dirabanya, tentu tidak. Kebenarannya adalah dia meraba gajah yang sama, tapi tidak bisa menggambarkan gajah itu dengan utuh. Jika orang buta satu memaksakan pandangannya untuk dapat diterima oleh orang buta lainnya, maka akan terjadi konflik.

Demikian juga kita dalam memahami Tuhan. Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang dapat menggambarkan Tuhan dengan utuh. Mereka memuja Tuhan dengan cara yang berbeda. Jadi Pujalah Tuhan itu berdasarkan keyakinan yang mendalam yang tumbuh dari hati sanubarimu yang terdalam. Karena kebenaran itu muncul dari hati sanubari kita yang terdalam. Maka tanamkan nilai-nilai keTuhanan itu ke dalam diri kita masing-masing. Ketika nilai-nilai Ketuhanan yang ada dalam diri kita tumbuh subur, maka tidak ada kesengsaraan, karena yang ada hanya kedamaian.

I Wayan Astraguna (Bimas Hindu)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua