Wawancara

Membuka Ruang Dialog Perbedaan pada Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum

Ketua Umum PMMBN Derida Achmad Bilhaq

Ketua Umum PMMBN Derida Achmad Bilhaq

Penguatan moderasi beragama dan bela negara pada mahasiswa perguruan tinggi umum menjadi salah satu program penting Direktorat Pendidikan Agama Islam. Sasaran program ini adalah mahasiswa pada perguruan tinggi umum (PTU), sebuah entitas yang sama sekali berbeda dengan mahasiswa Islam pada kampus Perguruan Tinggi Kegamaan Islam Negeri (PTKIN) atau Swasta.

Di kampus PTU, warna perbedaan itu terlihat mencolok. Dengan status keagamaan yang disandangnya, PTKI mengemban arah pembinaan yang sejalan. Sebaliknya, mahasiswa pada PTU memiliki corak perbedaan yang beragam menurut latarnya, baik agama, sosial, maupun ekonomi. Dengan perbedaan itu, tidak mudah membuat program yang bisa diterima dengan masif, termasuk di dalamnya moderasi beragama dan bela negara.

Pergerakan Mahasiswa Moderasi Beragama dan Bela Negara (PMMBN) menjadi pihak yang turut berperan dalam diseminasi dan sosialisasi moderasi beragama dan bela negara di kalangan mahasiswa pada PTU. Bersama Kementerian Agama, mereka mengadakan sosialisasi moderasi beragama dan bela negara di kalangan mahasiswa PTU.

Salah satu yang menarik untuk diamati adalah kenyataan bahwa PMMBN diisi oleh berbagai mahasiswa dengan latar belakang yang berbeda. Mereka berasal dari PMII, IMM, HMI, GMKI dan organisasi kemahasiswaan lainnya. Dengan tugas berat yang dipikulnya, PMMBN memiliki peran yang menarik. Oleh karenanya, mendengar ceritanya adalah sesuatu yang menggugah.

Di sela kesibukan Rapat Koordinasi Pergerakan Mahasiswa Moderasi Beragama dan Bela Negara pada 21-22 Desember 2023, Derida Achmad Bilhaq, Sang Ketua Umum, masih menyempatkan diri untuk berbincang tentang PMMBN dan berbagai hal seputarnya.

Pria ramah dan hangat diajak diskusi ini menjelaskan seputar PMMBN dan berbagai hal di sekitarnya. Dialog dipandu dan ditulis oleh Saiful Maarif, Asesor SDM Aparatur Kemenag/Kasubtim Bina Akademik pada Subdit PAI Pada PTU, Direktorat PAI, Ditjen Pendidikan Islam.

Apa sesungguhnya PMMBBN itu?

PMMBN adalah Pergerakan Mahasiswa Moderasi Beragama dan Bela Negara. Dari singkatannya, PMMBBN ini adalah wadah untuk pendesiminasian dan penyebaran paham Moderasi Beragama dan Bela Negara pada Perguruan Tinggi Umum. Di kita, banyak sekali kita mengenal ornanisasi mahasiswa dengan basis pergerakan dan kubu masing-masing. Kita melihat kubu-kubuan itu sebagai ancaman dan peluang. PMMBN ini menjadi wadah bertemunya segala perbedaan itu. Kita ingin agar aktivis mahasiswa dari berbagai organisasi mahasiwa itu bisa berkumpul dan berkomunikasi. Jika sebelumnya mereka memiliki hambatan dan satir dalam berinteraksi, dengan adanya PMMBBN ini maka satir tersebut bukan menjadi penghalang. Kita memiliki ruang untuk berdialog, untuk mengekpresikan segala perbedaan itu, dan ruang itu bernama PMMBBN ini.

Kita memakai diksi rahmatan lil alamin, jika ini dipakai untuk atau kepada pihak non Islam, maka sentuhannya jadi susah mengena. Itulah kenapa kita memakai diksi moderasi beragama, karena moderasi beragama bisa dipergunakan semua agama dan semua agama ada di organisasi kita.

Apa relevansi moderasi beragama dan bela begara?

Jika kita amati, moderasi beragama dan bela negara ini semacam ekstraksi dari nilai nilai Pancasila dalam bentuk bahasa yang sederhana. Ini membuatnya mudah dicerna oleh kawan-kawan. Empat nilai Moderasi Beragama dan Lima Nilai Bela Negara ini kan ekstraksi dari nilai-nilai dasar Pancasila. Sementara itu, kita kadang bingung, Sila Ketuhanan yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab itu seperti apa manifestasinya di lapangan. Ini sekadar contoh ya. Moderasi beragama dan bela negara meramunya dalam bentuk toleransi, komitmen kebangsaan, anti kekerasan, dan wawasan lainnya.

Apakah dengan penguatan moderasi beragama, sama halnya kita mengakui ada masalah dengan nalar moderat pada mahasiswa di perguruan tinggi umum?

Nalar moderat masih sering disalahpahami. Kita sering menemui moderasi beragama ini pararel dengan liberalisasi agama. Seolah-olah kita dilarang untuk fanatik dengan agama kita. Ini kan pemahaman yang salah.

Sebenarnya kita melihat pemahaman yang sebaliknya, bahwa dengan moderasi beragama itu kita dimungkinkan untuk membangun fanatisme dalam beragama. Itulah kenapa kita membangun wacana dan gerakan bersama dalam ranah sosial keagamaan, bukan dalam bentuk akidah. Itulah mengapa kita amplifikasi sedemikian rupa gerakan ini karena kita meyakini terdapat titik temu di dalamnya.

Jika kita merujuk berbagai survei, PPIM dan Wahid Foundation misalnya, hampir semua mengafirmasi tentang nalar radikal pada mahasiswa. Bagaimana Anda melihat hal ini dan apa yang sudah dilakukan PMMBN?

Radikal sudah menjadi bagian dari keseharian mahasiswa. Radikal dipakai untuk mengkritik sebuah kebijakan di lapangan. Radikalisme ini perlu kita bekali dengan nalar moderasi beragama, yakni toleransi, komitmen kebangsaan, anti kekerasan, dan nilai akomodatif budaya lokal, sehingga, lebih jauh dari itu, seseorang bersikap dan berupaya membongkar kebijakan itu dilandasi nilai moderasi beragama.

Kita melihat bagaimana peristiwa di Semeru, di mana masyarakat sempat bergejolak dalam bersikap itu, sebagai sikap yang berlebihan dan tidak perlu. Jika kita bisa memahami sikap tersebut dalam konteks esensial budaya lokal, kita bisa sepenuhnya memahami keunikan budaya lokal tersebut. Ini sebagai salah satu contoh. Kita harus mampu melihat semua itu dengan sikap bahwa kita itu dianugerahi khazanah perbedaan yang begitu tinggi.

Apa yang sudah dikerjakan PMMBN dalam konteks tersebut?

Kita ingin menjadikan PMMBN ini sebagai sekolah, tempat kita belajar bersama tentang keindonesiaan. Dengan itu, kita berharap PMMBN ini mampu melahirkan kader-kader penggerak dalam moderasi beragama dan bela negara. Mereka sebagai duta untuk menyebarkan nilai moderasi beragama dan bela negara di kampus masing-masing. Setelah pulang dari acara ini, mereka membawa nilai-nilai tersebut ke organisasi masing-masing. Tanpa kita minta, mereka akan menyebarkan nilai yang kita tanamkan tersebut.

Tujuan kita cuma satu, yakni menyekolahkan mereka dalam tiga kurikulum sekolah. Kaderisasi satu tentang orientasi moderasi beragama, kaderisasi kedua tentang perlunya mahasiswa memahami problem dan konflik yang ada di lapangan, kaderisasi ketiga tentang kemampuan menciptakan peluang atau solusi. Sebagai kader, mereka akan berkemampuan untuk melihat dan mengisi peluang tersebut dalam menyebarkan nilai-nilai. Jika perlu, kita pulangkan mereka untuk duduk di jabatan tertinggi masing-masing dan mereka akan secara masif menyebarkan paham moderatisme.

Tiga tahun PMMBN berjalan, dengan ribuan anggota, 14 pimpinan wilayah, dan ratusan komisariatnya, apa yang, katakanlah, menjadi prospektus PMMBN?

Kita melihat bukan hanya soal agama yang menjadi fokus perhatian kita. Kalau kita lihat dalam kurang lebih tiga tahun ini, kita harapkan kurikulum dan kediklatan tentang moderasi beragama dan bela negara ini bisa diterima di seluruh kampus di Indonesia. Kita sudah mengenal PPKN dan Bela Negara sebagai titik tumbuhnya pemahaman tentang moderasi beragama dan bela negara. Tapi itu berada di tataran teoritis. Itu yang pertama.

Yang kedua, kita inginkan kita mampu membentuk sekolah kader untuk kontekstualisasi nilai Pancasila dalam nilai moderasi beragama dan bela negara.

Apa yang masih menjadi pekerjaan rumah dari PMMBN?

Kita merasa, sosialisasi kita masih kurang, masih banyak yang menentang pemikiran tentang moderasi beragama ini. Suatu saat, kita mengadakan diskusi tentang moderasi beragama, namun kita malah ditentang dan diancam oleh internal kampus. Ini kan menjadi problem dan tantangan tersendiri, karena kita bukan hanya bertemu dengan para dosen, tapi juga dengan kakak tingkatan (kating). Itu salah satu contohnya.

Bagaimana peran Kementerian Agama selama ini?

Kita sangat berterima kasih kepada Kementerian Agama yang sangat supportif terhadap program kerja kami. Dalam enam tahun ke depan, kami ingin moderasi beragama ini dapat sampai kepada seluruh elemen mahasiswa. Kita ingin agar wadah ini tidak dinggap sebagai wadah baru, bukan wadah yang baru kali ini saja nongolnya. Secara esensial, nilai yang kami usung ini sudah lama menjadi bagian dari nilai kemasyarakatan. Kami hanya menyegarkan kembali ruang yang selama ini diabaikan, yakni ruang dialog.

Di PMMBN ini, kami duduk bukan sebagai orang HMI, PMII, IMM, GMKI, dan lainnya. Kami berbicara sebagai warga negara yang menginginkan Indonesia tetap berdiri dengan gagah pada 2045 dan seterusnya.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Wawancara Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua